Dahulu
kala, sebelum kiai-kiai nusantara mengembangkan agama Islam di tempat
kelahirannya, mereka terlebih dahulu menuntut ilmu sebagai bekalnya. Kebanyakan
dari mereka adalah menuntut ilmu di tanah suci Makkah. Kiai-kiai alumni Makkah
ini kebanyakan mempunyai pengaruh tersendiri. Seperti Kiai Hasyim Asy'ari, Kiai
Asnawi Kudus, Kiai Baidlowi Lasem.
Kiai-kiai
Jawa ketika di Haramain belajar kepada ulama-ulama setempat. Baik yang masih
keturunan Rasulullah Saw ataupun bukan, seperti Sayyid Alawi, Sayyid Amin
al-Kutbi, Syaikh Mahfud at-Turmusi, Syaikh Imam Nawawi al-Bantani dan sederetan
ulama lain yang mengajar di Masjidil Haram.
Kiai
Hasyim Asy'ari merupakan salah satu Kiai yang mondoknya lama sekali. Saking
lamanya menuntut ilmu, ada sebagian orang yang mengatakan beliau pernah membeli
Amat (Budak Perempuan). Beliau masih senang tirakatan belajar dan mengaji
hingga umurnya sampai tua, sudah layaknya menikah. Dari berkah lamanya Kiai
Hasyim mondok ini, banyak orang yang belajar kepadanya. Murid-muridnya banyak
yang menjadi ulama besar, seperti Kiai Ahmad bin Syuaib, Kiai Maksum Lasem dan
kiai-kiai lain yang tersebar di mana-mana.
Selain
Kiai Hasyim yang ahli tirakatan, leluhur Syaikhina Maimoen juga ahli tirakatan.
Mereka kebanyakan menikah setelah umurnya empat puluh tahun. Seperti pernikahan
Mbah Syamsyiyah dan Mbah Muhdlor, Mbah Ghazali bin Lanah dan Kiai Syuaib. Untuk
itu, diharapkan bagi santri agar jangan tergesa-gesa ingin cepat boyong dari
mondoknya.
Adapun
masalah Syaikhina Maimoen, ketika mondok di Makkah beliau hanya sebentar. Di
sana beliau belajar kepada Sayyid Alawi, Sayyid Amin al-Kutbi dan ulama
Haramain lainnya. dari Sayyid Amin ini, Syaikhina Maimoen pernah diajak
keponakannya untuk melihat Kiswah Ka'bah, sebab keponakan Sayyid Amin ini
adalah Direktur Bagian Urusan Kiswah Ka'bah.
Syaikhina
Maimoen Zubair juga belajar kepada Syaikh Abdullah bin Nuh. Beliau adalah ulama
asal negeri Malaysia yang mengajar di Makkah. Dari Syaikh Abdullah bin Nuh ini,
Syaikhina belajar bagaimana membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Beliau
mengajarkan kepada Syaikhina Maimoen agar ketika membaca Al-Quran itu ketika
waqof (tanda berhenti baca) harus sesuai dengan jumlah kalimatnya (stuktur
kalimatnya). Bukan hanya sekedar waqof yang seperti sudah ditandakan di dalam
Al-Quran yang sudah dicetak.
Selama
di Makkah, banyak kitab yang dipelajari Syaikhina Maimoen dari ulama Makkah.
Namun, yang khatam cuma ada tiga. Yaitu, kitab Usul Fikih karya Imam Haramain,
kitab Baiquniyyah dan kitab karya Syaikh Zam-Zami.
Belajar
ilmu agama adalah suatu perkara yang sangat penting. Mengaji yang baik
hendaknya tidak ada daftarnya. Hanya semata-mata karena Allah. Setiap santri
yang belajar, mereka mengelilingi kiainya yang telah mengajarkan ilmu. Mereka
mendengarkan dan menyimak apa yang telah disampaikan oleh kiainya tadi. Jika
ada yang datang terlambat, maka dia akan diberi kelonggaran tempat duduk agar
bisa mendengarkan ilmu sebagaimana orang yang datang terlebih dahulu.
Jika
hal yang diajarkan Rasulullah Saw ini diamalkan sebagaimana mestinya, maka
Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang
mempunyai ilmu. Allah berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ
وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Mujaadilah : 8).
Akan
tetapi, untuk merealisasikan mengaji sebagaimana tradisi ulama-ulama salaf
terdahulu, kita membutuhkan usaha dan kerja keras yang maksimal. Sekarang,
sedikit sekali orang yang mau mengaji. Tradisi belajar sudah diganti dengan
praktik akademisi yang tentunya harus mendaftar siswanya yang mau belajar.
Apabila kita tidak bisa meninggalkan tradisi akademisi, maka jangan pula
meninggalkan tradisi mengaji secara total entah bagaimana caranya.
Sarang, 5 Januari 2013.
Catatan : Artikel ini disarikan dari
ceramah Syaikhina Maimoen Zubair ketika ada acara HIMMA (Himpunan Mutakharrijin
Mutakharrijat Al-Anwar) tahun 2009.
Disalin dari http://ppalanwar.com/
0 comments:
Post a Comment