Dalam Kamus
Al-Munawwir[1],
kata khaaba (
خَابَ ) berarti gagal, tidak berhasil. Makna serupa dikemukakan
Kamus Daring (dalam jaringan) Almaany[2],
khaaba ( خَابَ ) berarti gagal,
tidak sukses, tidak berhasil, celaka, rugi, dan binasa. Kata ini terdapat dalam
Alquran sebanyak empat redaksional ayat.
1.
Q.S.
Ibrahim [14]: 15
وَخَابَ
كُلُّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ
“…dan binasalah semua orang yang berlaku sewenang-wenang lagi keras
kepala.”
Tafsir
Jalalain[3]:
(Dan mereka memohon kemenangan) para rasul itu memohon pertolongan
Allah di dalam menghadapi kaumnya (dan merugilah) binasalah (setiap orang yang
berlaku sewenang-wenang) setiap orang yang takabur tidak mau taat kepada Allah
(lagi keras kepala) artinya tidak mau tunduk kepada perkara yang hak.
Tafsir Quraish
Shihab[4]:
Setelah tidak ada lagi harapan agar kaum mereka beriman, para rasul
itu kemudian meminta kemenangan kepada Allah atas kaum mereka dan atas
orang-orang kafir. Allah pun memberikannya, dan mereka menjadi beruntung.
Sedang orang yang sombong dan sangat keras kepala terhadap ketatan kepada Allah
akan merugi.
Tafsir Ath-Thabari[5]:
Binasalah setiap orang yang sombong, zalim, dan menyimpang/menjauh
dari pengikraran terhadap ke-Esa-an Allah dan keikhlasan dalam beribadah
kepada-Nya.
Dalam konteks pendidikan, Gus Qoyyum[7]
Lasem menguraikan bahwa setiap orang yang angkuh, sombong, dan gengsi dalam
mencari ilmu akan menuai kegagalan dalam belajarnya. Begitu pula akan gagal orang
yang keras kepala, tidak mau menerima kebenaran dari orang lain, apalagi dari orang
yang lebih rendah darinya.[8]
2.
Q.S.
Thaha [20]: 61
وَقَدْ
خَابَ مَنِ افْتَرَى
“Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan.”
Tafsir
Jalalain[9]:
(Berkata Musa kepada mereka,) jumlah para ahli sihir Firaun ada
tujuh puluh dua orang; setiap orang dari mereka memegang tali dan tongkat
("Celakalah kalian) maksudnya semoga Allah menimpakan kecelakaan kepada
kalian (janganlah kalian mengada-adakan kedustaan terhadap Allah) dengan
menyekutukan seseorang bersama-Nya (maka Dia membinasakan kalian) ia dapat
dibaca Fayus-hitakum dan Fayas-hitakum, artinya Dia akan
membinasakan kalian, karena perbuatan musyrik itu (dengan siksa") dari
sisi-Nya. (Dan sesungguhnya telah kecewa) merugi (orang yang mengada-adakan
kedustaan) terhadap Allah.
Tafsir
Quraish Shihab[10]:
Mûsâ mengingatkan mereka akan ancaman dan siksaan Allah, melarang
mereka agar tidak mengada- adakan kebohongan dengan menganggap Fir'aun sebagai
tuhan, mendustakan rasul-rasul Allah dan mengingkari mukjizat. Mûsâ juga
memberikan ancaman bahwa Allah akan menbinasakan mereka dengan siksa-Nya
manakala mereka terus menerus melakukan hal itu, dengan menegaskan kerugian
orang yang membuat-buat kebohongan tentang Allah.
3.
Q.S. Thaha
[20]: 111
وَقَدْ
خَابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْمًا
“Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman.”
Tafsir
Jalalain[11]:
(Dan tunduklah semua muka) tunduk merendahkan diri (kepada Tuhan
Yang Hidup Kekal lagi Maha Memelihara) yakni Allah swt. (Dan sesungguhnya telah
merugilah) (orang yang melakukan kelaliman) yakni kemusyrikan.
Tafsir
Quraish Shihab[12]:
Pada hari itu, semua muka menjadi hina dan tertunduk kepada Sang
Mahahidup, yang tidak pernah mati, yang mengatur semua urusan makhluk-Nya.
Orang-orang yang menzalimi dirinya di dunia lalu menyekutukan-Nya tidak akan
mendapatkan keselamatan dan pahala pada hari itu.
4.
Q.S.
Asy-Syams [91]: 10
وَقَدْ
خَابَ مَن دَسَّاهَا
“Dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Tafsir
Jalalain[13]:
(Dan
sesungguhnya merugilah) atau rugilah (orang yang mengotorinya) yang menodainya
dengan perbuatan maksiat. Asalnya lafal Dassaahaa ialah Dassasahaa, kemudian
huruf Sin yang kedua diganti menjadi Alif demi untuk meringankan pengucapannya,
akhirnya jadilah Dassaahaa.
Tafsir
Quraish Shihab[14]:
Dan
orang-orang yang memendam sifat-sifat baiknya dan mematikan potensi berbuat
baiknya sungguh amat merugi.
[1] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir:
Kamus Arab – Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), hlm. 378.
[3] https://tafsirq.com/14-ibrahim/ayat-15#tafsir-jalalayn
[4] https://tafsirq.com/14-ibrahim/ayat-15#tafsir-quraish-shihab
[5] http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura14-aya15.html
[6] Tidak adil, tidak wajar,
sewenang-wenang, zalim. Lihat https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/جائر/
[7] Nama lengkapnya adalah KH. Abdul
Qoyyum Mansur. Beliau adalah putra dari KH. Mansur Kholil, pengasuh Pondok
Pesantren An-Nur Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Setelah sang ayah wafat pada
2002, Pesantren An-Nur kemudian diasuh oleh beliau (Gus Qoyyum).
Gus Qoyyum merupakan seorang ulama
yang memiliki keluasan dan kedalaman ilmu agama, padahal beliau tidak pernah
nyantri di pesantren mana pun. Menurut banyak sumber, beliau juga tidak lulus
Sekolah Dasar (SD). Satu-satunya tempatnya belajar adalah kepada sang Ayah.
Kakek Gus Qoyyum dari jalur ayah
bernama KH. Kholil, salah seorang sahabat dekat KH. Hasyim Asyari semasa
belajar di Makkah. Mbah Kholil ikut berperan dalam pendirian Nahdlatul Ulama di
Surabaya pada 1926. Sedangkan dari jalur
Ibu, Gus Qoyyum juga mewarisi darah keulamaan yang kental karena Ibu beliau
merupakan kakak kandung (almarhum) KH.
MA. Salah Mahfudz, Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(1999-2014) dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) masa bakti 2000-2014.
Lihat juga http://nujateng.com/2016/02/gus-qoyyum-ulama-kharismatik-dari-lasem/
[11] https://tafsirq.com/20-ta-ha/ayat-111
[12] https://tafsirq.com/20-ta-ha/ayat-111#tafsir-quraish-shihab
[13] https://tafsirq.com/91-asy-syams/ayat-10
[14] https://tafsirq.com/91-asy-syams/ayat-10#tafsir-quraish-shihab
0 comments:
Post a Comment