ads
Friday, June 3, 2016

June 03, 2016
20




Sebelum puasa Ramadhan diwajibkan, Rasulullah dan para sahabat berpuasa 3 hari setiap bulan (ayyamul bidh) ditambah dengan puasa ‘Asyura tanggal 10 Muharram. Barulah kemudian pada bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijriyah puasa Ramadhan diwajibkan. Itu pun melalui beberapa tahapan.

Baca juga: 

Tahap Pertama: Kewajiban Bersifat Takhyir (Boleh Memilih)
Pada tahap pertama ini umat Islam boleh memilih berpuasa atau tidak (walaupun sebenarnya kuat berpuasa). Bagi yang memilih tidak berpuasa, harus menggantinya dengan fidyah. Walaupun demikian, melakukan puasa tetap lebih baik daripada tidak.[1]


Tahap kedua: Kewajiban Mengikat (Tidak Boleh Memilih) dengan Aturan yang Berat
Pada tahan kedua ini tidak ada peluang untuk memilih. Seluruh umat Islam wajib berpuasa. Tetapi, waktunya sangat panjang. Ketika telah datang waktu berbuka, mereka berbuka. Boleh makan, minum, dan berhubungan seksual sampai melaksanakan shalat Isya’ atau sebelum tidur. Jika telah melaksanakan shalat Isya’ atau sudah tidur, maka diharamkan makan, minum, dan berhubungan seksual sampai Maghrib pada hari berikutnya. [2]

Wah, berat sekali, ‘kan?!

Puasa pada tahap ini memang berat. Sampai-sampai suatu hari seorang Anshar bernama Qais bin Shirmah pingsan karenanya. Ceritanya, saat berpuasa, sepanjang hari Qais bin Shirmah giat bekerja. Setelah tiba saat berbuka, dia bertanya kepada istrinya, "Apakah engkau memiliki makanan?" Istrinya menjawab, "Tidak punya. Tapi akan kucarikan makanan untukmu."

Manakala sang Istri keluar mencari makanan untuk berbuka, Qais tertidur karena kelelahan. Sampai akhirnya terlewatlah waktu berbuka. Terpaksa dia harus melanjutkan puasanya sampai maghrib hari berikutnya, tanpa berbuka dan sahur.

Pada siang hari (hari berikutnya) Qais benar-benar kepayahan sampai-sampai dia jatuh pingsan. Peristiwa ini diceritakan kepada Rasulullah. Lalu turunlah ayat yang menghalalkan makan dan minum pada waktu malam sampai datang waktu fajar. Ayat ini disambut dengan sangat gembira oleh para sahabat.

Pada tahap ini pula umat Islam diharamkan berhubungan seksual dengan istrinya jika telah melakukan shalat Isya pada bulan Ramadhan. Beberapa sahabat tidak dapat menahan nafsu sehingga melakukan hubungan badan dengan istri mereka setelah Isya. Di antaranya adalah Umar bin Khathab. Mereka lalu mengadukan masalah ini kepada Rasulullah SAW. Maka turunlah ayat yang membolehkan mereka berhubungan suami-istri pada waktu malam sampai terbit fajar.[3]


Tahap Ketiga: Kewajiban Mengikat (Tidak Boleh Memilih) dengan Aturan yang Ringan
Tahap terakhir inilah yang kita lakukan sekarang ini, yakni berbuka pada waktu maghrib (tenggelamnya matahari) sampai terbit fajar (masuk waktu subuh). Selama itu kita boleh makan, minum, dan berhubungan seksual.

Jika kita telah tidur atau tertidur, tetap boleh makan, minum, dan berhubungan seksual, asal belum terbit fajar (masuk waktu subuh).

Tahap terakhir ini menjadi keringanan dan curahan rahmat bagi kita. Apa jadinya jika peraturan pada tahap kedua tetap diberlakukan sampai sekarang. Bisa jadi kita pun akan pingsan seperti Qais bin Shirmah. 

Bagi pasangan suami-istri, apalagi pengantin baru, bisa jadi tak kuat menahan hasrat untuk memadu kasih pada malam hari. Karena itu, bersyukurlah! Berterima kasihlah kepada Allah atas keringanan yang diberikan kepada kita.

Jadi, masihkah ada alasan bagi kita untuk menolak berpuasa?
Na’udzubillah...
***

Jika kita hitung –sejak diwajibkan pada tahun ke-2 hijriyah–, bisa disimpulkan bahwa Rasulullah mengalami 9 kali bulan Ramadhan. Menurut catatan sejarah, dari 9 kali Ramadhan ini hanya sekali yang berjumlah sempurna 30 hari, selainnya berjumlah 29 hari.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Referensi:

  
Sumber Gambar



[1] Q.S. Al-Baqarah [2]: 183-184.
[2] Q.S. Al-Baqarah [2]: 185.
[3] Q.S. Al-Baqarah [2]: 187.

20 comments:

Kang Nurul Iman said...

Alhamdulillah barokallah kang dapat ilmu baru lagi tentang puasa, terima kasih ya kang sudah berbagi ilmu semoga berkah dan bermanfaat untuk saudara kita diluar sana yang membutuhkan ilmu yang bermanfaat seperti ini.

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah, walaupun singkat, semoga bermanfaat, Kang...

Kang maman said...

Ternyata puasa itu ada tahapan-tahapannya ya, pak.. tidak seperti yang kita ketahui selama ini. Terimakasih sharingnya semoga menjadi barokah buat kita semua dan selamat menunaikan ibadah puasa ramadan 1437 H yang tinggal beberapa hari lagi.

Unknown said...

Saya baru tahu mas bahwa puasa itu ada tahapan-tahapan nya. Sebelum membaca artikel ini saya tahunya bahwa puasa itu wajib untuk setiap orang muslim yang berakal sehat dan baligh :)

santika fadilah said...

berarti puasa pada tahapan sekarang yang paling rigan ya mas.. semoga kita dilancarakan dalam menjalankan ibadah pusanya.. Aamiin

Irham Sya'roni said...

Sama seperti pengharam khamr (minuman keras) pada zaman Nabi juga bertahap, Kang, sebelum akhirnya dilarang total seperti saat ini.
Terima kasih kembali, Kang. Semoga bermanfaat.

Irham Sya'roni said...

Memang benar kok, Mas, puasa itu wajib bagi setiap muslim yang baligh, berakal sehat, dan mampu. Sementara tahapan2 di atas cuma masalah sifat dan aturan/waktunya.

Irham Sya'roni said...

Iya, Mbak, puasa yang sekarang ini sudah paling ringan. Dan, ini sudah final sampai kiamat kelak.
Aamiin... doa yang sama untuk kita semua, Mbak. Semoga dilancarkan dalam menjalankan ibadah Ramadhan.

Maman Achman said...

Saya juga ikut mengaminkan doanya mbak Santika disini, semoga kita dilancarakan dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan tahun ini dan di tahun2 berikutnya, Aamiin.

Irham Sya'roni said...

Hehe... pembalasan nih ceritanya, Kang? Hehehe.... Tapi, ini pembalasan yang baik. Membalas mendoakan. :)
Matur nuwun, Kang Maman. Moga makin sukses Saung Mamannya dan Saung Idamannya. :)

Unknown said...

Ohm seperti itu ya kang ? Terimakasih sudah memberikan saya pengetahuan lebih tentang beberapa tahapan dan sifat serta aturan waktu mengenai masalah ibadah puasa. Semoga berkah ya kang :)

Irham Sya'roni said...

Aamiin... doa yang sama untuk Mas Effendi. :)

Debe Dila said...

ini menarik mas, pada bagian ini
hanya sekali yang berjumlah sempurna 30 hari, selainnya berjumlah 29 hari, itu bulan ramadhan Rasulullah ya mas. Indonesia bagaimana mas?hehe

Irham Sya'roni said...

Menurut saya, bagian itu biasa saja, Mbak. Tidak ada yang istimewa. Karena hanya sebatas informasi bahwa hasil dari rukyatul hilal Rasulullah seperti itu; beliau 1 kali berpuasa 30 hari, dan 8 kali berpuasa 29 hari. Jadi, tidak ada hubungannya dengan Indonesia atau negara2 mana pun, Mbak. :) Justru menariknya dan istimewanya ada di tahapan2 itu. ;)

Unknown said...

alhamdulillah dapat pengetahuan tambahan nih, benaran kang emang sudah lupa bisa mengingat kembali :D

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah, bisa menambah dan mengingat pengetahuan yang mungkin terlupakan, ya, Mas.

Rosanna Simanjuntak said...

Alhamdullillah, jadi tahu bahwa puasa kita telah melalui berbagai tahap ya.
Terima kasih atas infonya

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah, terima kasih kembali, Mbak...

sebutan ramadhan said...

Saya kira puasa ramadhan tanpa adanya tahapan, dan hanya sekedar puasa saja. Terimakasih ilmunya

Irham Sya'roni said...

Sama-sama, terima kasih kembali.