ads
Wednesday, December 4, 2013

December 04, 2013

Tashawwur al-Mas’alah
http://majalah.hidayatullah.com/wp-content/uploads/2010/06/jamaah-putri_1526_l.jpg

Di beberapa masjid atau mushalla, kita bisa melihat penempatan shaf (barisan shalat berjamaah) yang beragam. Ada yang menempatkan wanita di samping pria dengan penghalang berupa kain selambu, dan ada pula yang menempatkannya di belakang shaf pria. Anak-anak, kadang ditempatkan bersama orang dewasa. Namun, ada pula yang menempatkannya di barisan paling belakang.

Al-As’ilah
Bagaimanakah menyikapi problem shaf yang terjadi di masyarakat? Adakah dampak yang ditimbulkan jika penempatan shaf tidak sesuai dengan ketentuannya?

Al-Mizan
Shalat berjamaah memiliki fadhilah yang sangat besar, sebagaimana tersurat dalam sabda Nabi Muhammad Saw:
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan 27 kali derajat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebagian ulama menafsirkan maksud dari “27 derajat” tersebut adalah bahwa melaksanakan satu kali shalat berjamaah (pahalanya) sama dengan melakukan 27 kali shalat sendirian. Namun, fadhilah-fadhilah ini akan hilang manakala seorang makmum melakukan hal-hal yang dimakruhkan dalam jamaah. Segala sesuatu yang dimakruhkan dalam berjamaah, apabila dilakukan maka bisa menghilangkan fadhilah berjamaah. Di antara contoh yang dimakruhkan dalam shalat berjamaah adalah berdiri sejajar dengan imam, memisahkan diri dari shaf, penempatan shaf yang tidak sesuai dengan ketentuan, mendahului gerakan imam (yang tidak melebihi dua rukun fi’li), dan lain-lain.

Sesuai dengan ketetapan fuqaha’, urutan penempatan shaf yang semestinya adalah laki-laki dewasa, kemudian anak-anak, khuntsa, lalu yang terakhir adalah wanita. Jika ketentuan urutan shaf seperti ini tidak terpenuhi maka mengakibatkan hilangnya fadhilah sebagaimana dijanjikan Rasulullah dalam sabdanya. Namun, apakah yang sirna hanya fadhilah shaf atau keseluruhan fadhilah berjamaah? Dalam hal ini, para fuqaha’ berbeda pendapat.
-      Menurut Al-Imam Ibnu Hajar, yang hilang/sirna adalah fadhilah berjamaah secara keseluruhan.
-      Menurut Imam Ramli, yang hilang hanya fadhilah shaf, bukan fadhilah jamaah secara keseluruhan.

Meski demikian, fenomena shaf yang menempatkan laki-laki dan perempuan dengan penempatan kanan-kiri (bukan depan-belakang), tidak bisa langsung kita vonis salah. Hal ini disebabkan, kadang masyarakat yang melakukan shalat berjamaah tidak langsung hadir secara bersamaan; ada yang datang awal, ada pula yang datang terlambat. Oleh karena itu, jika pada awal shalat berjamaah perempuan langsung berbaris di belakang barisan laki-laki, bisa jadi jamaah laki-laki yang terlambat datang akhirnya terpaksa berada di belakang jamaah perempuan. Jika kondisi shaf seperti ini yang terjadi, bisa mengakibatkan batalnya shalat (laki-laki di belakang perempuan). Mengapa? Karena laki-laki yang terlambat tersebut bisa masuk dalam kategori “Seorang laki-laki yang rabith (penyambung) shalat berjamaahnya adalah perempuan.”

Melihat realita semacam ini, para ulama salaf di Jawa memberi solusi dengan menempatkan barisan perempuan di samping laki-laki untuk menolak efek batalnya shalat jamaah laki-laki yang terlambat hadir. Hal ini selaras dengan kaidah fiqh:
دَرْءُ اْلمَفاَسِدِ مُقَدَّمٌ عَلىَ جَلْبِ اْلمَصَالِحِ
“Menolak bahaya lebih didahulukan daripada menggapai maslahat.”

http://smamsa-pati.sch.id/wp-content/uploads/2013/03/sholat_jamaah_pakarfisika.jpg
Selain itu, jika ada faktor pemicu lain semisal sempitnya area bagi jamaah wanita, maka diperbolehkan juga mereka menempatkan barisan wanita di samping barisan laki-laki dengan syarat harus ada satir (penghalang), misalnya dengan kain yang mampu menghalangi terlihatnya jamaah perempuan oleh jamaah laki-laki. Wallahu a’lam

Al-Ajwibah
Sesuai dengan ketetaan fuqaha’, urutan penempatan shaf semestinya adalah (dari urutan paling depan):
-      Laki-laki dewasa.
-      Anak-anak.
-      Khuntsa (orang berkelamin ganda).
-      Barisan terakhir adalah wanita.

Jika urutan tersebut tidak terpenuhi maka fadhilah shalat berjamaah akan sirna. Menurut Imam Ibnu Hajar, yang sirna adalah fadhilah berjamaah secara kesuluruhan. Adapun menurut Imam Ramli, yang hilang hanyalah fadhilah shaf, bukan fadhilah berjamaah secara keseluruhan.

Namun, karena para jamaah tidak dapat bersamaan hadir, maka diperbolehkan bagi jamaah perempuan untuk shalat di samping jamaah laki-laki, sebagai upaya untuk menolak dampak batalnya shalat jamaah laki-laki yang datang terlambat karena berada di belakang jamaah perempuan. Tetapi, syaratnya, antara jamaah laki-laki dan perempuan dipisahkan oleh sesuatu yang bisa menghalangi terlihatnya jamaah perempuan oleh jamaah laki-laki.

Al-Maraji’
-      Hasyiyah al-Jamal I/544.
-      I’anah ath-Thalibin II/25.
-      Al-Majmu’ IV/192
-      Syarh Muslim IV/159
-      Fath al-‘Allam II/539 dan 545.

    Repost dengan sedikit pemampatan dari buku Santri Lirboyo Menjawab; Majmu'ah Keputusan Bahtsul Masa-iel, penerbit: Pustaka Gerbang Lama, Kediri. Cet. VI. 2013. Hlm. 41-46

 

0 comments: