Alhamdulillah,
malam ini bisa mengikuti acara khatmil qur’an di Mushalla Al-Ikhlas yang penuh
barakah. Sebagaimana lazimnya khatmil qur’an, selepas pembacaan doa khatmil
qur’an dilanjutkan dengan pengajian/tausiyah/mau’izhah hasanah, atau apa pun
istilahnya.
Alhamdulillah
pula, sebelum pengajian atau mau’izhah hasanah, saya berkesempatan
berbincang-bincang dengan Bapak Lurah selaku sesepuh desa. Mulai perbincangan
tentang pemerintahan sampai tentang persoalan agama. Salah satu pertanyaan
beliau yang memantik saya untuk mengulasnya dalam catatan ini adalah tentang
shaff atau barisan shalat.
Berikut
adalah pertanyaan beliau:
1.
Sabda Nabi Saw bahwa sebaik-baik shaff laki-laki adalah yang terdepan dan
seburuk-buruknya adalah yang paling belakang; sedang shaff perempuan yang
terbaik adalah paling belakang dan yang buruk adalah yang paling depan. Apakah
ini hadits shahih?
2.
Berdasarkan hadits tersebut, jamaah ibu-ibu ternyata pada berebut tempat di
belakang dan menjauh dari shaff di depan karena takut tercatat sebagai orang
yang buruk sebagaimana hadits tersebut. Fenomena pemahaman seperti ini ternyata
cukup merepotkan. Bagaimana solusinya atau bagaimana pemahaman sebenarnya
tentang hadits tersebut?
Sepemahaman
saya, hadits tersebut sekadar menunjukkan keutamaan barisan jamaah, bukan
keburukan yang menghinakan apalagi dosa. Pasalnya, perempuan yang berdiri di
barisan depan tentu secara logis berdiri lebih dekat kepada jamaah laki-laki
yang berada di barisan paling belakang. Karena di hadapan mereka adalah jamaah
laki-laki, bisa jadi kondisi ini berpotensi mencuri perhatian jamaah wanita
yang terdepan tadi untuk melihat gerak-gerik jamaah laki-laki di depannya.
Tentu ini akan mengurangi kekhusyukan mereka, bukan? Selain itu, kedekatan
antara jamaah perempuan dan laki-laki bisa memunculkan fitnah dikarenakan
ikhtilath (percampuran) mereka (laki-laki dan perempuan).
Agar
mendapatkan penjelasan yang lebih gamblang tentang hal tersebut, sepulang dari
pengajian khatmil qur'an saya langsung bergerak untuk menelisik beberapa
referensi, mengkajinya, lalu menuangkannya dalam catatan sederhana ini.
Hasil
Telisik:
1.
Hadits tersebut shahih dan terdapat dalam Shahih Muslim jilid 1 nomor hadits
440. Redaksi lengkapnya adalah sebagai berikut.
حدثنا زهير بن
حرب حدثنا جرير عن سهيل عن أبيه عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها وخير صفوف النساء آخرها وشرها أولها حدثنا
قتيبة بن سعيد قال حدثنا عبد العزيز يعني الدراوردي عن سهيل بهذا الإسناد
Inti dari sabda beliau Saw adalah, “Sebaik-baiknya shaff laki-laki adalah shaff terdepan dan seburuk-buruknya adalah shaff yang terakhir, dan sebaik-baik shaff wanita adalah shaff yang terakhir, dan seburuk-buruknya
adalah shaff terdepan.”
Selain termaktub dalam Shahih
Muslim, hadits ini tertuang
pula dalam Musnad Ahmad Ibnu
Hanbal, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, dan Sunan
Ibnu Majah.
Simpulannya, hadits di atas adalah shahih.
2. Pemahaman
yang kurang tepat terhadap hadits ini tentu akan berdampak kurang tepat pula
dalam pengorganisasian barisan jamaah. Oleh karena itulah kita perlu
bersama-sama memahami hadits ini secara tepat. Untuk mendapatkan penjelasan dan
pemahaman yang tepat, kita tidak bisa mengabaikan syarh (penjelasan) dari para ulama yang
mumpuni di bidangnya, yaitu ulama ahli hadits. Di antaranya adalah:
a. Yahya
bin Syaraf Abu Zakariya an-Nawawi dalam Syarah an-Nawawi ‘ala Muslim.
قوله
- صلى الله عليه وسلم - : ( خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها وخير صفوف النساء
آخرها وشرها أولها ) أما صفوف الرجال فهي على عمومها فخيرها أولها أبدا وشرها
آخرها أبدا أما صفوف النساء فالمراد بالحديث صفوف النساء اللواتي يصلين مع الرجال
، وأما إذا صلين متميزات لا مع الرجال فهن كالرجال خير صفوفهن أولها وشرها آخرها ،
والمراد بشر الصفوف في الرجال والنساء أقلها ثوابا وفضلا وأبعدها من مطلوب الشرع ،
وخيرها بعكسه ، وإنما فضل آخر صفوف النساء الحاضرات مع الرجال [ ص: 120 ] لبعدهن
من مخالطة الرجال ورؤيتهم وتعلق القلب بهم عند رؤية حركاتهم وسماع كلامهم ونحو ذلك
، وذم أول صفوفهن لعكس ذلك . والله أعلم .
واعلم أن الصف الأول الممدوح الذي قد وردت الأحاديث بفضله والحث عليه هو الصف الذي يلي الإمام سواء جاء صاحبه متقدما أو متأخرا ، وسواء تخلله مقصورة ونحوها أم لا هذا هو الصحيح الذي يقتضيه ظواهر الأحاديث وصرح به المحققون .
وقال طائفة من العلماء الصف الأول هو المتصل من طرف المسجد إلى طرفه لا يتخلله مقصورة ونحوها ، فإن تخلل الذي يلي الإمام شيء فليس بأول ، بل الأول ما لا يتخلله شيء ، وإن تأخر وقيل : الصف الأول عبارة عن مجيء الإنسان إلى المسجد أولا وإن صلى في صف متأخر ، وهذان القولان غلط صريح ، وإنما أذكره ومثله لأنبه على بطلانه لئلا يغتر به . والله أعلم
واعلم أن الصف الأول الممدوح الذي قد وردت الأحاديث بفضله والحث عليه هو الصف الذي يلي الإمام سواء جاء صاحبه متقدما أو متأخرا ، وسواء تخلله مقصورة ونحوها أم لا هذا هو الصحيح الذي يقتضيه ظواهر الأحاديث وصرح به المحققون .
وقال طائفة من العلماء الصف الأول هو المتصل من طرف المسجد إلى طرفه لا يتخلله مقصورة ونحوها ، فإن تخلل الذي يلي الإمام شيء فليس بأول ، بل الأول ما لا يتخلله شيء ، وإن تأخر وقيل : الصف الأول عبارة عن مجيء الإنسان إلى المسجد أولا وإن صلى في صف متأخر ، وهذان القولان غلط صريح ، وإنما أذكره ومثله لأنبه على بطلانه لئلا يغتر به . والله أعلم
b. Muhammad
bin Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (Syarah Sunan at-Tirmidzi).
قوله
: ( خير صفوف الرجال أولها ) لقربهم من الإمام واستماعهم لقراءته وبعدهم من النساء
( وشرها آخرها ) لقربهم من النساء وبعدهم من الإمام ( وخير صفوف النساء آخرها )
لبعدهن من الرجال ( وشرها أولها ) لقربهن من الرجال والحديث أخرجه مسلم أيضا في
صحيحه . قال النووي أما صفوف الرجال فهي على عمومها فخيرها أولها أبدا ، وشرها
آخرها أبدا . أما صفوف النساء فالمراد بالحديث صفوف النساء اللواتي يصلين مع
الرجال . وأما إذا [ ص: 14 ] صلين متميزات لا مع الرجال فهن كالرجال خير صفوفهن
أولها وشرها آخرها . والمراد بشر الصفوف في الرجال والنساء أقلها ثوابا وفضلا ،
وأبعدها من مطلوب الشرع ، وخيرها بعكسه . وإنما فضل آخر صفوف النساء الحاضرات مع
الرجال لبعدهن من مخالطة الرجال ورؤيتهم وتعلق القلب بهم عند رؤية حركاتهم وسماع
كلامهم ونحو ذلك . وذم أول صفوفهن بعكس ذلك انتهى . قوله : ( وقد روي عن النبي صلى
الله عليه وسلم أنه كان يستغفر للصف الأول ثلاثا وللثاني مرة ) رواه النسائي ،
وابن ماجه ، وأحمد ، عن العرباض بن سارية
Inti dari uraian (syarh) para ahli hadits di atas adalah:
(1) Shaff terbaik bagi laki-laki adalah yang
terdepan karena mereka lebih dekat kepada imam, lebih mendengarkan bacaan imam,
dan lebih jauh dari barisan perempuan. Adapun shaff terburuk bagi laki-laki adalah yang
berada paling belakang karena mereka lebih dekat kepada jamaah perempuan dan
lebih jauh dari imam.
Ketentuan shaff bagi laki-laki ini berlaku secara
umum, mutlak, dan selamanya.
(2) Shaff bagi perempuan tidaklah berlaku secara
umum dan mutlak, tetapi ada perincian sebagai berikut.
(a) Apabila shaff perempuan shalat bersama dengan jamaah
laki-laki maka seburuk-seburuk shaff adalah yang terdepan dan
sebaik-baiknya adalah yang paling belakang. Maksud seperti ini inilah yang
dikehendaki oleh hadits Nabi di atas.
(b)Apabila perempuan-perempuan itu shalat tidak bersamaan dengan
laki-laki maka shaff terbaik bagi mereka adalah sama seperti
poin (1) di atas, yakni sebaik-baiknya shaff adalah yang terdepan dan
seburuk-buruknya adalah yang paling belakang.
(3) Apa yang maksud dengan shaff yang terburuk?
Maksud dari shaff terburuk adalah shaff yang pahalanya dan keutamaannya paling
sedikit daripada shaf-shaff lainnya.
(4) Mengapa shaff perempuan paling belakang (yang
berjamaah bersama shaff laki-laki) itu lebih utama?
Karena, posisi mereka jauh dari barisan laki-laki sehingga mereka
tidak akan melihat secara langsung gerak-gerik laki-laki di depannya yang
berpotensi mengusik (kekhusyukan) hatinya.
Sebaliknya, apabila perempuan berdiri di shaff terdepan (yang di depannya ada barisan
laki-laki) maka posisi ini bisa membuat mereka (laki-laki dan perempuan)
bercampur/berbaur (ikhtilath). Mata dan hati para wanita itu pun bisa
terusik oleh gerak-gerik jamaah laki-laki di depannya.
(5) Hadits ini bertutur tentang pahala dan
keutamaan barisan (shaff), bukan tentang pahala dan keutamaan shalat
berjamaah. Ini harus kita pahami! Pasalnya, pahala shaff merupakan esensi tersendiri, dan
pahala berjamaah juga merupakan hal tersendiri. Dengan demikian, dalam konteks
shalat berjamaah, di barisan mana pun perempuan itu berada mereka tetap layak
mendapatkan pahala besar atas keberjamaahannya. Dan, aka nada hitungan pahala
tersendiri pula bagi mereka yang menempati shaff yang terbaik.
(6) Nah, bagaimana jika di depan shaff perempuan itu terdapat satir/pembatas
yang menutupi dan memisahkan antara mereka dan shaff laki-laki?
Jika memang demikian, maka sebaik-baik shaff bagi perempuan adalah YANG TERDEPAN
dan seburuk-buruknya adalah YANG PALING BELAKANG karena dengan adanya satir ini
mereka tidak dikhawatirkan lagi akan bercampur-baur (ikhtilath) dengan
jamaah laki-laki. Juga tidak dikhawatirkan lagi akan terusik oleh jamaah
laki-laki di shaff depannya. Kan sudah ada
satir/pembatas yang menutupi mereka?!
Keterangan ini diungkap oleh Abul Hasan al-Hanafi dalam Hasyiyah as-Sanadi ‘ala Ibni Majah sebagai berikut:
قوله
( خير صفوف النساء ) أي أكثرها ثوابا (وشرها ) أي أقلها ثوابا وفي الزوائد وجاء له
بالعكس وذلك لأن مقاربة أنفاس الرجال للنساء يخاف منها أن تشوش المرأة على الرجال
والرجل على المرأة ثم هذا التفصيل في صفوف الرجال على إطلاقه وفي صفوف النساء عند
الاختلاط بالرجال كذا قيل ويمكن حمله على إطلاقه لمراعاة الستر فتأمل .
Nah, ibu-ibu yang baik hati yang kemarin-kemarin masih suka
berebut barisan paling belakang sehingga mengakibatkan barisan depan
berlobang-lobang atau bahkan kosong, monggo mulai sekarang berdirilah dalam
barisan (shaff) secara wajar dan semestinya. Jangan biarkan shaff-shaff
depan menjadi kosong karena ketidaktepatan kita memahami hadits Nabi Saw.
Bukankah sekarang ini hampir semua masjid telah memasang satir/pembatas yang
menutupi barisan laki-laki dan perempuan? So, Anda tidak perlu khawatir lagi kekhusyukan
shalat panjenengan akan terganggu oleh tingkah-polah
jamaah laki-laki di depan Anda.
Monggo shaf-shaff yang depan diisi dan dirapatkan lebih
dulu! Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلَى الَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ الصُّفُوْفَ وَمَنْ سَدَّ فُرْجَةً رَفَعَهُ اللهُ
بِهَا دَرَجَةً
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya selalu mendoakan
orang-orang yang menyambung shaff-shaff dalam
shalat. Siapa saja yang mengisi bagian shaff yang lowong, akan diangkat derajatnya
oleh Allah satu tingkat.” (HR. Ibnu Majah no.
995; shahih lighairihi).
Wallahu a'lam.
0 comments:
Post a Comment