Dari
Abu Hamzah,
Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian
sampai ia mencintai bagi saudaranya apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Biografi Anas bin Malik
Ia adalah Anas bin Malik bin an-Nadhr
bin Dhamdham bin Zaid bin Haram bin Jundab bin Amir bin Ghanam bin Adi bin an-Najar
al-Anshari al-Khazraji. Nama kun-yah-nya adalah Abu Hamzah.
Ibunya bernama Ummu Sulaim. Malik bin
an-Nadhr menceraikan Ummu Sulaim karena sang Istri memilih memeluk Islam,
sementara Malik bin an-Nadhr sampai akhir hayatnya memilih tetap dalam
kemusyrikan.
Setelah bercerai dari Malik bin
an-Nadhr, seorang pemuka Madinah yang kaya raya bernama Abu Thalhah datang
melamarnya. Namun, Ummu Sulaim tidak tergoda oleh kekayaan Abu Thalhah. Dengan
tegas ia menjawab, “Aku adalah muslimah, sedangkan engkau seorang musyrik. Jika
engkau mau memeluk Islam, aku mau menikah denganmu. Cukuplah keislamanmu itu
sebagai mas kawinku.” Akhirnya, Abu Thalhah memeluk Islam dan menikah dengan
Ummu Sulaim.
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah,
Anas bin Malik berusia sekira 10 tahun. Ummu Sulaim membawa putranya itu sowan
kepada Rasulullah dan menyerahkannya untuk berkhidmah kepada beliau.
“Wahai Rasulullah, berdoalah untuk
anakku,” pinta Ummu Sulaim. Kemudian Rasulullah mendoakan Anas bin Malik: “Ya
Allah, berikanlah kepadanya harta dan anak yang banyak, serta berkahilah apa
yang engkau karuniakan kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berkah doa tersebut, Anas menjadi orang yang
kaya raya di kalangan Anshar dan memiliki keturunan lebih dari seratus.
Dalam riwayat Tirmidzi, Anas bin Malik mengisahkan,
“Ibu membawaku untuk menemui Rasulullah. Ibuku berkata, ‘Wahai Rasulullah,
tidak tersisa seorang pun dari kaum Anshar baik lelaki maupun perempuan,
melainkan telah memberikan kenangan untukmu, sementara saya tidak bisa
memberikan apa-apa kecuali anakku ini. Karena itu, ambillah dia sebagai
pembantumu.’ Lalu aku menjadi pembantu Rasulullah selama 10 tahun, dan selama
itu beliau tidak pernah memarahiku, tidak pernah mencelaku, dan tidak pernah pula
bermuka masam kepadaku atau memalingkan wajahnya dariku.”
Laa Yu’minu (Tidak
Beriman)
Hadits di atas dibuka dengan kalimat laa
yu’minu, yang berarti tidak beriman. Hal ini tidak berarti bahwa orang yang
tidak mengamalkan hadits di atas dengan serta merta dihukumi kafir. Para ulama menjelaskan
bahwa maksud dari laa yu’minu dalam hadits tersebut adalah “tidak
sempurna iman (seseorang).”
Ibarat pohon, yang akar keimanannya
adalah kalimat laa ilaaha illallah, maka pesan Nabi dalam hadits di atas
adalah cabangnya. Apabila cabang ini hilang, tidak serta-merta menjadikan
pohonnya tumbang. Berbeda jika akarnya hilang maka pohon tersebut akan tumbang.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.”
(Q.S. Ibrahim [14]: 24)
Jangan Dengki!
Hadits ke-13 ini mengajarkan kita agar memperkuat
persaudaraan, saling kasih sayang, saling menolong, dan tidak memendam sifat
hasad (dengki/iri hati) atas kenikmatan dan kebaikan apa pun (duniawi maupun
ukhrawi) yang diterima oleh saudara kita. Apa yang kita suka untuk diri kita, kita
pun suka jika Allah menganugerahkannya kepada orang lain.
Hadits ini semakna pula dengan hadits
dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam
bersabda,
فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيَدْخُلَ
الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِى يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ
“Siapa yang ingin diselamatkan dari
neraka dan ia masuk surga, hendaklah kematian menjemputkanya dalam keadaan
beriman kepada Allah dan hari akhir. Hendaklah pula ia perlakukan orang lain
sebagaimana ia ingin diperlakukan oleh orang lain.” (HR. Muslim)
Di antara bahaya terbesar hasad adalah
dapat mengurangi bahkan melenyapkan pahala kebaikan, sebagaimana api melahap
kayu bakar. Rasulullah bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ
الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
"Jauhilah hasad (dengki), karena
hasad dapat memakan kabaikan seperti api memakan kayu bakar." (HR. Abu
Dawud)[]
0 comments:
Post a Comment