ads
Friday, April 29, 2016

April 29, 2016
16

Kemarin pagi, 28 April 2016, sekejap setelah mendengar kabar kewafatan beliau, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, ingin rasanya segera menuliskan apa pun tentang beliau. Akan tetapi, karena pekerjaan di “sawah” sedang menumpuk, terpaksa baru hari ini saya bisa menuliskannya.

Beliau merupakan satu dari sekian banyak kiai alim yang saya idolakan. Mutafaqqih fiddin (seorang yang mendalam ilmu agamanya). Kepakarannya dalam bidang hadits tidak diragukan lagi. Pendekatan beliau dalam berdakwah sangat lugas, namun tegas. Beliau pun moderat dan mengayomi semua pihak.

Saya memang tidak pernah belajar dan bertatap muka langsung dengan beliau. Akan tetapi, itu tidak menciutkan semangat saya untuk mencerap walau setitik ilmu dan hikmah dari beliau. Sekian banyak buku karya beliau saya beli dan kaji. Sekian banyak rekaman pengajian beliau saya simpan dalam komputer untuk saya istima’ (dengarkan) kapan saja.

Saya masih ingat betul apa yang saya lakukan di depan ka’bah setahun lalu, Mei 2015. Setiap kali thawaf, setiap kali itu pula saya berdoa/memohon kepada Allah agar dikaruniai anak, cucu, cicit, atau keturunan yang ahli hadits. Doa itu terapal karena keprihatinan terhadap diri saya sendiri yang tidak menguasai ilmu hadits. Juga keprihatinan hati menyaksikan betapa makin berkurangnya para pakar hadits saat ini. Kiai pakar fiqih, banyak. Ustad yang ahli pidato, bejibun. Apalagi artis yang diustadkan, tak terhitung banyaknya. Kiai dan ustad yang ahli politik, buanyak buanget. Tetapi, tokoh yang pakar hadits, bisa dihitung berapa banyaknya saat ini.

Riwayat Pendidikan Kiai Ali
Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub (Kiai Ali), lahir di Kemiri, Batang, Jawa Tengah, pada 2 Maret 1952 M. Pendidikan SD dan SMP beliau lakoni di kota kelahiran, Batang. Setamat SMP, Kiai Ali memilih nyantri di suatu pesantren di Seblak, Jombang (1969).

Selepas dari Seblak, putra Kiai Yaqub ini melanjutkan nyantri di Pesantren Tebuireng, Jombang, hingga lulus dari Fakultas Syariah Universitas Hasyim Asy’ari. Setamat dari Jombang beliau melanjutkan pengembaraan ilmiahnya ke Fakultas Syariah Universitas Muhammad ibnu Saud, Arab Saudi. Dan, terakhir pada tahun 2008 beliau merampungkan pendidikan S3 di Universitas Nizamia, India.

Berikut riwayat singkat perjalanan pendidikan beliau, Kiai Ali.
·         Pondok Pesantren Seblak Jombang (1966–1969).
·         Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang (1969–1971).
·         Fakultas Syariah Universitas Hasyim Asy’ari, Jombang (1972–1975).
·   Fakultas Syariah (S1) Universitas Islam Muhammad bin Saud (King Saud), Riyadh, Saudi Arabia (1976–1980).
·        Pascasarjana (S2) Universitas Islam Muhammad bin Saud (King Saud), Riyadh, Saudi Arabia, Spesialisasi Tafsir Hadits (1980–1985).
·     Universitas Nizamia, Hyderabad, India, Spesialisasi Hukum Islam (S3, 2005–2008).

Mengapa Memilih Menekuni Hadits?
Pilihan menekuni bidang (khususnya) hadits telah tumbuh sejak beliau nyantri di Tebuireng. Adalah Kiai Syamsuri Baidhawi Jombang, sosok yang telah menumbuhkan benih-benih kecintaan Kiai Ali kepada hadits. Kepada Kiai Ali, Kiai Syamsuri pernah mengatakan bahwa belajar hadits itu lebih nikmat daripada belajar fiqih. Mengkaji hadits Nabi bisa mendorong diri untuk memperbanyak bershalawat kepada Kanjeng Nabi.

Kiai Ali merasakan sendiri bahwa apa yang disampaikan oleh Kiai Syamsuri memang benar. “Bahkan saya mendapatkan kenikmatan ada dua. Pertama, ketika membaca hadits, kita punya nuansa seperti sedang berada di hadapan Rasulullah. Kedua, dalam belajar hadits kita banyak mengucapkan shalawat, dan itu suatu hal yang positif dan menyenangkan,” ungkap Kiai Ali dalam suatu kesempatan.

Ahmad Rifki, mahasantri Kiai Ali, mengisahkan bahwa kecintaan Kiai Ali dalam menggeluti hadits-hadits Rasululllah tidak selesai saat kuliah saja. Dengan berbagai cara, seperti menulis, mengajar, dan mendakwahkan hadits-hadits Rasulullah pun beliau lakukan. Bahkan dalam beberapa permasalahan, beliau banyak mendapatkan kritik lantaran kegigihan beliau mempertahankan hadits-hadits Rasulullah dari pemahaman yang tidak benar menurut beliau. Oleh karenanya, sekira tahun 2014 Kiai Ali menulis suatu kitab yang khusus membahas cara memahami hadits dengan benar. Awalnya, karya beliau ini ditulis dengan menggunakan bahasa Arab yang berjudul Al-Thuruq al-Shahihah fi fahmi as-Sunnah an-Nabawiyah, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Cara-cara Benar dalam Memahami Sunnah Nabi.

Singkatnya, dalam buku tersebut, Kiai Ali menegaskan bahwa memahami hadits Rasulullah tidak cukup dengan modal kemampauan ilmu tata bahasa Arab saja, seperti ilmu Nahwu dan Sharaf. Setidaknya, ada 7 permasalahan yang mesti dipahami dalam mengkaji hadits.
-      Majaz yang terdapat dalam hadits.
-      Takwil dalam hadits.
-      'Ilat yang terdapat dalam hadits.
-      Geografi dalam hadits.
-      Tradis Arab yang terdapat dalam hadits. 
-      Kondisi sosial.
-      Sebab datangnya hadits.

Kiprah Kiai Ali
Sepulang belajar dari Saudi Arabia, Kiai Ali bercita-cita hendak menetap di Irian Jaya atau Timor Timur. Beliau begitu berhasrat untuk merintis lahan baru di sana sambil bertani pada siang hari dan mengajarkan agama kepada masyarakat pada sore hari. Namun, cita-cita besar beliau tidak terwujud. Beliau ditakdirkan oleh Allah menetap di Jl. SD. Inpres No. 11 RT.002 RW.09 Pisangan-Barat Ciputat 15419 Tangerang-Selatan Banten. Di sanalah beliau mendirikan Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences (Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah) pada 1997.

Dari Ciputat itu pula beliau berbagi ilmu sebagai dosen di beberapa kampus, seperti Institut Ilmu al-Quran (IIQ), Institut Studi Ilmu al-Quran (ISIQ), Sekolah Tinggi Islam Dakwah (STIDA) al-Hamidiyah, dan UIN Syarif Hidayatullah.

Berikut di antara kiprah Kiai Ali yang dapat terdokumentasikan.
·     Pengasuh Pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus Sunnah, Pisangan-Barat, Ciputat (sejak 1997).
·       Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat (2005–2010).
·       Wakil Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) Majlis Ulama Indonesia (MUI)  (1997–2010).
·   Guru Besar Hadits & Ilmu Hadits Institut Ilmu al-Quran (IIQ) Jakarta (Sejak 1998).
·         Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta (2005–2016).
·    Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Fatwa (Sejak 2010).
·         Penasihat Syariah Halal Transactions of Omaha Amerika Serikat (Sejak 2010).
 
Kiai Ali dan Barack Obama (November 2010)


Produktif Menulis
Saya pernah mendapat wejangan dari seorang guru, bahwa seorang santri selain piawai khitabah (pidato/ceramah) juga harus pandai kitabah (menulis). Ini dibuktikan oleh Kiai Ali. Selain piawai berceramah, beliau juga produktif dalam menulis. Tercatat ada puluhan karya beliau dalam bahasa Indonesia, Arab, maupun Inggris. Beberapa di antaranya telah mengisi perpustakaan pribadi rumah saya. Beberapa di antara juga telah khatam saya baca.

Berikut di antara karya beliau yang terpublikasikan.

  1. Memahami Hakikat Hukum Islam (Alih Bahasa dari Prof. Dr. Muh. Abdul Fattah al-Bayanuni, 1986).
  2. Nasihat Nabi kepada Para Pembaca dan Penghafal al-Quran (1990).
  3. Imam al-Bukhari dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadits (1991).
  4. Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (Alih Bahasa dari Prof. Dr. Muhammad Mustafa Azami, 1994).
  5. Kritik Hadits (1995).
  6. Bimbingan Islam untuk Pribadi dan Masyarakat (Alih Bahasa dari Muhammad Jamil Zainu, Saudi Arabia, 1418 H).
  7. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi (1997).
  8. Peran Ilmu Hadits dalam Pembinaan Hukum Islam (1999).
  9. Kerukunan Umat dalam Perspektif al-Quran dan Hadits (2000).
  10. Islam Masa Kini (2001).
  11. Kemusyrikan Menurut Madzhab Syafi’i (Alih Bahasa dari Prof. Dr. Abdurrahman al-Khumayis, 2001).
  12. Aqidah Imam Empat Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad (Alih Bahasa dari Prof. Dr. Abdurrahman al-Khumayis, 2001).
  13. Fatwa-fatwa Kontemporer (2002).
  14. MM Azami Pembela Eksistensi Hadits (2002).
  15. Pengajian Ramadhan Kiai Duladi (2003).
  16. Hadits-hadits Bermasalah (2003).
  17. Hadits-hadits Palsu Seputar Ramadhan (2003).
  18. Nikah Beda Agama dalam Perspektif al-Quran dan Hadits (2005).
  19. Imam Perempuan (2006).
  20. Haji Pengabdi Setan (2006).
  21. Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal (2007).
  22. Ada Bawal Kok Pilih Tiram (2008).
  23. Toleransi Antar Umat Beragama (Bahasa Arab–Indonesia 2008).
  24. Islam di Amerika; Catatan Safari Ramadhan 1429 H Imam Besar Masjid Istiqlal (Bahasa Inggris–Indonesia 2009).
  25. Kriteria Halal-Haram untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Menurut al-Quran dan Hadits (2009).
  26. Mewaspadai Provokator Haji  (2009).
  27. Islam Between War and Peace (Pustaka Darus-Sunnah 2009).
  28. معايـير الحلال والحرام في الأطعمة و الأشر بة و الأدوية والمستحضرات التجميلية على ضوء الكتاب و السنة  (2010)
  29. Kiblat; Antara Bangunan & Arah Ka’bah (Bahasa Arab-Indonesia 2010).
  30. القبـلة على ضوء الكتاب و السنـة باللغـة العربيـة (2010)
  31. 25 Menit Bersama Obama (Masjid Istiqlal Jakarta 2010).
  32. Kiblat Menurut al-Quran dan Hadits; Kritik Atas Fatwa MUI No.5/2010 (2011).
  33. Ramadhan Bersama Ali Mustafa Yaqub (2011).
  34. Cerita dari Maroko (2012).
  35. Makan Tak Pernah Kenyang (2012).
  36. Ijtihad, Terorisme, dan Liberalisme (Bahasa Arab-Indonesia 2012).
  37. Panduan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (Hisbah) (Bahasa Arab-Indonesia 2012).
  38. Masih banyak lagi lainnya.

Melihat sekian banyak karya beliau, membuat saya tertunduk malu. Aktivitas yang superpadat tidak menyurutkan semangat beliau untuk menulis. Bahkan sangat produktif. Sementara saya, untuk sekadar membuat tulisan pendek di blog (padahal menulis di blog tidak butuh berlembar-lembar, kan?), beratnya minta ampun. L

Wasiat Kiai Ali
Di antara wasiat Kiai Ali, sebagaimana didokumentasikan oleh Ust.Iman Ni’matullah, mahasantri beliau di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Science, adalah sebagai berikut.

-      Wasiat Pertama: Jangan mati sebelum menjadi penulis.
Menulis adalah cara efektif dalam berdakwah. Tulisan akan tetap kekal meski penulisnya terkubur dalam tanah. Walaa tamuutunna illa wa antum kaatibuun (Janganlah kalian mati, kecuali sudah menjadi penulis.)

-      Wasiat Kedua: Istiqamah dalam shalat berjamaah.
Salah satu syarat kredibilitas perawi hadits adalah menjaga shalat berjamaah. Kalau mau memilih guru, lihat konsistensinya dalam shalat berjamaah.

-      Wasiat Ketiga: Kuasai bahasa asing.
Laa khidmata illa bil arabiyah. Pak Kiai hanya mau berbicara bahasa Arab dengan santrinya baik yang masih di pondok maupun sudah menjadi alumni. Pak Kiai pun minta diajari santrinya bahasa Inggris waktu akan safari dakwah ke Amerika Serikat.

-      Wasiat keempat: Ijazah Darus Sunnah untuk mengabdi kepada umat, bukan untuk mencari kerja.
Memberi manfaat sebanyak mungkin untuk umat. Berdakwah harus ikhlas, jangan meminta imbalan kepada umat, apalagi memasang tarif.

-      Wasiat kelima: Hidup yang rapi dan bersih.
Ihtarim nafsaka, yahtarimka annaas (Hormati dirimu maka orang-orang akan menghormatimu). Pakaian, masjid, kamar, dan toilet harus bersih dan rapi.


Selamat Jalan Kiai
Kamis, 28 April 2016, tersiar kabar bahwa beliau, Kiai Ali, wafat. Kabar yang tak begitu mudah saya percaya, karena rasanya baru kemarin menyaksikan beliau tampil di televisi. Namun, kenyataannya memang demikian; Allah telah berkehendak mewafatkan beliau pada hari itu, pukul 06.00 WIB di Rumah Sakit Hermina, Ciputat. Beliau meninggalkan seorang istri, Ulfa Uswatun Hasanah, dan seorang anak laki-laki Ziaul Haromain.

Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Mautul ‘alim mautul ‘alam (kematian seorang yang alim adalah kematian bagi alam).

Jenazah Kiai Ali dishalatkan, diimami oleh KH. Syukron Ma'mun.

Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam bersabda :

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ؛ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan serta merta mencabutnya dari hati manusia. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama. Kalau Allah tidak lagi menyisakan seorang ulama pun, maka manusia akan menjadikan pemimpin- pemimpin yang bodoh. Kemudian para pemimpin bodoh tersebut akan ditanya dan mereka pun berfatwa tanpa ilmu. Akhirnya, mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga Allah menerima segala amal baik Panjenengan. Memberikan jannah dan ridha sebagai balasan atas perjuangan Panjenengan. Dan, mengampuni segala salah dan khilaf Panjenengan. Aamiin...

Selamat jalan Kiai!
Selamat jalan sang pakar hadits!
Makam beliau di kompleks Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences Ciputat.
Sumber Foto  

Referensi:



16 comments:

Unknown said...

Selamat jalan Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, semoga amal ibadahnya di terima di sisi ALLAH SWT amin yra ..

Admin said...

Ya Allah, wajahnya begitu tenang. seperti lagi tidur dan beristirahat. Selamat jalan kiai Mustafa.. Semoga Allah menempatkan Surga kepada Beliau. Amiiin :)

Irham Sya'roni said...

Aamiin ya Rabbal'aalamiin...

Irham Sya'roni said...

Aamiin ya Rabbal'aalamiin...

ADMIN said...

Innalillahi wainnailaihi rajiun. semoga amala kebaikannya di terima di sisi allah :) Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub

Irham Sya'roni said...

Aamiin ya Rabbal'aalamiin...

Sumarni Wec said...

Innalillahi wainnailaihi rajiun. semoga amal ibadah Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub di terima di sisi allah, amiiin

Irham Sya'roni said...

Aamiin ya Rabbal'aalamiin...

Kang Nurul Iman said...

Inalillahi wainailahi rajiun, semoga beliau selalu mendapatkan rahmat dari allah swt, dijauhkan dari siksa kubur, diberi kenikmatan dialam kubur, dan mudah mudahan ditempatkan ditempat yang paling mulia disisi allah swt, amin.

Irham Sya'roni said...

Aamiin ya Rabbal'aalamiin...

Nathalia Diana Pitaloka said...

innalillahi wa innailaihi rajiun...

Irham Sya'roni said...

Pada saatnya nanti, pasti ada giliran kita untuk kembali kepada-Nya, ya, Mbak. :'(

Fitri3boys said...

Innalillahi wainnailaihi rajiun. Turut berlasungkawa...semoga amal ibadah Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub di terima di sisi allah, amiiin


Irham Sya'roni said...

Aamiin ya Rabbal'aalamiin...

Kang Oim said...

merasa sangat sedih kehilangan sang panutan

Irham Sya'roni said...

Kita semua pasti sedih kehilangan beliau, ya, Kang. Satu per satu para alim dipanggil oleh Sang Yang Maha Pencipta alam raya. :(