ads
Wednesday, August 3, 2016

August 03, 2016
2


Jumat, 12 Rabiul Awal, Rasulullah tiba di tanah Yatsrib, kota kecil yang kini disebut Madinah. Kedatangan beliau yang dibersamai Abu Bakar disambut suka cita oleh penduduk Madinah. 

“Rasulullah, tinggallah di rumah saya,” bujuk seorang pembesar Anshar. “Rumah saya sangat layak didiami utusan Allah. Pelayanan dan jamuan istimewa akan saya berikan secara khusus untuk Anda.”

Para pembesar yang lain tidak mau kalah. Masing-masing membujuk Rasulullah agar berkenan tinggal di rumah mereka. Mereka beradu cepat untuk mendapat perhatian Rasulullah. Tak ada kebahagiaan yang mereka harapkan saat itu, kecuali keberkahan hidup serumah dengan kekasih Allah.

Sebagai pemimpin agung yang bijaksana dan berakhlak mulia, beliau tidak ingin antusiasme para pembesar Anshar itu justru berujung ketidakharmonisan atau terlukanya perasaan. Pada detik-detik itulah beliau menebar senyum yang tiada tertandingi indahnya, lalu melepas kendali unta seraya bersabda, “Biarlah unta ini yang memilih tempat tinggal untukku. Biarkan ia berjalan.”

Semua mata memandang kagum. Semua jiwa terkesima. Tak ada satu pun hati yang tersinggung atau bahkan terluka. Sebuah keputusan yang sangat bijaksana!

Unta lalu melangkah pelan menyusuri Madinah. Beratus mata mengekornya ke mana pun unta itu menjejakkan kakinya. “Semoga unta itu berhenti di rumahku, dan menjadikannya tempat tinggal bagi sang utusan agung,” harap mereka cemas.

Suasana hening. Semua mata berpusat pada unta. Sampai di suatu tempat unta berhenti, mengamati sekeliling, lalu menderum tepat di depan sebuah rumah yang tidak begitu besar.


Tak terlukiskan betapa bahagia hati Abu Ayyub, pemilik rumah itu. Kebahagiaan yang sama sekali tak terlintas di benaknya. Kehormatan yang tak pernah dia duga sebelumnya. Pasalnya, di tengah para pembesar Madinah, Abu Ayyub sadar bahwa dia bukanlah siapa-siapa. Dia hanyalah penduduk biasa. Tidak kaya, tidak pula tercatat sebagai pembesar di kotanya. Tetapi, begitulah ketetapan Allah. Dia tidak menginginkan kekasihnya mendiami rumah megah yang melenakan jiwa, tidak pula rumah reyot yang memberatkan si empunya.

Bagi Abu Ayyub, hari itu Yatsrib terlalu sempit untuk menumpahkan bahagia atas keputusan Rasulullah tinggal bersamanya. Di rumah yang sederhana, dalam hidup yang bersahaja.


*) Gambar di atas hanyalah ilustrasi, bukan gambar sebenarnya unta Rasulullah.

2 comments:

Admin said...

naluri unta kuat jg ya om, bisa memilih yg tepat untuk Rasulullah beristirahat. padahal byk para pembesar ingin rumahnya dikunjungi Rasulullah. mewah dan megah segala isinya..

Irham Sya'roni said...

Iya, Hayy. Dalam suatu riwayat disebutkan, Rasulullah berkata, "Unta ini ada yang menuntun." Maksudnya, Allah-lah yang memilihkan tempat untuk Rasulullah melalui unta tersebut.