ads
Saturday, June 18, 2016

June 18, 2016
12



Salah satu pertanyaan yang kadang muncul pada bulan Ramadhan adalah bagaimana solusi syar’i atas orang yang meninggal dunia yang masih mempunyai tanggungan utang puasa.

Baiklah, untuk menjawabnya, mari kita telaah bersama beberapa hadits berikut.


مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

“Barangsiapa meninggal dalam keadaan masih mempunyai tanggungan puasa, maka walinya (ahli warisnya) berpuasa untuknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ ، أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قَالَ : فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى
“Seorang lelaki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dia lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dalam keadaan mempunyai tanggungan puasa satu bulan. Apakah aku mengqadha’kan puasa atas namanya?’ Rasulullah menjawab, ‘Iya.’ Beliau menambahkan, ‘Utang kepada Allah lebih berhak dibayarkan.’” (HR. Bukhari)[1]

جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُوْلِ الله صَلّىٰ الله عَلَيْهِ وَسَلّم فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ الله، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرٍ أَفَأَصُومُ عَنْهَا؟، قَالَ صَلّىٰ الله عَلَيْهِ وَسَلّم: أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ فَقَضَيْتِيْهِ أَكَانَ ذَلِكَ يؤدى عَنْهَا؟ قَالَتْ: نَعَم، قَالَ صَلّىٰ الله عَلَيْهِ وَسَلّم: فَصُوْمِيْ عَنْ أُمِّكِ

“Seorang perempuan mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku meninggal dunia sementara ia mempunyai tanggungan puasa nadzar. Apakah aku melakukan puasa untuknya?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Apa pendapatmu jika ibumu mempunyai utang lalu engkau melunasi utangnya, bukankah berarti engkau telah membayarkan utangnya?’ Perempuan tersebut menjawab, ‘ Iya.’ Beliau lalu berkata, ‘Karena itu, berpuasalah untuk ibumu.’”  (HR. Muslim)[2]

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامُ شَهْرٍ، فَلْيُطْعِمْ عَنْهُ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا
“Siapa yang meninggal dunia dalam keadaan menanggung utang puasa satu bulan, maka hendaklah walinya memberi makan kepada satu orang miskin per hari yang ditinggalkan.” (HR. Ibnu Majah)[3]

Masih banyak hadits lainnya mengenai hal ini. Baiklah, mari kita kaji bersama empat hadits di atas.

Hadits
Sifat Puasa
Solusinya
Hadits pertama
Umum

Wali atau ahli waris berpuasa untuknya
Hadits kedua
Umum

Wali atau ahli waris
berpuasa untuknya
Hadits ketiga
Nadzar
Wali atau ahli waris 
berpuasa untuknya
Hadits keempat
Umum
Fidyah

Berpijak pada beberapa hadits (dan hadits-hadits lain), para ulama berijtihad sehingga menghasilkan keputusan hukum yang ternyata berbeda. 

Adapun pendapat yang dipilih oleh ulama-ulama Syafi’iyah adalah:
Orang yang meninggal dunia dalam keadaan masih mempunyai tanggungan puasa wajib (Ramadhan, nadzar, atau kafarat), maka boleh memilih (1) membayar fidyah[4] atau (2) ahli warisnya berpuasa untuknya.

***
 

Sampai di sini sudah jelas bagaimana solusi atas orang meninggal dunia yang masih mempunyai utang puasa, kan? Selanjutnya, perlu kita cari tahu juga, apakah solusi ini berlaku untuk semua orang yang meninggal dunia dan mempunyai utang puasa?

Ternyata tidak. Ada satu orang yang tidak perlu dikeluarkan fidyahnya, juga tidak perlu di-qadha’-kan puasanya. Siapakah dia? Yaitu orang yang meninggal dunia dengan memenuhi dua kriteria berikut.

  1. Meninggalkan puasa karena ada udzur syar’i, semisal sakit;
  2. dan tidak mempunyai kesempatan sama sekali untuk meng-qadha’-nya. 
Misalnya, Pak Ahmad tidak berpuasa karena sakit selama sepuluh mulai tanggal 15 - 25 Ramadhan. Pada hari ke-26 pada bulan puasa tersebut, Pak Ahmad meninggal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pak Ahmad tidak berpuasa karena memang ada udzur syar'i dan benar-benar tidak ada kesempatan sama sekali untuk meng-qadha’ puasanya.

Orang yang demikian ini tidaklah berdosa, juga tidak diperintah dikeluarkan fidyahnya dan tidak pula dipuasakan oleh walinya atau ahli warisnya.[5]

Wallahu a’lam

Sumber Gambar 1 2




[4] Besaran fidyah adalah 1 mud (+ 6 ons / 675 gr) per satu hari utang puasa.
[5] Al-Bajuri ‘ala ibn Qasim al-Ghazzi, Karya Indonesia: Surabaya, halaman 298-299.

12 comments:

Admin said...

org yg sudah meninggal pun punya kewajiban untuk membayar hutang puasanya ya om.. yg membayarnya ahli waris ya.

Unknown said...

Pernah dulu kejadian ini menimpa kerabat saya nih kang dia meninggal dan mempunyai hutang puasa selama 3 hari karena sakit dan itu di bayar oleh ahli waris nya tuntas selama 3 hari. Padahal kalau tidak di bayar juga tidak menjadi dosa ya kang karena kan dia sakit

Ummi Nadliroh said...

Jawabannya jadi jelas sekarang. Terima kasih sudah berbagi ilmu. :)

Kang Nurul Iman said...

Saya masih belum mengetahui kang, kan misalnya salah satu keluarga kita meninggal pada saat bulan puasa, lalu niat puasanya itu gimana, apakah seperti biasa atau bagaimana kang (masih bingung saya) ?

Irham Sya'roni said...

Iya, Hayy, sesuai ketentuan yang sudah aku tulis di atas.

Irham Sya'roni said...

Tidak dosa, tidak perlu dibayar, juga tidak perlu fidyah jika memang karena udzur (seperti sakit) dan memang tidak punya kesempatan untuk membayarnya, Mas.

Irham Sya'roni said...

Terima kasih kembali, Mbak Ummi. Selamat menanti waktu berbuka puasa. 5 jam lagi. :)

Irham Sya'roni said...

Cukup berniat dalam hati "berpuasa untuk meng-qadha' puasa Ramadhannya si A atau si B", Kang.

Kang Nurul Iman said...

Tapi misalkan kang pada saat puasa kan kita juga puasa dan juga mau mengganti keluarga kita apakah pahalanya terbagi juga kang ?

Irham Sya'roni said...

Puasa qadha'-nya untuk keluarga yang meninggal tadi dilakukan di luar Ramadhan, Kang. Jadi, kita sendiri tidak sedang menanggung puasa apa pun untuk diri sendiri.

Kang Nurul Iman said...

Oh begitu ya kang, terima kasih kang sudah ada pencerahan sangat membantu sekali.

Irham Sya'roni said...

Sama-sama, Kang Nurul. Terima kasih kembali...