ads
Tuesday, December 3, 2013

December 03, 2013
1

http://www.booksjadid.com/2013/08/pdf_1781.html
Bukan Kamus Biasa
Kamus bahasa Inggris, bahasa Indonesia, bahasa Arab, bahasa Jawa, dan bahasa-bahasa lain, itu biasa. Sudah terlalu banyak kamus-kamus seperti itu berjejer di toko buku. Begitu juga kamus istilah kedokteran, istilah agama, istilah fisiki/kimia, dan istilah-istilah lain sudah terlalu sesak bertengger di rak toko buku. Bahkan, kamus anak gaul ala 4l4y pun sudah ada, kamus plesetan juga ada.

Nah, kamus yang satu ini barulah luar biasa alias tidak biasa. Benar-benar baru, unik, dan langka. Namanya Qamus Syata’im al-Albani, yang artinya kamus caci-maki atau umpatan al-Albani. Isinya adalah kumpulan kalimat cacian, hinaan, kata-kata kotor, dan sumpah serapah yang dilontarkan oleh Syaikh Nashiruddin al-Albani terhadap para ulama zaman dahulu maupun sekarang.

Bisa jadi ini adalah satu-satunya kamus atau buku yang mengoleksi dan mengidentifikasi kalimat-kalimat cacian dan kata-kata kotor, apalagi yang keluar dari mulut seorang tokoh panutan yang oleh pengikutnya digelari al-Muhaddits Abad Ini, yaitu Syaikh Nashiruddim al-Albani.

Mungkin di antara pembaca ada yang tersenyum kecut sambil berkomentar nyinyir, “Wah, kurang kerjaan saja penulis kamus ini, kata-kata kotor kok dikoleksi dijadikan kamus!”

Sekelebat memang tampak kurang kerjaan, tapi pembuatan kamus setebal 216 halaman ini oleh Sayyid Hasan bin Ali As-Saqqaf, seorang ulama asal Yordania, tentu mempunyai maksud dan tujuan yang tegas. Mungkin, di antaranya adalah untuk mengingatkan kita, khususnya tokoh-tokoh panutan, agar lebih menjaga lisannya. Tidak mudah melontarkan kata-kata kotor dan hinaan kepada orang lain atau tokoh lain yang kebetulan tidak sepaham dengan kita. Bagaimanapun dan dalam keadaan apa pun, kita ditarbiyah untuk menghormati orang lain dan menghargai perbedaan pendapat. Bukan justru mencacinya dan merasa sebagai pemilik tunggal kebenaran. Seperti inilah akhlak yang diajarkan oleh Kanjeng Nabi.


Layakkah?
Barangkali juga, melalui kamus ini, Sayyid Hasan bin Ali As-Saqqaf hendak mengajak kita untuk berpikir dengan menjawab pertanyaan: “Layakkah kita menjadikan orang yang gemar mencaci-maki sebagai panutan? Layakkah kita menyematkan gelar Muhaddits kepada orang yang gemar mengeluarkan kata-kata kotor?” Yach, mungkin pertanyaan krusial inilah yang ingin dilontarkan kepada kita untuk menjawabnya secara objektif dan dengan keterbukaan hati.

Setiap umat Islam tentu tahu bahwa Allah melarang caci-maki, mengutuk, mencela, dan mengeluarkan ungkapan-ungkapan buruk. Allah juga melarang kita memanggil orang lain dengan panggilan-panggilan yang buruk. Jadi, terang sekali bahwa kita tidak selayaknya mudah mencaci-maki dan memberi panggilan buruk kepada orang lain.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk (fasiq) sesudah beriman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. Wahai orang-orang yang beriman. Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” [Al-Hujuraat: 10-12]

Bagaimanapun, akhlak dan perbuatan apa pun dari seorang tokoh panutan --sedikit atau banyak-- tentu menginspirasi para pengikutnya. Mereka yang mengidolakan Superman, mungkin akan meniru-niru gaya superman. Mereka yang suka banget kepada Power Rangers, seperti anak laki-laki saya, pasti suka banget meniru gerakan-gerakan akrobatik sang pahlawan fiktif tersebut. Begitu juga jika kita mengidolakan seorang pemarah, pengumpat, dan doyan menjelek-jelekkan orang lain, kita pun akan terdorong untuk melakukan hal yang sama. Apa jadinya dunia ini jika setiap orang begitu mudah mencaci-maki dan menjelek-jelekkan orang lain serta merasa menjadi pemilik tunggal kebenaran? Bisa jadi akan meledakkan bencana kemanusiaan, kan?!

Keledai Dungu
Seperti apakah kata-kata kotor yang dirangkum Sayyid Hasan bin Ali As-Saqgaf dalam buku ini, yang ia kumpulkan dari ucapan-ucapan maupun tulisan-tulisan al-Albani? Beberapa di antaranya adalah:
·         Himar khassaf (keledai dungu)
·         Waqah (tidak punya rasa malu)
·         Syiddatu humqih (sangat tolol!)
·         Dhahalatu aqlih (sesat otaknya)
·         Istifhalu jahlil (ketololannya amat sangat)
·         Jahul (orang tolol!)
·         Dhal (sesat)
·         Mulabbis (penipu)
·         Kanud (kufur nikmat)
·         Jahil (orang bodoh)
·         Halik (binasa)
·         Muta’ashshib (tukang fanatik)
·         Thabl la yadri ma yakhruj min ra’sih (gendang yang tidak tahu apa yang keluar dari kepalanya)
·         Ka dhartati ‘air fi al-’ara (seperti ringkikan keledai liar di tanah lapang)
·         Fanzhuru ila iffatihi bal ufunatih (lihatlah kebersihannya bahkan kebusukan-kebusukannya)
·         Huwa akdzab min himari hadza (dia lebih dusta dari keledaiku ini)
·         Rafidhi mitslu al-himar (dia seorang rafidhi seperti keledai)
·         dan sebagainya.


Jika apa yang ditulis oleh Sayyid Hasan bin Ali As-Saqqaf adalah benar, tentu kita patut menyayangkannya. Tidak selayaknya pula kita ikut-ikutan menuruti nafsu dengan meluncurkan ucapan-ucapan kotor yang menyakiti orang lain.

Mari kita belajar menghormati orang lain, belajar menahan lisan kita dari ucapan-ucapan yang tidak baik, serta belajar melepaskan diri dari sikap merasa paling benar. Kita bisa belajar dari jawaban Nabi atas pertanyaan seorang laki-laki. Laki-laki itu bertanya: “"Muslim yang bagaimanakah yang paling baik?" Beliau menjawab: "Yaitu seorang Muslim yang orang lain merasa aman dari gangguan lisannya dan tangannya." (HR. Muslim no.57)
 "
 
Judul                     : Qamus Syata’im al-Albani
Pengarang            : Sayyid Hasan bin Ali As-Saqqaf
Penerbit                : Dar al-Imam an-Nawawi, Beirut, Libanon.
Tahun terbit       : 2010 M / 1431 H
Bahasa                  : Arab
Tebal                     : 216 halaman


1 comments:

Unknown said...

Bisa ditiru, Hhhhh