Ban truk yang dikemudikan si sopir
Sunda mendadak bocor. Si sopir Sunda sigap berseru kepada kernet Jawa, “Cokot
dongkrak!” Si kernet menyahut, “Atos, Pak.”
Beberapa menit kemudian si Sopir
berkata lagi dengan suara agak keras, “Cokot dongkrak, Dik!” Si kernet kembali
menjawab dengan suara yang tidak kalah kerasnya, “Atos, Pak.”
Berkali-kali si sopir menyuruh
kernetnya “Cokot dongkrak!”, berkali-kali pula si kernet menjawab “Atos, Pak.”
Menyadari ada something wrong dalam
percakapan antara dirinya dan kernet, si sopir lalu berkata kepada si kernet
dengan menggunakan bahasa nasional, bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
“Dari tadi aku menyuruhmu mengambil
dongkrak, kamu selalu menjawab ‘sudah’, tetapi mana dongkraknya?” cetus si
sopir.
“Kapan Bapak menyuruh saya mengambil
dongkrak? Dari tadi Bapak hanya menyuruh saya menggigit dongkrak, makanya saya
jawab ‘Keras, Pak.’”
Usut punya usut, ternyata dalam bahasa
Sunda, “Cokot” artinya adalah ambil, sedangkan “atos” artinya sudah. Sementara dalam
bahasa Jawa, “Cokot” artinya gigit, dan “Atos” artinya keras.
***
Anekdot di atas saya dapatkan dari
seorang teman asal Sunda. Malam ini anekdot tersebut saya sampaikan ulang
kepada audiens (remaja masjid) saat mengkaji Arbain Nawawi hadits ke-5 perihal
bid’ah, secara bahasa dan istilah; lughawiyah dan syar’iyyah.
Jika dua orang berselisih paham perihal
kata bid'ah tanpa didahului kesepahaman maknanya, maka yang terjadi tak ubahnya
“Drama Sopir Sunda vs Kernet Jawa”. Sampai tanggal 30 Februari sekalipun, drama
hot itu tidak akan pernah mereda. Bahkan, semakin memanas. Apalagi jika
dibumbui dengan kampretisasi dan cebongisasi, semakin lengkaplah bara dan daya
ledak di antara mereka. Ini berbahaya. Setidaknya bagi kesehatan jiwa.
Miturut dhawuhipun Alfred Korzybski,
sang peletak dasar teori General Semantics, penyakit jiwa individual maupun
sosial disebabkan oleh kerancuan menggunakan bahasa. Makin gila seseorang,
makin cenderung dia menggunakan bahasa (kata-kata) yang salah atau menutupi
kebenaran.
***
*)
Butuh pencerahan dari teman-teman asli Sunda, yang benar itu "Cokot"
atau "Jokot", ya?
2 comments:
Mantap Pak 😊
Kadang perbedaan cuma sebatas pengucapan, seperti yang dialami "si kecap" 😆 leres mboten pak?😁
Rizki Mukhlik@ Iya, Riz. Tadi malam ke mana kok tidak ada dalam barisan audiens?
Post a Comment