Keutamaan 10
Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
1. Q.S. Al-Fajr
[89]: 1-2
وَالْفَجْرِ . وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Demi waktu fajar dan malam yang sepuluh.”
Para ulama berbeda penafsiran mengenai malam
yang sepuluh.[1]
a. Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah
b. Sepuluh hari pertama bulan Ramadhan
c. Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan
d. Sepuluh hari pertama bulan Muharam (dan tanggal
sepuluhnya sebagai hari Asyura).
Pendapat pertama (a) adalah pendapat yang paling kuat dan lebih dikukuhi oleh
mayoritas ulama.
Kata “malam (lail)” kadang digunakan
juga untuk menyebut “hari (yaum)” sehingga ayat di atas bisa dimaknai
sebagai sepuluh hari Dzulhijah.
Adapun yang dimaksud dengan al-fajr (waktu fajar) adalah
fajar hari Nahr (Idul Adha). Namun, ada pula pendapat lain yang disampaikan
Ikrimah, bahwa al-fajr dalam ayat tersebut adalah shalat yang
dilaksanakan pada waktu fajar.
2. Q.S. Al-Hajj [22]: 28
لِيَشْهَدُوا
مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ
مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۖ
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“supaya mereka menyaksikan berbagai
manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang
telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa
binatang ternak. Maka makanlah sebagian
daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang
sengsara dan fakir.”
Para
ulama berbeda pendapat tentang hari-hari yang telah ditentukan. Ada yang berpendapat sepuluh
hari pertama Dzulhijjah. Ada juga pandangan tanggal 9 Dzulhijjah (hari Arafah).
Ada pula pendapat hari Tasyriq. Pendapat lain menyebut hari Nahr
dan hari Tasyriq.[2]
3. Hadits Nabi, dari Ibnu Abbas:
مَا
مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ
الأَيَّامِ . يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ.
“Tidak ada satu amal shalih yang lebih
dicintai Allah melebihi amal shalih yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu sepuluh hari
[pertama]
Dzulhijjah).” (HR. At-Tirmidzi; Ahmad, Abu Dawud, dan al-Bukhari dengan redaksi berbeda)
4. Hadits Nabi, dari Jabir:
أَفْضَلُ أَيَّامِ الدُّنْيَا أَيَّامُ الْعَشْرِ - يعني عشر ذي الحجة
“Hari-hari di dunia yang paling utama adalah hari-hari sepuluh, yakni sepuluh
hari (pertama) bulan Dzulhijjah.” (HR. Al-Bazzar dan Ibnu Hibban)
“Tampaknya sebab yang menjadikan keistimewaan
sepuluh hari (pertama) Dzulhijjah adalah karena padanya terkumpul ibadah-ibadah
induk, yaitu shalat, puasa, sedekah, dan haji, yang semua ini tidak terdapat
pada hari-hari yang lain.” (Ibnu Hajar al-Asqalani)
Manakah yang lebih utama, 10 hari pertama Dzulhijah ataukah 10 malam terakhir Ramadhan?
Sebagian ulama mengatakan bahwa 10 hari
terakhir Ramadhan lebih utama karena di dalamnya terdapat Lailatul Qadr,
yang nilainya lebih baik daripada seribu bulan. Sebagian yang lain berpendapat
lebih utama 10 hari pertama Dzulhijjah (berdasarkan hadits di atas). Ada pula
ulama yang mengambil jalan tengah dengan mengatakan, “Jika ditinjau dari sisi
waktu malamnya, 10 hari terakhir bulan Ramadhan adalah lebih utama. Namun, jika
ditinjau dari sisi waktu siangnya, 10 hari pertama Dzulhijah adalah lebih utama
karena di dalamnya terdapat hari nahr (qurban), hari Tarwiyah (8
Dzulhijjah), dan hari Arafah (9 Dzulhijjah).”
Amalan 10
Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Sepuluh hari pertama Dzulhijjah merupakan
waktu terbaik untuk melakukan segala amal keshalihan. Bahkan, amalan mafdhul[3] yang
dilakukan pada hari-hari tersebut bisa jadi lebih utama daripada amalan afdhal
(utama) yang dilakukan pada selain hari-hari tersebut.
Selain amalan shalih secara umum, ada beberapa amalan khusus yang sangat utama
untuk dilaksanakan pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.
1. Haji
Dinamakan Dzulhijjah karena pada bulan inilah dilaksanakannya ibadah haji. Allah Ta’ala
berfirman, yang artinya, “…mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Siapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran [3]: 97)
2. Puasa
Dari Hunaidah bin Khalid, dari istrinya, dari beberapa istri Nabi:
كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari (awal)
bulan Dzulhijah…” (HR. Abu Dawud)
Jika
tidak memungkinkan berpuasa sembilan hari penuh, cukup dengan memperbanyak berpuasa
pada hari-hari tersebut (berdasarkan keumuman hadits Ibnu Abbas di atas dan hadits-hadits
lain).
Jika
tidak pula memungkinkan, bisa dengan berpuasa hari Tarwiyah dan hari Arafah. Jika
tidak memungkinkan, minimal berpuasa pada hari Arafah.
صِيَامُ
يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ
“Puasa
Arafah, saya berharap kepada Allah agar menjadikan puasa ini sebagai penghapus dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang.” (HR.
Muslim)
3. Takbir
hari raya
a.
Takbir muthlaq/mursal: dilafalkan kapan
saja dan di mana saja. Pendapat pertama, dimulai dari 1 Dzulhijjah sampai imam berdiri memulai
shalat Idul Adha. Pendapat kedua, dimulai dari tenggelamnya matahari sampai imam
memulai shalat Idul adha.
b.
Takbir muqayyad: dilafalkan
setiap usai shalat, dimulai dari Subuh hari Arafah sampai Ashar tanggal 13
Dzulhijjah.
4. Shalat Idul Adha
كَانَ
رَسُوْلُ اللهُ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُماَ يُصَلُّوْنَ الْعِيْدَيْنِ
قَبْلَ الْخُطْبَةِ
“Rasulullah,
Abu Bakar, dan Umar melaksanakan shalat dua hari raya sebelum khotbah.”(H.R.
Muttafaq ‘Alaih)
5. Qurban
Waktu penyembelihan hewan qurban sangat luas, yakni mulai selepas shalat ‘Id
pada hari Nahr (10 Dzulhijah) samnpai tanggal 13 Dzulhijjah (hari Tasyriq).
[]
[1]
Lihat Tafsir al-Baghawy, Tafsir Ibnu Katsir, dll.
[2]
Lihat Tafsir ath-Thabari, Tafsir al-Jalalain, dll.
0 comments:
Post a Comment