ads
Friday, November 8, 2013

November 08, 2013


Istri Tidak Boleh Mengambil Harta Suami
Seorang istri dilarang mengambil harta suami tanpa seizinnya karena termasuk mengambil harta orang lain secara batil. Firman Allah swt, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah kedua tangannya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Mahaperkasa dan Mahabijaksana.” (QS Al Maidah: 38)

Dalam kaitannya dengan suami-istri, apakah larangan ini bersifat mutlak? Jawabnya adalah tidak! Larangan ini hanya berlaku apabila istri sudah mendapatkan hak nafkah yang semestinya dari suaminya. Apalagi jika istri sudah mendapatkan nafkah secara lebih dan berlimpah, tentu larangan untuk mengambil harta suami tanpa izin lebih keras lagi.

Berbeda hukumnya apabila suami tersebut bakhil, tidak memberi nafkah kepada istri dan anaknya secara wajar, maka istri boleh mengambil harta suaminya walaupun tanpa izin. Akan tetapi, kebolehan mengambil ini hanya sebatas kebutuhan yang diperlukan untuk dirinya dan anaknya, tidak melebihi kebutuhan yang semestinya.

Kebolehan ini didasarkan pada hadits yang menceritakan bahwa Hindun binti Utbah mengeluh kepada Rasulullah saw tentang suaminya yang sangat bakhil, tidak pernah memberi nafkah kepadanya dan anak-anaknya.

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan (suamiku) tidak memberi nafkah yang cukup kepadaku dan anak-anakku,” keluh Hindun.

Mendapat keluhan dan pengaduan itu, Rasulullah saw bersabda secara bijaksana:

خُذِي مَا يَكْفِيكِ  وَوَلَدَكِ، بِالْمَعْرُوفِ

“Ambillah hartanya dengan cara yang ma’ruf secukupnya (sebanyak yang dibutuhkan) olehmu dan anak-anakmu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)



Bagaimana dengan Suami, Bolehkah Dia Mengambil Harta Istri?

Istri memang tidak boleh mengambil harta milik suami tanpa izin. Lantas, bagaimana jika sebaliknya suami yang mengambil harta istri? Bolehkah?

Sebelumnya, perlu kita ketahui bahwa harta istri sepenuhnya adalah milik istri. Bukan milik suami. Istri tidak berkewajiban memberikan seluruh hartanya atau bahkan sebagiannya kepada suami. Karena itulah istri berhak mengeluarkan hartanya sesuai kehendaknya sendiri untuk kemaslahatan tanpa harus meminta izin kepada suami. Dengan demikian, bisa kita simpulkan bahwa suami pun dilarang mengambil harta milik istri tanpa seizin pemiliknya, yaitu sang istri.

Ada kisah menarik yang bisa kita jadikan referensi dan pelajaran. Yakni, kisah seorang wanita kaya raya yang bersuamikan lelaki miskin. Dia adalah Zainab, istri Ibnu Mas’ud. Suatu hari Zainab hendak membayar zakat perhiasan yang dia miliki. Dia bermaksud membayarkan zakatnya kepada Ibnu Mas’ud, suaminya, tetapi dia ragu akan kebolehannya. Maka, bertanyalah Zainab kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, bolehkah istri memberikan zakatnya kepada suaminya dan anak yatim yang berada dalam asuhannya?”

Rasulullah Saw menjawab:

نَعَمْ، لَهَا أَجْرَانِ، أَجْرُ القَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ

“Ya, boleh. Dia berhak memperoleh dua pahala, yakni pahala menjaga kekerabatan dan pahala bersedekah.” (H.R. Bukhari)

Kisah ini menjadi pijakan bahwa harta istri sepenuhnya menjadi miliknya sendiri. Suami tidak ikut memilikinya, sesedikit apa pun. Jika suami ikut memilikinya, tentu Nabi akan melarang membayarkan zakat dari harta istri kepada suami. Tetapi nyatanya, beliau Saw membolehkan istri membayarkan zakat kekayaannya kepada suami karena kemiskinan suami tersebut. Berbeda kasusnya jika suami kaya raya, sementara sang istri miskin; suami tidak boleh memberikan zakatnya kepada istri. Mengapa? Karena sudah menjadi kewajiban suami setiap hari untuk memberi nafkah kepada istri.


Simpulan
-  Istri dilarang mengambil harta suami tanpa seizinnya. Begitu pula suami dilarang mengambil harta istri tanpa seizinnya.

-  Suami wajib memberi nafkah untuk memenuhi kebutuhan anak-istri. Jika suami tidak menunaikan kewajiban ini, istri boleh secara tegas memintanya. Jika suami tetap tidak memberi maka istri boleh mengambil harta suami sekadar untuk memenuhi kebutuhan dia dan anaknya

-  Istri yang mempunyai harta kekayaan, sepenuhnya itu adalah milik istri sendiri. Suami sama sekali tidak turut memilikinya sedikit pun. Karena itulah istri boleh membelanjakan harta miliknya sekehendaknya untuk kebaikan. Karena itu pula, suami tidak boleh mengambilnya tanpa seizin istrinya.

-   Istri yang kaya boleh membayarkan zakatnya kepada suami, jika memang suaminya adalah seorang yang miskin. Walaupun dalam kondisi demikian, kewajiban suami tidaklah gugur. Dia tetap berusaha menunaikan kewajibannya untuk menafkahi istri.

-   Suami wajib memberikan sebagian hartanya kepada istri sebagai nafkah, sedangkan istri boleh memberikan sebagian harta miliknya kepada suami sebagai sedekah. 



0 comments: