Jumat, 12 Rabiul Awal, Rasulullah tiba di tanah Yatsrib, kota kecil yang kini disebut Madinah. Kedatangan beliau yang dibersamai Abu Bakar disambut suka cita oleh penduduk Madinah.
“Rasulullah,
tinggallah di rumah saya,” bujuk seorang pembesar Anshar. “Rumah saya sangat
layak didiami utusan Allah. Pelayanan dan jamuan istimewa akan saya berikan secara
khusus untuk Anda.”
Para pembesar
yang lain tidak mau kalah. Masing-masing membujuk Rasulullah agar berkenan tinggal
di rumah mereka. Mereka beradu cepat untuk mendapat perhatian Rasulullah. Tak ada kebahagiaan yang mereka harapkan saat itu, kecuali keberkahan
hidup serumah dengan kekasih Allah.
Sebagai pemimpin
agung yang bijaksana dan berakhlak mulia, beliau tidak ingin antusiasme para pembesar
Anshar itu justru berujung ketidakharmonisan atau terlukanya perasaan. Pada detik-detik
itulah beliau menebar senyum yang tiada tertandingi indahnya, lalu melepas
kendali unta seraya bersabda, “Biarlah unta ini yang memilih tempat tinggal
untukku. Biarkan ia berjalan.”
Semua mata memandang
kagum. Semua jiwa terkesima. Tak ada satu pun hati yang tersinggung atau bahkan
terluka. Sebuah keputusan yang sangat bijaksana!
Unta lalu melangkah
pelan menyusuri Madinah. Beratus mata mengekornya ke mana pun unta itu menjejakkan
kakinya. “Semoga unta itu berhenti di rumahku, dan menjadikannya tempat tinggal
bagi sang utusan agung,” harap mereka cemas.
Suasana hening.
Semua mata berpusat pada unta. Sampai di suatu tempat unta berhenti, mengamati sekeliling,
lalu menderum tepat di depan sebuah rumah yang tidak begitu besar.
Tak terlukiskan
betapa bahagia hati Abu Ayyub, pemilik rumah itu. Kebahagiaan yang sama sekali tak
terlintas di benaknya. Kehormatan yang tak pernah dia duga sebelumnya. Pasalnya,
di tengah para pembesar Madinah, Abu Ayyub sadar bahwa dia bukanlah
siapa-siapa. Dia hanyalah penduduk biasa. Tidak kaya, tidak pula tercatat
sebagai pembesar di kotanya. Tetapi, begitulah ketetapan Allah. Dia tidak menginginkan
kekasihnya mendiami rumah megah yang melenakan jiwa, tidak pula rumah reyot
yang memberatkan si empunya.
Bagi Abu Ayyub, hari itu Yatsrib terlalu sempit untuk menumpahkan bahagia atas keputusan Rasulullah tinggal bersamanya. Di rumah yang sederhana, dalam hidup yang bersahaja.
*) Gambar di atas hanyalah ilustrasi, bukan gambar sebenarnya unta Rasulullah.
2 comments:
naluri unta kuat jg ya om, bisa memilih yg tepat untuk Rasulullah beristirahat. padahal byk para pembesar ingin rumahnya dikunjungi Rasulullah. mewah dan megah segala isinya..
Iya, Hayy. Dalam suatu riwayat disebutkan, Rasulullah berkata, "Unta ini ada yang menuntun." Maksudnya, Allah-lah yang memilihkan tempat untuk Rasulullah melalui unta tersebut.
Post a Comment