Anas bin Malik pernah berkata, “Bumi ini setiap hari menyeru
manusia dengan sepuluh seruan.”
Apa saja
sepuluh seruan itu?
- Wahai anak Adam, kalian berjalan di atas punggungku, sedangkan tempat kembali kalian adalah di dalam perutku.
- Kalian berbuat dosa di atas punggungku, padahal kalian akan disiksa di dalam perutku.
- Kalian tertawa di atas punggungku, padahal kalian akan menangis di dalam perutku.
- Kalian bergembira di atas punggungku, padahal kalian akan bersedih di dalam perutku.
- Kalian menumpuk-numpuk harta di atas punggungku, padahal kalian akan menyesalinya di dalam perutku.
- Kalian memakan barang yang haram di atas punggungku, padahal belatung akan memakan tubuhmu di dalam perutku.
- Kalian bersikap sombong di punggungku, padahal kalian akan menjadi hina di dalam perutku.
- Kalian berjalan bersuka ria di atas punggungku, padahal kalian akan jatuh bersedih di dalam perutku.
- Kalian berjalan di bawah cahaya matahari, bulan, dan gemerlap lampu di atas punggungku, padahal kalian akan berada dalam kegelapan di dalam perutku.
- Kalian bisa bergerombol-gerombol di atas punggungku, padahal kalian akan tinggal sendirian di dalam perutku.
Keterangan diambil dari kitab Nasha'ih al-'Ibad (Bab 'Usyari, makalah ke-14) karya Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani; Syarh al-Munabbihat 'ala al-Isti'dad li yaum al-Ma'ad (Ibnu Hajar al-Asqalani).
***
Siapakah
Anas bin Malik?
Dia
adalah putra dari seorang ayah bernama Malik. Ibunya bernama Ummu
Sulaim binti Milhan, yang terkenal pula dengan sebutan Rumaysho’ atau
Ghumaysho’.
Sobat
Blogger pernah mendengar cerita tentang seorang istri supertabah yang tetap
tersenyum indah dan berdandan cantik untuk suaminya, padahal saat itu anaknya
yang masih kecil baru saja meninggal. Sang Istri berusaha menutupi kabar duka
itu di hadapan suaminya, Abu Thalhah[1],
yang baru saja pulang dari perjalanan malam.
“Bagaimana
kabar anakku?” tanya Abu Thalhah saat itu.
“Dia
dalam keadaan tenang,” jawab sang Istri lembut, sembari menyuguhkan makan malam untuk
suaminya.
Selepas
makan, sang Istri melayani Abu Thalhah dengan lapang hati dan penuh cinta di atas
tempat tidurnya. Barulah, setelah rampung hajat mereka di atas tempat tidur,
sang Istri menceritakan bahwa putranya telah meninggal.
Dialah
Ummu Sulaim, sang Istri yang supertabah tersebut, ibunda Anas bin Malik.
Kembali
ke cerita Anas bin Malik, saat Anas berusia 10 tahun, Ummu Sulaim membawa Anas menemui
Rasulullah. Di hadapan Rasulullah, Ummu Sulaim berkata, “Wahai Rasul, tidak seorang
pun lelaki dan perempuan dari Anshar ini, kecuali telah memberi hadiah kepadamu.
Sesungguhnya aku tidak memiliki apa pun yang dapat aku berikan kepadamu,
kecuali anakku ini. Maka, ambillah ia agar dapat membantumu kapan pun engkau mau.”
Rasulullah
tersenyum, lalu mengusap lembut kepala si kecil Anas bin Malik. Walaupun
sejarah mencatat bahwa Anas bin Malik adalah khadim (pembantu, pelayan)
Rasul, perlakuan yang beliau berikan kepada Anas tidaklah seperti perlakuan majikan
kepada pembantu pada zaman ini. Anas bin Malik justru diperlakukan lembut
seperti anak sendiri. Karena itulah, beliau biasa memanggil Anas dengan
panggilan manja dan penuh sayang; Unais (si kecil Anas) atau ya
bunayya (duhai anakku).
Dia menjadi
pembantu Rasul selama 10 tahun. Selama sepuluh tahun itu dimanfaatkan sungguh-sungguh
oleh Anas untuk mempelajari Islam dari Rasul. Dia banyak mengetahui sifat-sifat
dan kemuliaan Rasul, yang tidak banyak diketahui oleh orang selainnya. Berkah dari
melayani Nabi setiap hari, dada Anas bin Malik dipenuhi ilmu yang langsung dia serap
dari Nabi. Tidak mengherankan jika dia termasuk dalam jajaran tiga besar sahabat
Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits.
Di
antara doa yang terkenal dari Rasulullah untuk Anas bin Malik adalah:
اَللَّهُمَّ
ارْزُقْهُ مَالاً وَوَلَداً وَبَارِكْ لَهُ
“Ya
Allah, limpahkanlah rezeki kepadanya berupa harta dan anak, dan berkahilah dia.”
Doa
Rasulullah terkabul, Anas bin Malik menjadi orang yang kaya raya di kalangan kaum
Anshar. Keturunannya juga banyak, bahkan cucu-cucunya lebih dari seratus orang.
Menjelang
wafatnya, pada usia seratus tahun lebih, Anas bin Malik berwasiat agar tongkat
kecil milik Rasulullah dikuburkan bersamanya. Saat meninggal, wasiat itu pun
ditunaikan oleh keluarganya. Tongkat kecil milik Nabi diletakkan di antara
lambung Anas.
Wallahu
a’lam
6 comments:
Subhanallah sungguh terharu saya kang bacanya, memang mulia sekali ya rosul itu, dan banyak sekali sifat dari rosul yang bisa kita contoh, sampai sampai hal sekecil apapun yang diberikan rosul selalu dianggap pemberian yang luar biasa, subhanallah.
Begitulah kemuliaan Rasul, ya, Kang.
subhanallah ceritanya menyentuh, iya saya pernah baca juga tuh ceritanya yang istri super tabah jadi keinget lagi pas baca barusan :)
begitu sabar ya mas, padahal saya mah liat anak saya nangis suka kasian banget malah ga bisa nahan..
Iya, Mas, memang kesabarannya dan ketabahannya luar biasa.
Membaca dan meresapi setiap kalimat seruan bumi tersebut membuat saya cukup merinding mas mengingat dosa yang sudah saya lakukan :( saya senang-senang di atas punggung nya padahal saya akan sedih di dalam perutnya :(
Begitulah bumi menyeru kita agar kita selalu ingat, Mas.
Post a Comment