Salah satu pertanyaan
yang kadang muncul pada bulan Ramadhan adalah bagaimana solusi syar’i atas orang
yang meninggal dunia yang masih mempunyai tanggungan utang puasa.
Baiklah, untuk menjawabnya,
mari kita telaah bersama beberapa hadits berikut.
مَنْ
مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Barangsiapa meninggal
dalam keadaan masih mempunyai tanggungan puasa, maka walinya (ahli warisnya) berpuasa untuknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ
اللَّهِ ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ ، أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا
؟ قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى
“Seorang lelaki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, dia lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah
meninggal dalam keadaan mempunyai tanggungan puasa satu bulan. Apakah aku mengqadha’kan
puasa atas namanya?’ Rasulullah menjawab, ‘Iya.’ Beliau menambahkan, ‘Utang
kepada Allah lebih berhak dibayarkan.’” (HR. Bukhari)[1]
جَاءَتْ
امْرَأَةٌ إِلَى رَسُوْلِ الله صَلّىٰ الله عَلَيْهِ وَسَلّم فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ
الله، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرٍ أَفَأَصُومُ عَنْهَا؟، قَالَ
صَلّىٰ الله عَلَيْهِ وَسَلّم: أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ فَقَضَيْتِيْهِ
أَكَانَ ذَلِكَ يؤدى عَنْهَا؟ قَالَتْ: نَعَم، قَالَ صَلّىٰ الله عَلَيْهِ وَسَلّم:
فَصُوْمِيْ عَنْ أُمِّكِ
“Seorang perempuan mendatangi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku
meninggal dunia sementara ia mempunyai tanggungan puasa nadzar. Apakah aku melakukan
puasa untuknya?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apa
pendapatmu jika ibumu mempunyai utang lalu engkau melunasi utangnya, bukankah berarti
engkau telah membayarkan utangnya?’ Perempuan tersebut menjawab, ‘ Iya.’ Beliau
lalu berkata, ‘Karena itu, berpuasalah untuk ibumu.’”
(HR. Muslim)[2]
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ
صِيَامُ شَهْرٍ، فَلْيُطْعِمْ عَنْهُ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا
“Siapa yang meninggal dunia dalam keadaan menanggung utang
puasa satu bulan, maka hendaklah walinya memberi makan kepada satu orang miskin
per hari yang ditinggalkan.” (HR. Ibnu Majah)[3]
Masih banyak hadits lainnya mengenai hal ini. Baiklah, mari
kita kaji bersama empat hadits di atas.
Hadits
|
Sifat Puasa
|
Solusinya
|
Hadits pertama
|
Umum
|
Wali atau ahli waris berpuasa untuknya
|
Hadits kedua
|
Umum
|
Wali atau ahli waris
berpuasa untuknya |
Hadits ketiga
|
Nadzar
|
Wali atau ahli waris
|
Hadits keempat
|
Umum
|
Fidyah
|
Berpijak pada beberapa hadits (dan hadits-hadits lain), para
ulama berijtihad sehingga menghasilkan keputusan hukum yang ternyata berbeda.
Adapun pendapat yang dipilih oleh ulama-ulama Syafi’iyah
adalah:
Orang yang meninggal dunia dalam keadaan masih mempunyai tanggungan puasa wajib (Ramadhan, nadzar, atau kafarat), maka boleh memilih (1) membayar fidyah[4] atau (2) ahli warisnya berpuasa untuknya.
***
Sampai di sini sudah jelas bagaimana
solusi atas orang meninggal dunia yang masih mempunyai utang puasa, kan? Selanjutnya,
perlu kita cari tahu juga, apakah solusi ini berlaku untuk semua orang yang
meninggal dunia dan mempunyai utang puasa?
Ternyata tidak. Ada satu orang yang
tidak perlu dikeluarkan fidyahnya, juga tidak perlu di-qadha’-kan
puasanya. Siapakah dia? Yaitu orang yang meninggal dunia dengan memenuhi dua kriteria berikut.
- Meninggalkan puasa karena ada udzur syar’i, semisal sakit;
- dan tidak mempunyai kesempatan sama sekali untuk meng-qadha’-nya.
Misalnya, Pak Ahmad tidak berpuasa karena sakit selama sepuluh mulai tanggal 15 - 25 Ramadhan. Pada hari ke-26 pada bulan puasa tersebut, Pak Ahmad meninggal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pak Ahmad tidak berpuasa karena memang ada udzur syar'i dan benar-benar tidak ada kesempatan sama sekali untuk meng-qadha’ puasanya.
Orang yang demikian ini tidaklah berdosa, juga tidak diperintah dikeluarkan fidyahnya dan tidak pula dipuasakan oleh walinya atau ahli warisnya.[5]
Orang yang demikian ini tidaklah berdosa, juga tidak diperintah dikeluarkan fidyahnya dan tidak pula dipuasakan oleh walinya atau ahli warisnya.[5]
Wallahu a’lam
12 comments:
org yg sudah meninggal pun punya kewajiban untuk membayar hutang puasanya ya om.. yg membayarnya ahli waris ya.
Pernah dulu kejadian ini menimpa kerabat saya nih kang dia meninggal dan mempunyai hutang puasa selama 3 hari karena sakit dan itu di bayar oleh ahli waris nya tuntas selama 3 hari. Padahal kalau tidak di bayar juga tidak menjadi dosa ya kang karena kan dia sakit
Jawabannya jadi jelas sekarang. Terima kasih sudah berbagi ilmu. :)
Saya masih belum mengetahui kang, kan misalnya salah satu keluarga kita meninggal pada saat bulan puasa, lalu niat puasanya itu gimana, apakah seperti biasa atau bagaimana kang (masih bingung saya) ?
Iya, Hayy, sesuai ketentuan yang sudah aku tulis di atas.
Tidak dosa, tidak perlu dibayar, juga tidak perlu fidyah jika memang karena udzur (seperti sakit) dan memang tidak punya kesempatan untuk membayarnya, Mas.
Terima kasih kembali, Mbak Ummi. Selamat menanti waktu berbuka puasa. 5 jam lagi. :)
Cukup berniat dalam hati "berpuasa untuk meng-qadha' puasa Ramadhannya si A atau si B", Kang.
Tapi misalkan kang pada saat puasa kan kita juga puasa dan juga mau mengganti keluarga kita apakah pahalanya terbagi juga kang ?
Puasa qadha'-nya untuk keluarga yang meninggal tadi dilakukan di luar Ramadhan, Kang. Jadi, kita sendiri tidak sedang menanggung puasa apa pun untuk diri sendiri.
Oh begitu ya kang, terima kasih kang sudah ada pencerahan sangat membantu sekali.
Sama-sama, Kang Nurul. Terima kasih kembali...
Post a Comment