Pertanyaan ini pantas mengemuka
karena memang ada hadits Nabi Saw yang melarang (memakruhkan) mengkhususkan puasa pada hari
Jum’at.
Dari Juwairiyah binti Al Harits:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
دَخَلَ عَلَيْهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَهِيَ صَائِمَةٌ فَقَالَ أَصُمْتِ أَمْسِ
قَالَتْ لا قَالَ تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِي غَدًا قَالَتْ لا قَالَ فَأَفْطِرِي
“Sesungguhnya Nabi Saw pernah
menemuinya (Juwairiyah) pada hari Jum’at dan ia dalam keadaan berpuasa, lalu
beliau bersabda, ‘Apakah engkau berpuasa kemarin?’ Juwairiyah menjawab,
‘Tidak.’ Beliau kembali bertanya, ‘Apakah engkau ingin berpuasa besok?’
Juwairiyah kembali menjawab, ‘Tidak.’ Maka Nabi Saw bersabda, ‘Batalkanlah
puasamu.’” (HR. Bukhari no. 1986)
Dalam hadits lain
dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
لا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلا
يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ
"Janganlah salah seorang di antara kalian berpuasa pada
hari Jum’at kecuali jika ia berpuasa pula pada hari sebelum atau sesudahnya.” (HR. Bukhari no. 1849 dan Muslim no. 1929)
Hadits lain lagi dari
Abu Hurairah juga menyebutkan:
لا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ
بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ
الْأَيَّامِ إِلا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat malam
tertentu yang tidak dilakukan pada malam-malam lainnya. Janganlah pula
mengkhususkan hari Jum’at dengan puasa tertentu yang tidak dilakukan pada
hari-hari lainnya, kecuali puasa yang sebagian kalian biasa melakukannya
(karena ada sebab ketika itu).” (HR. Muslim no.
1144)
Dalam Shahih
Muslim, hadits-hadits di atas tertuang dalam Bab Kemakruhan Berpuasa pada
Hari Jum’at secara Bersendiri. Hadits-hadits di atas menjadi dalil pelarangan
(pemakruhan) mengkhususkan puasa hanya pada hari Jum’at.
Akan tetapi, jika diikuti dengan berpuasa pada hari Kamis atau Sabtu maka
tidaklah dimakruhkan, atau karena mempunyai kebiasaan berpuasa rutin semisal puasa Daud (sehari berpuasa, sehari tidak) yang kebetulan ketika berpuasa jatuh pada hari Jum'at. Demikian menurut pendapat kebanyakan ulama, termasuk dari
kalangan Syafi’iyah.
An-Nawawi menyebutkan
juga dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab dan Syarah an-Nawawi ‘alaMuslim:
قال أصحابنا : يكره إفراد يوم الجمعة بالصوم فإن وصله
بصوم قبله أو بعده أو وافق عادة له بأن نذر صوم يوم شفاء مريضه ، أو قدوم زيد أبدا
، فوافق الجمعة لم يكره
“Sahabat-sahabat
kami (ulama Syafi’iyah) berkata: dimakruhkan berpuasa pada hari Jum’at secara
bersendirian. Namun, jika diikuti puasa sebelum atau sesudahnya atau bertepatan
dengan kebiasaan berpuasa, seperti berpuasa nadzar karena sembuh dari sakit dan
bertepatan dengan hari Jum’at, maka tidaklah makruh.”
Simpulannya: dibolehkan berpuasa Syawal pada hari Jum’at yang
kebetulan berada di bulan Syawal. Sebab, ia berpuasa tidak karena hari
Jum’atnya, akan tetapi karena pada hari itulah dia berkesempatan berpuasa
sunnah pada bulan Syawal. Walaupun demikian, akan lebih baik apabila diikuti
dengan berpuasa hari sebelumnya atau sesudahnya sebagaimana pesan hadits-hadits
di atas.
0 comments:
Post a Comment