Ketika kakak saya menyampaikan keinginannya menjadi tentara, seketika almarhum ayah saya bersedih
sekaligus geram. “Dipondokkan bertahun-tahun kok malah jadi tentara!” Beliau segera
sowan kepada Mbah Mun (panggilan karib KH. Maimun Zubair), pengasuh
Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang, tempat kakak saya saat itu nyantri.
Kepada Mbah Mun, almarhum meminta nasihat dan pencerahan sekaligus memohon maaf
atas kelancangan kakak saya yang memilih menjadi tentara.
Mbah Mun
menanggapi aduan itu dengan senyum sejuk dan menenangkan. Kepada almarhum, Mbah
Mun justru bangga dan sangat dukungan keputusan kakak saya. “Santri itu harus
bisa berkiprah dalam segala profesi. Harus bisa menebarkan kebaikan dan kedamaian
di mana saja,” kurang lebih begitu inti pesan Mbah Mun saat itu. Peristiwa ini terjadi
sekira 26 tahun lalu. Sejak itulah kakak saya mengabdikan diri kepada bangsa dan
negara sebagai anggota TNI (saat itu bernama ABRI).
Menjadi tentara
bukan sekadar gagah-gagahan yang hampa akan pahala. Sejatinya di sana ada nilai
jihad yang berpundikan pahala, yakni berjuang secara sungguh-sungguh mempertahankan
harmoni dan keutuhan NKRI, yang bhinneka tunggal ika. Inilah wujud dari Islam yang
rahmatan lil ‘alamin (kasih bagi seluruh alam), bukan hanya rahmatan
lil mu’minin (kasih bagi kaum mukmin).
Pascahijrah,
Rasulullah juga berjuang keras menciptakan harmoni di tempat barunya, Madinah,
dengan menerbitkan Piagam Madinah. Piagam ini secara eksplisit merupakan upaya sungguh-sungguh dari Nabi
untuk membangun harmoni, baik sesama
umat Islam maupun antaragama dan kabilah. Hasilnya, saat itu Madinah menjadi
satu-satunya kota di Jazirah Arab yang mampu menerima kebhinnekaan dan adil
terhadap semua orang dari beragam agama dan kabilah.
Dalam
al-Qur’an disebutkan, “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil.” (Q.S. al-Mumtahanah [60]: 8)
Selamat ulang tahun ke-72 TNI! Bersama rakyat, semoga TNI makin profesional dan kuat.
*) Tulisan ini dimuat di Surat Kabar Harian (SKH) Kedaulatan Rakyat di kolom Mutiara Jumat (06/08/2017) halaman 10.
2 comments:
Santri nggak mesti harus jadi penceramah. Setiap sektor kehidupan bisa dijadikan ladang untuk meraih ridho Allah SWT. Insya Allah o:)
Terima kasih atas sharingnya mas :D
Bener banget, Mas. Tidak sedikit juga yang menggeluti dunia medis sebagai perawat, bidan, apoteker, atau dokter, ya, Mas.
Post a Comment