ads
Monday, May 23, 2016

May 23, 2016
26
Sumber Gambar
Julaibib, nama ini tidak begitu dikenal. Bahkan, Julaibib sendiri tidak mengenal siapa ayahnya, ibunya, kakeknya, dan dari suku mana berasal.

Julaibib menjadi sosok yang tersisih dari komunitas Yatsrib (Madinah) kala itu. Tampilan ragawinya sungguh tak sedap dipandang mata. Berkulit hitam. Berbadan pendek. Bungkuk pula.

Jangan tanya juga bagaimana tingkat kesejahteraannya. Andai saat itu ada Askeskir (Asuransi Kesejahteraan Rakyat Fakir), bisa jadi dialah yang pantas didahulukan. Jangankan rumah, gubuk untuk sekadar berteduh pun tak punya. Jangankan kasur, selendang hangat sekadar untuk alas tidur juga tiada. Dia sudah biasa beralaskan pasir dan kerikil, berbantalkan tangan.

Begitulah Julaibib, tak ada kelebihan secara ragawi dan materi. Tetapi, dia dia punya cinta. Cinta yang tiada pernah redup dari bara. Cinta yang terus menyala. Cinta kepada habibina wa sayyidina Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.


Pernikahan Indah Julaibib
Suatu hari Kanjeng Nabi bertanya lembut kepada Julaibib, ”Hai Julaibib, tidakkah engkau menikah?”

”Menikah dengan siapa, ya Rasulallah?” jawab Julaibib dengan senyum khasnya. ”Orang tua mana yang mau menikahkan putrinya dengan saya?”

Julaibib memang tak pernah meratapi takdirnya yang tak beruntung. Ragawinya yang buruk, tak membuatnya merutuk. Statusnya sebagai seorang fakir, tak membuatnya menyalahkan takdir. Senyum dan tawa Julaibib tetap saja merekah. Walau hati kecilnya tidak yakin akan hadir perempuan yang mau dia nikah.

Pertanyaan yang sama tidak hanya sekali atau dua kali disampaikan oleh Kanjeng Nabi. Sebanyak pertanyaan itu diajukan, sebanyak itu pula jawaban yang sama diberikan. “Menikah dengan siapa, ya Rasulullah? Orang tua mana yang mau menikahkan putrinya dengan saya?”

Tekad Kanjeng Nabi untuk mencarikan pasangan hidup bagi Julaibib bukanlah basa-basi. Pada hari yang lain, Rasulullah menemui seorang lelaki Anshor untuk menanyakan perihal putrinya.

“Wahai sahabatku,” kata Nabi, “kedatanganku kemari untuk menikahkan putrimu.”

”Senang sekali mendengar kabar bahagia ini,” kata si lelaki Anshor berseri-seri. “Betapa indah dan berkah!”

Dia mengira bahwa Kanjeng Nabi akan menikahi putrinya. Melihat salah kira tersebut, Kanjeng Nabi buru-buru meluruskan.

”Bukan untukku,” kata Rasulullah. ”Aku meminangnya untuk orang lain.”

“Untuk siapa, Kanjeng Nabi?” lelaki Anshor itu sangat penasaran.

”Untuk Julaibib,” jawab Nabi singkat.

“Julaibib?!” lelaki Anshor itu nyaris terpekik.

Beberapa saat lelaki Anshor itu terdiam. Hanya terdengar helaan napasnya yang berat.

”Saya belum bisa memberi keputusan apa-apa,” kata si lelaki Anshor. “Akan saya rembukkan dulu dengan istri di rumah.”

Di rumah, sang istri juga terkesiap mendengar kabar itu dari suaminya.

”Bagaimana bisa putriku yang molek dinikahkan dengan Julaibib?” ratap sang Istri. “Si buruk rupa, tak bertahta, dan tak berharta. Aku tidak rela anakku dengannya!”

Sang Putri yang mendengar rutukan ibunya segera keluar dari kamarnya.

”Siapakah yang memintaku menikah dengan Julaibib?” tanya sang Putri.

“Rasulullah,” jawab sang Ayah dan sang Ibu hampir bersamaan.

”Demi Allah, saya tunduk dan patuh kepada perintah Rasulullah,” tegas sang Putri. “Apa pun yang diperintahkan Rasulullah pasti akan membawa kebaikan. Tidak akan membawa kehancuran dan kerugian.”

Sang Putri lalu menyitir ayat ke-36 dari surat al-Ahzab.

“Dan tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS Al Ahzab [33]: 36)

Keputusan yang tidak mudah bagi kebanyakan para wanita, tunduk dan patuh secara total kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi, tidak bagi perempuan yang dijodohkan dengan Julaibib itu. Walaupun sebelumnya tak pernah memimpikan bersanding dengan si buruk rupa, tetapi putri yang taat itu begitu mudah menyanggupinya. Jangankan memimpikannya, selintas saja membayangkan tentu tak pernah. Tetapi, begitulah dia menegaskan ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia terima lamaran Kanjeng Nabi untuk Julaibib.

Kanjeng Nabi sangat terharu dengan ketaatan perempuan itu. Secara khusus beliau mendoakan, ”Allahumma shubba ‘alaihal khaira shabban shabba.. Wa la taj’al ‘aisyaha kaddan kadda.. Ya Allah, limpahkanlah kebaikan kepadanya dengan limpahan yang terus menerus dan penuh berkah. Janganlah Kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah..”


Malam Pertama bersama Bidadari Surga
Julaibib telah menjadi seorang suami. Namun, hasratnya untuk bercinta pada malam pertama terpaksa dia tunda. Ada hasrat lain yang lebih menggoda, berjihad di medan laga. Cinta Julaibib kepada Allah dan Rasul-Nya tak tersurutkan oleh cintanya kepada sang istri. Hasrat Julaibib untuk menegakkan panji Islam dan melawan kezaliman tak terpadamkan oleh hasrat kelelakiannya kepada sang istri.

Begitulah, Julaibib dan istrinya, sama-sama melabuhkan cinta pada ketaatan. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Melintasi rasa suka maupun tidak suka.

Hari itu tidak menjadi “malam pertama” bagi Julaibib dan istrinya. Julaibib, si bungkuk dan buruk rupa, melangkah gagah menuju medan laga. Saat perang usai, Kanjeng Nabi menanyai para sahabat, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”

“Tidak, ya Rasulallah,” jawab mereka bersamaan.

Kanjeng Nabi mengulang pertanyaan yang sama. Kali ini para sahabat mulai ragu. Tidak seyakin sebelumnya.

“Hmmm..., sepertinya tidak, ya Rasulallah.”

Dengan menghela napas dalam-dalam, Kanjeng Nabi berkata, “Aku telah kehilangan Julaibib.”

Para sahabat tersadar. Julaibib --sosok yang ada dan tiadanya tidak pernah mereka perhitungkan-- telah syahid di medan perang. Takdir Allah menetapkan, Julaibib melunasi malam pertamanya di surga. Bersama bidadari-bidadari jelita. Walau senyatanya sang Istri di dunia taat dan bertakwa, namun para bidadari surga lebih merindukannya.

Sumber Gambar

Si Buruk Rupa yang Membuat Iri Semua Jiwa
Sosok miskin harta dan buruk rupa tetapi kaya cinta, dia telah membuat iri semua jiwa. Tidak hanya pada masanya, tetapi hingga kiamat tiba. Bagaimana tidak, saat dia syahid di medan laga, Rasulullah-lah yang secara khusus merawatnya. Beliau pula yang menshalatkan.

Saat menanti penggalian lahat, paha beliaulah yang menjadi alas peristirahatannya. Tangan beliau menjadi bantalnya. Bahkan, saat pengebumian, beliaulah yang membaringkannya.

Tidakkah ini membuat kita iri? Akan semakin iri tatkala kita mendengar kata-kata Nabi untuk Julaibib. “Ya Allah, hadza minni wa ana minhu (dia adalah bagian dariku, dan aku bagian darinya).”

Begitulah kekuatan cinta. Dan kelak, setiap orang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya.


Akhir Kisah Janda Julaibib
Allah telah menakdirkan kebersamaannya dengan Julaibib sekejap mata. Hanya sebentar. Bahkan, untuk bermalam pertama pun mereka tak sempat.

Sepeninggal Julaibib, sang Istri hidup dalam kebaikan dan anugerah Allah yang tak berkesudahan. Secara materi, lebih dari cukup. Bahkan, Sahabat Anas bin Malik menyaksikan sendiri kedermawanan janda Julaibib itu. Tak satu pun wanita Madinah yang sedekahnya melampauinya. Bahkan, para lelaki Madinah juga dibuat terpesona oleh kecantikan dan kesalehannya. Mereka bukan lelaki biasa, melainkan pejabat dan orang-orang kaya. Berebut meraih hati dan kesalehan janda Julaibib.

Benarlah doa Kanjeng Nabi yang dulu beliau ucapkan untuknya; ”Allahumma shubba ‘alaihal khaira shabban shabba.. Wa la taj’al ‘aisyaha kaddan kadda.. Ya Allah, limpahkanlah kebaikan kepadanya dengan limpahan yang terus menerus dan penuh berkah. Janganlah Kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah.”


26 comments:

Santi Dewi said...

saya pernah membaca tentang kisah julaibab ini, tapi disini saya membacanya lengkap. Makasih atas sharing-nya

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah, terima kasih kembali, Mbak Santi.

Unknown said...

Sebelumnya saya juga pernah denger cerita ini namun tidak selengkap yang ada di artikel kang irham syaroni ini :)

Irham Sya'roni said...

Semoga bermanfaat, ya, Mas.

Admin Galeri Islam said...

Julaibib, luar biasa, cintanya kepada Allah dan Rasulullah, melebihi segalanya. saya pun iri, namun apakah saya bisa seperti beliau? Allah ya karim

Irham Sya'roni said...

Begitu juga perempuan yang dijodohkan dengan Julaibib, ya, Kang; cintanya kepada Allah dan Rasul mengalahkan hasratnya kepada lelaki ganteng. :)

Admin said...

Cerita ini bisa menginspirasi byk org om.. raga yg buruk gak selamanya hati seseorang jg buruk.. malah kebaikannya seseorang tsb bisa membuat dirinya lebih dihormati dri yg lain..

Irham Sya'roni said...

Bener banget, Hayy... Karena ketampanan dan kecantikan yang memancar dari dalam hati lebih kuat energinya, ya, Hayy.

Sri Lestari said...

Subhanallah cerita yang sangat mengharukan sekali mas saya sampai terus fokus membacanya.

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah, kalau sampai fokus, berarti membacanya sungguh-sungguh. :)

Ummi Nadliroh said...

Subhanallah, mbrebes mili bacanya. Cinta pada Rasulullah yg seperti Julaibib dan istrinya, masih adakah saat ini?

Irham Sya'roni said...

Mengharukan sekaligus menjadi cermin bagi kita, ya, Mbak; benarkah kita cinta dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. :(

Kang Nurul Iman said...

Subhanallah sungguh kekuasaan allah itu memang tidak ada yang bisa nandingi yang mas, di setiap perbuatan pasti akan ada balasannya termasuk berbuat baik.

Irham Sya'roni said...

Iya, Mas. Setiap kebaikan, pasti akan dibalas secara baik juga oleh Tuhan.

Insan Muliadi said...

subhanallah.... cerita yang sangat menyentuh...

Irham Sya'roni said...

Iya, Mas. Menyentuh banget

Ahmad Zaelani said...

”Demi Allah, saya tunduk dan patuh kepada perintah Rasulullah,” tegas sang Putri. “Apa pun yang diperintahkan Rasulullah pasti akan membawa kebaikan. Tidak akan membawa kehancuran dan kerugian.” cewek kek gini masih ada gak yah ??? jahahah
Jualibib juga rela mengobarkan malam pertamanya demi berlaga di medan perang, jadi udah jelas kalau kecinta kepada allah dan rasulnya lebih tinggi,,, semoga kita bisa mengambil hal positif dari cerita diatas...

Sulis said...

Klo sekarang... Masihkah ada orang yang seperti itu? Sangat jarang mungkin. Pak, ada tulisan ttng riba ndak? Ndilalah smlem ada pngajin ttng riba dan ada statement kyainya.. "Jauhi bank komersil...karena scr tak langsung kita trlibat dalam riba". Klo rentenir, iya itu haram. Dosa. Tapi bank yang biasa kita pake jasanya untuk nabung? Saya memaknai riba bank mmng wilayah abu2.dan akhirnya cuma balik ke niatan awalnya gmn. Soalnya klo saklek hitam-putih, gimana status gaji pegawai bank, asuransi, etc..*sori, out of fokus... Ga sesuai topik. Tp ini satu2nya blog agama yang saya follow

Irham Sya'roni said...

Aamiin... semoga bisa memetik hikmahnya dan meneladaninya, ya, Mas.

Irham Sya'roni said...

Wah, maaf, belum ada ulasan tentang itu di sini, Mbak. Yang dimaksud beliau mungkin bank konvensional itu, ya, Mbak. Soalnya, semua bank baik yang berlabel konvensional maupun syariah pd dasarnya punya sama, komersial/bisnis. Ttg hal itu memang ada perbedaan pendapat. Ada yg bilang haram, ada yg bilang mubah (boleh), dan ada yg berpendpat syubhat (abu-abu). Silakan mengukuhi yg mana. Semoga lain waktu saya bisa menuliskannya...

Rach Alida Bahaweres said...

SubhanaAllah, aku baru tahu kisah Julaibib, pak. Terima kasih ya telah berbagi pak. Hingga kini masih banyak yang melihat seseorang dari penampilan.

Irham Sya'roni said...

Sama-sama, terima kasih kembali, Mbak. Semoga kita bisa memetik hikmah di balik kisah di atas.

Maman Achman said...

Sebuah kisah yang sangat inspiratif, untuk kita jadikan pelajaran bagi kita semua, makasih pak, sudah berbagi dan mohon ijin follow blognya :)

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah. Terima kasih kembali, Mas. Senang bisa berbagi dan bersahabat dengan Mas Maman dan sahabat-sahabat lain.

GE MAULANI said...

Saya baru tahu tentang Julaibib ini. Meskipun penampilannya berbeda dan tak memiliki harta tapi memiliki cinta yang begitu besar kepada Allah dan Rasul-Nya bahkan dikasihi oleh kanjeng Nabi. Terima kasih sudah berbagi ceritanya mas :)

Irham Sya'roni said...

Sama-sama, terima kasih kembali, Mbak Gilang. Semoga menginspirasi kita.