ads
Friday, November 8, 2013

November 08, 2013
3

Salah satu bekal seorang istri untuk meraih indahnya surga adalah keridhaan suaminya. Ia mendapat jaminan surga apabila kewajiban-kewajiban sebagai istri ditunaikan dengan baik dan hak-hak suami terpenuhi secara baik juga sehingga sang suami ridha kepadanya. Rasulullah saw bersabda, “Seorang perempuan jika meninggal dunia dan suaminya meridhainya, maka ia akan masuk surga.” (H.R. Ahmad dan Ath-Thabrani, dari Ummu Salamah)

Menurut istilah syari’at, ridha artinya adalah tidak mengeluh terhadap apa yang telah ditetapkan oleh Allah. Ibarat seorang pasien, misalnya, ia ridha meminum obat walaupun obat itu pahit dan sebetulnya dia menderita karena rasa pahit itu. Namun, si pasien tetap ridha dengan obat itu dan merasa tenteram dengan mengonsumsinya juga mau menerimanya, walaupun dalam waktu yang sama dia merasakan pahitnya obat tersebut. Keridhaan ini didorong oleh keinginan si pasien untuk mendapatkan kesembuhan. Begitu pula keridhaan suami terhadap kita, tiada lain adalah karena sang istri mengharapkan keridhaan yang tertinggi, yaitu keridhaan Allah swt.

Salah satu kunci agar suami meridhai istri adalah ketaatan, yakni ketaatan sang istri kepada suaminya. Ketaatan ini bersifat mutlak, selama sang suami tidak memerintahkan pada kemaksiatan atau perilaku-perilaku dosa.

Ketaatan kepada suami dan bersikap hormat kepadanya dapat meninggikan derajat pahala seorang istri hingga menyamai derajat pahala orang-orang yang berjihad di jalan Allah swt. Sebagaimana diterangkan dalam hadits dari Abdullah bin Abbas, bahwa seorang wanita datang mengadu kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, aku adalah utusan kaum wanita kepadamu.” Lalu wanita itu menyebutkan keuntungan yang diperoleh kaum laki-laki dari berjihad dan lainnya berupa pahala dan harta rampasan perang. “Lalu apa yang kami peroleh dari semua itu?” tanya wanita tersebut. Kemudian Rasulullah menjawab, “Sampaikanlah kepada setiap wanita yang kamu jumpai bahwa ketaatan kepada suami dan mengakui haknya mengimbangi pahala semua itu. Tetapi, sayangnya sedikit sekali di antara kalian yang mampu melakukannya.” (H.R. Al-Bazzar dan Ath-Thabrani)

Begitu pokoknya ketaatan kepada suami sampai-sampai Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatâwâ mengatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi seorang istri setelah menunaikan kewajiban terhadap Allah dan Rasul-Nya, kecuali terhadap suami.

Sebaliknya, ketidaktaatan kepada suami akan berujung pada kemurkaan Allah swt. Rasulullah saw bersabda, “Demi Dzat yang diriku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu sang istri menolak ajakan suaminya, melainkan Allah akan terus-menerus murka kepadanya hingga suaminya ridha kepadanya.” (H.R. Muslim)

Apakah dengan dalil tersebut berarti setiap keinginan dan perintah suami harus ditaati oleh sang istri? Tentu tidak! Hanya keinginan dan perintah yang tidak bertentangan dengan syari’at yang wajib dipenuhi. Apabila keinginan atau perintah itu berupa kemaksiatan dan pelanggaran terhadap hukum Islam, istri wajib menolaknya karena Rasulullah saw telah bersabda, “Tiadalah ketaatan seseorang terhadap perbuatan maksiat kepada Allah. Ketaatan hanya ada dalam kebajikan semata.” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasa`i)

Keridhaan suami terhadap istri ini memiliki kedudukan yang sama tingginya dengan keridhaan orangtua terhadap anaknya. Begitulah ketetapan Islam dalam hal hubungan ketaatan antarmanusia; seorang anak harus taat kepada orangtuanya, sedangkan istri harus taat kepada suaminya. Karena itulah, tidak mengherankan apabila para istri shalihah akan berlomba-lomba untuk taat dan berbakti kepada suaminya. Tiada lain adalah demi mendapatkan ridhanya. Begitu pula seorang anak, ia akan berlomba-lomba untuk taat dan berbakti kepada orangtuanya semata-mata demi mendapatkan ridhanya.


3 comments:

gombal gembel said...

ridho istri ada pada ridho suami... yakinkan semua itu sungguh akan di dapati ending yang sangat berkesan ...

Irham Sya'roni said...

Betul, Mas. Jika semua saling ridha, insya Allah, Allah pun akan meridhai setiap langkah dan tarikan napas kita.

Unknown said...

Jika Istri ingin ke Turki dalam rangka mengantarkan donasi untuk anak anak Palestina,dan ini kesempatan langka. Namun suami belum ridho, melarang sih enggak cuma Suami belum siap jika melepas kan Istri jika pergi ke luar negeri. Namun jika Istri tetep memaksakan diri pergi apalah seperti itu tergolong menentang keridhoan suami ya Tadz? padahal itu kan dalam rangka fisabbilillah.mohon pencerahanya