Reuni dan halal bi halal ISMUQ (Ikatan Santri Ma'hadul Ulumisy Syar'iyyah Yanbu'ul Qur'an) adalah agenda rutin tahunan yang digelar di almamater saya di Pondok Pesantren MUS-YQ Kudus. Agenda rutin ini digelar setiap tanggal 5 Syawal yang dihadiri oleh para santri dan alumni MUS-YQ. Sayangnya, lebaran tahun ini saya tidak bisa hadir pada tanggal tersebut, tetapi sowan ke sana pada sehari setelahnya, yakni tanggal 6 Syawal. Selain sowan kepada sang guru KH. Arifin Fanani, alhamdulillah saya berkesempatan pula berziarah ke makam KH. Arwani Amin dan makam Syaikh Ja'far Shadiq Sunan Kudus.
Setiap reuni dan halal bi halal ISMUQ, para santri dan alumni akan mendapat siraman ruhani atau mau'izhah hasanah dari para kiai. Namun, karena saya tidak bisa hadir pada perhelatan akbar tersebut, saya tidak mendapatkannya. Tetapi, alhamdulillah, sobat Abi Nala NK mencatat mau'izhah tersebut dan memublikasikannya melalui website resmi Yayasan Arwaniyyah. Berikut catatan sobat saya tersebut. Semoga bermanfaat.
Kudus, 12/08/2013
Kesalahan atau dosa manusia itu ada 2: Kesalahan/dosa manusia terhadap Allah yang disebut dengan “Huquq Allah” dan kesalahan/dosa manusia terhadap sesama manusia yang disebut dengan “Huquq al Adamy”.
Tradisi
Halal Bi Halal yang berlaku di Indonesia dilaksanakan pada bulan Syawal
karena setelah manusia berusaha menyelesaikan dosa-dosa yang
berhubungan dengan Allah (Huquq Allah) pada bulan Ramadlan dengan
puasa, tarawih dan amal-amal lain dimana bulan Ramadlan adalan bulan
rahmat dan maghfirah, maka manusia menyempurnakannya dengan saling
silaturahim untuk meminta maaf atas kesalahan yang berhubungan dengan
sesamanya (huquq al Adamy).
Kewajiban meminta maaf selagi masih di dunia
Selagi
manusia masih di dunia diwajibkan untuk menyelesaikan urusan-urusannya
terhadap orang lain sebelum datang masa yang sudah tidak berguna lagi
harta yaitu kiamat. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ
أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ
دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ
بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu berkata; Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam
bersabda: Barang siapa telah melakukan kedzaliman kepada saudaranya
(muslim), baik harta atau sesuatu lainnya maka pada hari ini hendaklah
ia meminta halal (pembebasan) sebelum datang hari tidak berguna padanya
dinar dan dirham. Jika ia mempunyai amal shalih maka amal shalihnya
diambil kadar kedzalimannya (sebagai tebusan kepada orang yang
didzalimi) dan ketika ia sudah tidak mempunyai amal kebaikan maka amal keburukan saudaranya tadi diambil kemudian dibebankan padanya.
Kisah Ibrahim bin Adham dan Penjual Kurma
Dikisahkan
bahwa Ibrahim bin Adham suatu ketika membeli 4 butir kurma sebagai
oleh-oleh ibadah haji. Sesampai di tanah airnya Irak ternyata kurmanya
ada 5 butir, kelebihan 1 butir dianggap beliau sebagai bonus. Pada suatu
malam saat beliau tahiyyat akhir shalat malam terdengar hatif (suara tanpa rupa) yang pertama “Ibrahim bin Adham ini benar-benar kekasih Allah (wali), rajin tahajud” disahut hatif kedua sembari menyindir “Wali kok mau barang syubhat (katutan 1 butir kurma)”. Mendengar itu Ibrahim bin Adham kaget dan ber’azam
tahun depan akan berangkat haji lagi serta menyelesaikan urusannya
dengan penjual kurma. Setelah 1 tahun saat yang dinantikan Ibrahim bin
Adham mencari si penjual kurma dan yang didapat adalah kabar bahwa si
penjual kurma telah meninggal. Ibrahim tetap berusaha mencari ahli
warisnya untuk diminta halalnya, namun keluarga si penjual kurma menolak
karena urusan 1 butir kurma adalah urusan Ibrahim bin Adham dan si
penjual kurma. Ibrahim meminta keluarganya untuk menunjukkan makam si
penjual kurma. Ibrahim bin Adham meminta maaf kepada si penjual kurma di
atas kuburnya, namun komunikasi supranatural Ibrahim bin Adham dengan
si penjual kurma rupanya terhalang tidak tersambungkan. Dengan perasaan
sedih Ibrahim bin Adham menyesali kesalahannya kemudian terdengarlah hatif yang menyarankan supaya Ibrahim bin Adham menebusnya dengan bersedekah dan pahalanya dihadiahkan kepada si penjual kurma.
Kisah Rasulullah dan Sahabat ‘Ukasyah
Pada
saat ajal Rasulullah SAW sudah dekat, Beliau menyuruh Bilal adzan untuk
mengerjakan salat. Lalu berkumpullah para Muhajirin dan Anshar di
Masjid Rasulullah. Kemudian Beliau menunaikan salat dua rakaat bersama
semua yang hadir. Setelah selesai salat, Beliau bangkit lalu naik ke
atas mimbar, seraya bersabda “Alhamdulillah, wahai para muslimin,
sesungguhnya saya adalah seorang nabi yang diutus dan mengajak manusia
kepada jalan Allah dengan ijin-Nya. Saya ini adalah saudara kandung
kalian, kasih sayangku pada kalian seperti seorang ayah pada anaknya.
Oleh karena itu kalau ada siapapun di antara kalian yang mempunyai hak
untuk menuntut, maka hendaklah ia berdiri dan membalasku, sebelum saya
dituntut di hari kiamat.”
Rasulullah
berkata demikian sebanyak 3 kali, kemudian bangkitlah seorang lelaki
bernama ‘Ukasyah bin Mihshan dan berkata : “Demi ayahku dan ibuku ya,
Rasulullah SAW, kalau anda tidak mengumumkan kepada kami berkali-kali
soal ini, sudah tentu saya tidak mau mengemukakan hal ini.”
Lalu ‘Ukasyah berkata lagi : “Sesungguhnya
dalam Perang Badar saya turut bersamamu ya Rasulullah, pada saat itu
saya mengikuti onta Anda dari belakang. Setelah dekat, saya pun turun
menghampiri Anda dengan tujuan supaya saya dapat mencium paha Anda.
Tetapi Anda telah mengambil tongkat dan memukul onta Anda untuk berjalan
cepat. Pada saat itu saya pun Anda pukul dan pukulan itu mengenai
tulang rusuk saya. Oleh karena itu saya ingin tahu, apakah Anda sengaja
memukul saya atau hendak memukul onta tersebut.” Rasulullah berkata : “Wahai ‘Ukasyah, saya sengaja memukul engkau.” Kemudian Rasulullah SAW berkata kepada Bilal: “Wahai Bilal, pergilah engkau ke rumah Fatimah dan ambilkan tongkatku.”
Saat
keluar dari masjid menuju rumah Fatimah, bilal meletakkan tangannya di
atas kepala seraya berkata dengan begitu sedihnya : “Duhai,…Rasulullah
SAW telah mempersiapkan dirinya untuk dibalas (diqishash).” Ketika Bilal
sampai di rumah Fatimah, Bilal memberi salam dan mengetuk pintu.
Kemudian Fatimah menyahut dengan berkata : “Siapakah yang ada di pintu?” Bilal menjawab : “Saya Bilal, saya telah diperintah Rasulullah untuk mengambil tongkat Beliau.” Kemudian Fatimah berkata :
“Wahai Bilal untuk apa ayahku minta tongkatnya.” Berkata Bilal : “Wahai Fatimah Rasulullah telah menyiapkan dirinya untuk diqishash.” Fatimah berkata lagi : “Wahai Bilal siapakah manusia yang sampai hati mengqishash Rasulullah SAW?” Bilal
tidak menjawab pertanyaan Fatimah. Setelah Fatimah memberikan tongkat
tersebut, Bilal pun membawa tongkat itu ke hadapan Rasulullah SAW.
Setelah
Rasulullah SAW menerima tongkat tersebut dari Bilal, beliau pun
menyerahkan pada ‘Ukasyah. Melihat kejadian mengharukan ini, Abu Bakar
dan Umar bin Khattab tampil ke hadapan sambil berkata : “ ‘Ukasyah
janganlah engkau qishash Baginda Nabi, tetapi engkau qishashlah kami
berdua.” Ketika Rasulullah SAW mendengar kata-kata Abu Bakar dan Umar,
dengan segera Beliau berkata : “Wahai Abu Bakar, Umar, duduklah engkau
berdua, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatnya untuk engkau
berdua.” Kemudian Ali berdiri, lalu berkata : “Wahai ‘Ukasyah! Aku
adalah orang yang senantiasa berada di samping
Rasulullah SAW, oleh karena itu, engkau pukullah aku dan janganlah
engkau mengqishash Rasulullah.” Lalu Rasulullah SAW berkata : “Wahai
Ali, duduklah engkau, sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan tempatmu
dan mengetahui isi hatimu.” Setelah itu Hasan dan Husein berdiri dan
berkata : “Wahai ‘Ukasyah, bukankah engkau tahu bahwa kami ini adalah
cucu Rasulullah, kalau engkau mengqishash kami sama dengan engkau
mengqishash Rasululullah SAW.” Mendengar kata-kata dari cucunya,
Rasulullah SAW pun berkata : “Wahai buah hatiku, duduklah engkau berdua.”
Rasulullah SAW pun bersabda : “Wahai ‘Ukasyah pukullah saya kalau engkau hendak memukul.” Kemudian ‘Ukasyah berkata : “Ya, Rasulullah SAW, Anda telah memukul saya sewaktu saya tidak memakai baju.” Lantas, Rasulullah pun membuka baju. Setelah Beliau membuka baju, menangislah semua yang hadir. Setelah ‘Ukasyah melihat tubuh Rasulullah SAW, ia pun mencium Beliau dan berkata : “Saya
tebus Anda dengan jiwa saya, ya Rasulullah SAW. Siapakah yang sanggup
memukul Anda? Saya melakukan ini karena saya ingin menyentuh (memeluk)
tubuh Anda yang dimuliakan oleh Allah SWT dengan badan saya. Dan semoga
Allah SWT menjaga saya dari neraka atas kehormatanmu.”
Kemudian Rasulullah SAW berkata : “Dengarlah engkau sekalian, sekiranya engkau hendak melihat ahli surga, inilah orangnya.” Kemudian
semua para sahabat bersalam-salaman atas kegembiraan mereka terhadap
peristiwa yang sangat genting itu. Setelah itu para sahabat pun berkata :
“Wahai ‘Ukasyah, inilah keuntungan yang paling besar bagimu, engkau
telah memperoleh derajat tinggi dan bertemankan Rasulullah SAW dalam
surga.” (Abi Nala)
Disalin secara utuh dari MUS-YQ
Disalin secara utuh dari MUS-YQ
0 comments:
Post a Comment