Malam Sabtu, 9 Shafar 1432 H, kabar duka
datang melalui telepon. Bapak saya meninggal dunia, demikian inti warta yang
saya terima. Saat itu saya tidak percaya. Bagaimana tidak, Bapak sehat-sehat.
Tidak sakit sama sekali. Justru ibu saya yang kala itu sakit. Tetapi, akhirnya
saya sadar, kematian adalah hak prerogatif Allah.
Apa yang dialami saudara saya juga menjadi
dalil bahwa kematian adalah rahasia Allah. Malam itu, Kang Hani, saudara saya, bersama
warga membacakan Yasin dan doa untuk seorang tetangga yang tergolek sakit
karena menua. Harapannya, jika Allah menghendakinya sehat, semoga disegerakan
sehatnya. Tetapi, jika menghendaki berpulang kepada-Nya, semoga tidak dilamakan
sakitnya.
Usai memimpin doa, Kang Hani kembali ke
rumah. Baru saja istrinya membukakan pintu, sekonyong-konyong tubuh Kang Hani roboh.
Seketika itu juga ia mengembuskan napas terakhirnya. Takdir Allah memang unik. Kang
Hani meninggal, sementara tetangga yang didoakan ditakdirkan tetap sehat sampai
sekarang.
Apa yang terjadi dengan saudara-saudara kita
penumpuang Lion Air JT 610 kian menegaskan bahwa hanya Allah-lah yang mengetahui
ajal manusia. Difirmankan dalam Q.S. Luqman ayat 34, “Tiada seorang pun yang
dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada
seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Ayat lain menyebutkan, “Tiap-tiap umat
mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat
mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”
(Q.S. al-A’raf [7]: 34)
Kematian sering diidentikkan dengan kondisi
sakit dan lanjut usia. Padahal tidak demikian. Kematian bisa datang kapan saja,
di mana saja, kepada siapa saja, dan dalam keadaan apa saja. Ia senantiasa
mengintai kita dalam setiap tarikan napas kita.
Menyadari itu, maka langkah terbaik yang bisa
kita lakukan hanyalah berbekal dan bersiap-siap menghadapinya. Suatu hari Abdullah
Ibnu Umar bertanya kepada Kanjeng Nabi, “‘Siapakah di antara kaum mukmin yang
paling pandai?” Beliau menjawab, “Yaitu orang yang paling banyak mengingat kematian
dan paling siap menghadapinya. Merekalah orang-orang yang pandai.” (HR. Ibnu
Majah)
*) Dipublikasikan di Surat Kabar Harian (SKH) Kedaulatan Rakyat pada Jumat, 16 November 2018, halaman 12.
0 comments:
Post a Comment