Tanggal 5 – 8 Mei kemarin menjadi hari yang sangat membahagiakan bagi saya. Empat hari berturut-turut libur dari segala kerjaan kantor. Tapi, jangan kira selama empat hari itu saya menghabiskan waktu di objek wisata atau tempat hiburan. Saya tidak ke mana-mana. Hanya di rumah. Di pinggir sawah.
Berikut catatan per hari saya selama
liburan tersebut.
Kamis, 5 Mei 2016
Sekira pukul 11.30 WIB, rombongan satu bus
mini tiba di rumah saya. Mereka adalah keluarga besar (almarhumah) Budhe saya, Kakak
perempuan dari (alm) Bapak saya. Kira-kira ada 30-an orang. Mulai anak, cucu, hingga
cicit, semua ada.
Kebahagiaan sekaligus kehormatan bagi saya
dikunjungi oleh mereka. Padahal, secara nasab, seharusnya sayalah yang mengunjungi
mereka. Tetapi, memang begitulah kebaikan yang mentradisi di keluarga Budhe
saya. Mereka gemar bersilaturahim ke rumah siapa saja, tak peduli lebih tua atau
lebih muda.
Bersilaturahim memang sarat kebaikan. Di
antaranya sebagaimana disabdakan oleh Kanjeng Nabi Saw,
مَنْ
أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ , وَيُنْسَأُ لَهُ فِي أَثَرِهِ ,
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang senang dilapangkan rezekinya
dan dipanjangkan umurnya, hendaklah dia bersilaturahim.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain disebutkan,
مَنْ
عَادَ مَرِيضًا أَوْ زَارَ أَخًا لَهُ فِي اللَّهِ نَادَاهُ مُنَادٍ أَنْ طِبْتَ
وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مِنْ الْجَنَّةِ مَنْزِلًا
“Siapa yang menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya semata-mata karena Allah, maka penyeru akan menyeru, ‘Engkau telah berbuat baik dan perjalananmupun merupakan kebaikan, serta engkau telah mempersiapkan sebuah tempat tinggal di surga.’” (HR. at-Tirmizi)
Karena datang dalam kondisi
lelah, mereka pun langsung rebahan sekenanya di rumah kecil saya. Ada yang di
kasur, di lantai ruang tamu, dan di teras. Bagi yang tidak tidur atau rebahan, mereka
memilih menikmati suasana sejuk di pinggir sawah.
Selama dua jam mereka di
rumah saya sebelum kemudian melanjutkan perjalanan menuju Malioboro dan
lain-lain.
Jum’at, 6 Mei 2016
Seorang teman lama dari Semarang mengagendakan kunjungan ke rumah saya pada
6 Mei. Dia akan datang bersama keluarganya. Akan tetapi, agenda terpaksa
dibatalkan karena ada acara lain yang lebih penting.
Hari itu saya urung kedatangan tamu. Sedih bercampur dengan suka.
Sedihnya karena hari itu tidak bisa berjumpa dengan teman lama. Sukanya karena pada
hari itu saya dan istri jadi punya cukup banyak waktu untuk belanja.
Jangan dikira saya dan istri sedang mengagendakan shopping ke mall
untuk mengisi liburan. Tidak. Kami tidak sedang berpikir tentang mall, tetapi
tentang pasar tradisional di Bantul. Di sanalah kami akan berbelanja sayuran,
ayam potong, buah-buahan, beras, dan sebagainya.
Hari itu kami memang harus berbelanja sangat banyak, tidak seperti
hari-hari biasa. Pasalnya, Sabtu (7 Mei), kami mendapat jatah membuat menu
sehat untuk teman-teman sekolah Ewa, anak kedua kami.
Tidak ada koki khusus, juga tidak perlu memakai jasa katering. Karena
kami biasa memasaknya sendiri. Istri yang memasak, sementara saya membantu mempersiapkan
keperluan yang dibutuhkan istri. Alhamdulillah, proses memasak berjalan lancar.
Sabtu pagi kami bisa mengirim 60 dus nasi ke sekolah si kecil, Ewa.
Sabtu, 7 Mei 2016
Bagian 1
Sekira jam 10.00 WIB seorang teman lama berkunjung ke rumah saya. Namanya
Mashur Amin. Usianya beberapa tahun di atas saya. Tetapi, saat nyantri dan
sekolah di Madrasah Diniyah Sunniyyah Selo, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah,
kami duduk satu kelas. Kami menyebutnya “sekolah sore” karena pembelajarannya
dilaksanakan dari jam 14.00 sampai jam 17.00 WIB. Sementara di sekolah formal atau
“sekolah pagi”, Mashur adalah kakak kelas saya. Kalau tidak salah ingat, 3
kelas di atas saya.
Setamat dari Madrasah Aliyah (setingkat SMA), Mashur melanjutkan studi
S1 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Perjuangannya untuk kuliah dilakoni dengan
berjualan koran dan bensin di dekat kampus UIN Sunan Kalijaga. Buah dari
perjuangan beratnya sudah bisa dia petik sekarang. Saat ini dia hidup
berkecukupan bersama seorang istri dan empat orang anak sebagai tokoh agama di selatan
Ambarukmo Plasa Yogyakarta.
Sabtu kemarin adalah kali pertama dia datangan ke rumah saya. Kami
memang sering bertemu dan berbincang, tetapi belum pernah saling mengunjungi
rumah. Maklum, karena masing-masing mempunyai kesibukan yang kerap tidak
mempertemukan untuk saling berkunjung.
Tahun lalu saya sempat sampai di rumahnya. Tetapi, hanya di depannya,
tidak sempat bercengkerama lama di dalamnya. Saat itu tanggal 17 Ramadhan, dia mengundang
saya untuk memberi ceramah Nuzulul Qur’an di masjidnya. Saya bertemu dan berbincang
lama dengannya di tempat pengajian. Bertemu juga dengan anak-anaknya.
Sayangnya, karena acara pengajian selesai larut malam dan ada agenda lagi yang lain,
saya hanya bisa berbincang sejenak dengannya di depan rumah. Tidak lama
kemudian, mobil miliknya yang dikemudikan oleh panitia segera membawa saya meninggalkan
lokasi.
Kedatangannya ke rumah Sabtu kemarin membawa misi khusus. Selain silaturahim, dia juga bermaksud menyurvei beberapa pesantren untuk tempat nyantri
anak perempuannya. Target survei hari itu adalah Pondok Pesantren Al-Imdad
Kauman, Wijirejo, Pandak, Bantul. Saya menemaninya ke pesantren untuk mendapatkan banyak informasi tentang pesantren tersebut.
Alhamdulillah, hari itu saya bisa menjamu tamu agung, walaupun hanya teh manis dan sedikit camilan. Saya buat dan suguhkan dengan tangan saya sendiri, karena saat itu istri sedang tidak berada di rumah.
Bagian 2
Sabtu malam Ahad, selepas Maghrib, kami kembali berbahagia hati bisa
menjamu tamu. Kali ini tamunya adalah para ibu dan adik-adik peserta tadarus rutin
al-Qur’an. Sekira 70-an orang.
Setiap malam Ahad saya memang mengasuh majelis ta’lim dan tadarus
al-Qur’an. Tempatnya selalu berpindah dari satu rumah ke rumah yang lain.
Kebetulan malam itu giliran saya sebagai tuan rumah.
Agar fokus pada kegiatan tadarus dan ta’lim, juga supaya tidak
memberatkan tuan rumah, saya terapkan aturan bahwa suguhan yang dikeluarkan oleh
tuan rumah tidak boleh berupa nasi, tetapi cukup minuman dan camilan yang
sederhana.
Ahad, 8 Mei 2016
Aktivitas dapur dan memuliakan tamu belum berakhir. Kali ini kami
kedatangan tamu sekira 90-an orang, keluarga besar Trah atau Bani Syaibani,
keluarga besar dari ibu mertua saya.
Keluarga besar Bani Syaibani memang mempunya agenda pertemuan rutin
setiap Ahad Pon. Orang Jawa menyebutnya lapanan atau selapanan. Pada
saat itulah seluruh keluarga, yang sudah beranak cucu, bahkan bercicit,
berkumpul bersama. Dari yang tua sampai yang masih bayi, ada semua.
Pertemuan keluarga besar seperti ini banyak sekali manfaatnya. Di
antaranya bisa menjadi forum saling mengenal. Semakin banyak keturunan suatu
keluarga, kemungkinan tidak saling mengenal di antara mereka bisa saja terjadi.
Syahdan, suatu hari dua pemuda saling beradu mulut hingga berujung adu jotos. Mereka
lalu mengadu kepada orang tua masing-masing. Apa yang terjadi ketika orang tua
mereka saling bertemu? Ternyata mereka masih bersaudara, walau tidak saudara
dekat. Andai di keluarga mereka diadakan pertemuan seperti Bani Syaibani, adu
jotos itu pasti tidak akan terjadi. Karena mereka saling mengenal.
Allah Swt berfirman, “Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’: 1)
Satu hal yang membuat saya takjub sekaligus malu, yaitu keistiqamahan Simbah
Ashim dalam pertemuan tersebut. Beliau adalah adik dari simbah mertua saya. Sudah
cukup lama beliau terserang stroke sehingga tidak bisa berjalan dan berbicara. Dengan
kondisi seperti itu, sedikit pun tidak menyurutkan semangatnya bersilaturahim.
Beliau tetap datang dalam pertemuan rutin keluarga besar Bani Syaibani di mana
pun digelar. Walaupun untuk sampai ke lokasi, beliau harus digendong.
Selain Simbah Ashim, simbah mertua saya juga hadir dengan kondisi yang
tidak lagi sesehat dulu. Untuk hadir dalam pertemuan, beliau harus menggunakan
kursi roda.
Semoga Allah membalas semangat silaturahim mereka dengan balasan yang
istimewa. Aamiin...
14 comments:
Wah acaranya seru banget kang, silaturahmi itu harus selalu tetap di jaga ya kang dan tamu yang datang juga harus di muliakan seperti seorang raja ...
Semangatnya membaca tulisan om irham. senang saya melihat perkumpulan keluarga besar gitu, apalagi acara yg diadakan positif. keluarga yg harmonis ya om. banyak silaturahmi dengan saudara dan teman membuat kita merasa bahagia, lapang rezeki dan tentunya semakin dekat dengan mreka semua.
Iya, Mas. Alhamdulillah, sangat menyenangkan.
Iya, alhamdulillah... Di keluarga Rahayu ada juga pertemuan seperti itu, kan?
jarang om. mgkn pas jelang lebaran om, karena daerah jauh jauh. :(
Ayu berapa bersaudara?
Saya sebenarnya pengen kaya mas irham tapi keluarga saya pada jauh jauh mas rumahnya bahkan ada yang beda kota, tapi kalau hari raya idul fitri selalu disempatkan berkumpul.
Keluarga asli dari saya juga jauh, Mas. Makanya, kalau keluarga yg asli dr saya, bisanya kumpul pas lebaran. Yang saya tulis di atas itu keluarga besar dr istri saya, khususnya dr ibu mertua saya. :)
semoga tulisan ini bisa. menginspirasi banyak orang. termasuk saya.. amin
Aamiin, terima kasih, Mas Said.
Tulisan yg menginspirasi mas...
Silaturahmi adalah perbuatan yg mulia, tidak jadi masuk surga bagi orang-orang yg memutaskan tali silaturahmi.. begitu kata pak Ustadz
Iya, Mas, tidak sepantasnya kita merenggangkan atau bahkan memutuskan ikatan persaudaraan.
Masya Allah, senangnya kalau keluarga besar punya agenda rutin silaturahim. Kalau keluarga kami, kebetulan banyak yg beda kota, jadi bertemunya pas Syawal.
Iya, Mbak, menyenangkan sekali.
Tapi, itu keluarga besar dari istri saya kok. Kalau keluarga asli dari saya juga pas Syawal kumpul barengnya. Maklum, lintas kota. :)
Post a Comment