ads
Saturday, June 25, 2016

June 25, 2016
6
Anas bin Malik pernah berkata, “Bumi ini setiap hari menyeru manusia dengan sepuluh seruan.”

Apa saja sepuluh seruan itu?

  1. Wahai anak Adam, kalian berjalan di atas punggungku, sedangkan tempat kembali kalian adalah di dalam perutku.
  2. Kalian berbuat dosa di atas punggungku, padahal kalian akan disiksa di dalam perutku.
  3. Kalian tertawa di atas punggungku, padahal kalian akan menangis di dalam perutku.
  4. Kalian bergembira di atas punggungku, padahal kalian akan bersedih di dalam perutku.
  5. Kalian menumpuk-numpuk harta di atas punggungku, padahal kalian akan menyesalinya di dalam perutku.
  6. Kalian memakan barang yang haram di atas punggungku, padahal belatung akan memakan tubuhmu di dalam perutku.
  7. Kalian bersikap sombong di punggungku, padahal kalian akan menjadi hina di dalam perutku.
  8. Kalian berjalan bersuka ria di atas punggungku, padahal kalian akan jatuh bersedih di dalam perutku.
  9. Kalian berjalan di bawah cahaya matahari, bulan, dan gemerlap lampu di atas punggungku, padahal kalian akan berada dalam kegelapan di dalam perutku.
  10. Kalian bisa bergerombol-gerombol di atas punggungku, padahal kalian akan tinggal sendirian di dalam perutku.



Keterangan diambil dari kitab Nasha'ih al-'Ibad (Bab 'Usyari, makalah ke-14) karya Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani; Syarh al-Munabbihat 'ala al-Isti'dad li yaum al-Ma'ad (Ibnu Hajar al-Asqalani).

***


Siapakah Anas bin Malik?
Dia adalah putra dari seorang ayah bernama Malik. Ibunya bernama Ummu Sulaim binti Milhan, yang terkenal pula dengan sebutan Rumaysho’ atau Ghumaysho’.

Sobat Blogger pernah mendengar cerita tentang seorang istri supertabah yang tetap tersenyum indah dan berdandan cantik untuk suaminya, padahal saat itu anaknya yang masih kecil baru saja meninggal. Sang Istri berusaha menutupi kabar duka itu di hadapan suaminya, Abu Thalhah[1], yang baru saja pulang dari perjalanan malam.

“Bagaimana kabar anakku?” tanya Abu Thalhah saat itu.

“Dia dalam keadaan tenang,” jawab sang Istri lembut, sembari menyuguhkan makan malam untuk suaminya.

Selepas makan, sang Istri melayani Abu Thalhah dengan lapang hati dan penuh cinta di atas tempat tidurnya. Barulah, setelah rampung hajat mereka di atas tempat tidur, sang Istri menceritakan bahwa putranya telah meninggal.

Dialah Ummu Sulaim, sang Istri yang supertabah tersebut, ibunda Anas bin Malik.

Kembali ke cerita Anas bin Malik, saat Anas berusia 10 tahun, Ummu Sulaim membawa Anas menemui Rasulullah. Di hadapan Rasulullah, Ummu Sulaim berkata, “Wahai Rasul, tidak seorang pun lelaki dan perempuan dari Anshar ini, kecuali telah memberi hadiah kepadamu. Sesungguhnya aku tidak memiliki apa pun yang dapat aku berikan kepadamu, kecuali anakku ini. Maka, ambillah ia agar dapat membantumu kapan pun engkau mau.”

Rasulullah tersenyum, lalu mengusap lembut kepala si kecil Anas bin Malik. Walaupun sejarah mencatat bahwa Anas bin Malik adalah khadim (pembantu, pelayan) Rasul, perlakuan yang beliau berikan kepada Anas tidaklah seperti perlakuan majikan kepada pembantu pada zaman ini. Anas bin Malik justru diperlakukan lembut seperti anak sendiri. Karena itulah, beliau biasa memanggil Anas dengan panggilan manja dan penuh sayang; Unais (si kecil Anas) atau ya bunayya (duhai anakku).

Dia menjadi pembantu Rasul selama 10 tahun. Selama sepuluh tahun itu dimanfaatkan sungguh-sungguh oleh Anas untuk mempelajari Islam dari Rasul. Dia banyak mengetahui sifat-sifat dan kemuliaan Rasul, yang tidak banyak diketahui oleh orang selainnya. Berkah dari melayani Nabi setiap hari, dada Anas bin Malik dipenuhi ilmu yang langsung dia serap dari Nabi. Tidak mengherankan jika dia termasuk dalam jajaran tiga besar sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits.

Di antara doa yang terkenal dari Rasulullah untuk Anas bin Malik adalah:

اَللَّهُمَّ ارْزُقْهُ مَالاً وَوَلَداً وَبَارِكْ لَهُ

“Ya Allah, limpahkanlah rezeki kepadanya berupa harta dan anak, dan berkahilah dia.”

Doa Rasulullah terkabul, Anas bin Malik menjadi orang yang kaya raya di kalangan kaum Anshar. Keturunannya juga banyak, bahkan cucu-cucunya lebih dari seratus orang.

Menjelang wafatnya, pada usia seratus tahun lebih, Anas bin Malik berwasiat agar tongkat kecil milik Rasulullah dikuburkan bersamanya. Saat meninggal, wasiat itu pun ditunaikan oleh keluarganya. Tongkat kecil milik Nabi diletakkan di antara lambung Anas.

Wallahu a’lam



[1] Suami kedua setelah Malik.

Sumber Gambar 1 2

6 comments:

Kang Nurul Iman said...

Subhanallah sungguh terharu saya kang bacanya, memang mulia sekali ya rosul itu, dan banyak sekali sifat dari rosul yang bisa kita contoh, sampai sampai hal sekecil apapun yang diberikan rosul selalu dianggap pemberian yang luar biasa, subhanallah.

Irham Sya'roni said...

Begitulah kemuliaan Rasul, ya, Kang.

Hendri Hendriyana said...

subhanallah ceritanya menyentuh, iya saya pernah baca juga tuh ceritanya yang istri super tabah jadi keinget lagi pas baca barusan :)

begitu sabar ya mas, padahal saya mah liat anak saya nangis suka kasian banget malah ga bisa nahan..

Irham Sya'roni said...

Iya, Mas, memang kesabarannya dan ketabahannya luar biasa.

Unknown said...

Membaca dan meresapi setiap kalimat seruan bumi tersebut membuat saya cukup merinding mas mengingat dosa yang sudah saya lakukan :( saya senang-senang di atas punggung nya padahal saya akan sedih di dalam perutnya :(

Irham Sya'roni said...

Begitulah bumi menyeru kita agar kita selalu ingat, Mas.