ads
Wednesday, July 25, 2012

July 25, 2012
44

Dalam postingan saya berjudul Hal-Hal Penting Seputar Shalat Witir saudara saya Mbak Alaika Abdullah meninggalkan komentar sebagai berikut:

Trims atas informasinya sobs... berarti setelah melakukan shalat witir, kita masih boleh melakukan shalat tahajjud jika terbangun setelah tidur malam ya?

Saya sambut pertanyaan itu dengan jawaban singkat:

Iya, Mbak. Masih boleh shalat tahajud, dan tidak perlu shalat Witir lagi.


Sehari setelah memberikan jawaban itu, entah bagaimana ceritanya tiba-tiba ada dorongan hati untuk mengurai jawaban itu secara lebih detail lagi dalam postingan tersendiri. Apalagi bagi kebanyakan orang, sampai detik ini, masalah ini ternyata masih menjadi sisi gelap mereka.

Semoga tulisan sederhana berikut ini bisa menjadi setitik cahaya terang di tengah sisi gelap tersebut. Tulisan ini saya sarikan dari kitab Shahih Fiqhu as-Sunnah wa Adillatuhu wa Taudhihu Madzahib al-A’immah, Jilid I, halaman 386-387, cet. Al-Maktabah at-Taufiqiyah. Juga I’anah ath-Thalibin, Jilid I, halaman 252-253, cet. Karya Thoha Putra Semarang.

Bagaimana intisari dari dua kitab tersebut? Mari kita kaji bersama, sambil menanti waktu berbuka puasa. ^_^


~*~

Uraian Jawaban
Ada dua pendapat yang muncul di antara para ulama.

1.   Boleh melakukan shalat sunnah sesukanya (misalnya shalat Tahajud) setelah shalat Witir, tetapi shalat Witirnya tidak boleh diulangi lagi.

Inilah pendapat Jumhur (mayoritas) ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, Hambali, dan Syafi’i. Juga pendapat An-Nakha’i, al-Auza’i, dan ‘Alqamah.

Dasar dibolehkannya shalat sunnah (semisal Tahajud) setelah shalat Witir adalah sebagai berikut:

a.    Hadits Jabir bin Abdillah:

مَنْ خَافَ مِنْكُمْ أَنْ لا يَسْتَيْقِظَ آخِرَ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَ اللَّيْلِ وَلْيَرْقُدْ

“Barangsiapa di antara kalian yang khawatir tidak bangun pada akhir malam, maka berwitirlah pada awal malam lalu tidurlah, ...” (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

b.    Hadits Aisyah r.ha.:

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ كَانَ يُصَلِّي ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يُوتِرُ ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَرَكَعَ ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالْإِقَامَةِ مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ

Abu Salamah berkata, aku pernah bertanya kepada Aisyah tentang shalat Rasulullah, maka ia menjawab, “Beliau kerjakan 13 rakaat. Ia shalat 8 rakaat kemudian shalat witir, lalu shalat 2 rakaat sambil duduk kalau ia hendak rukuk ia bangkit lalu rukuk. Kemudian beliau shalat 2 rakaat antara waktu adzan dengan iqamat pada shalat subuh.” (HR. Muslim, An-Nasa’i, dan lainnya)

c.    Hadits Ummi Salamah:

كَانَ يَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الوِتْرِ وَهُوَ جَالِس

“Rasulullah pernah melakukan rukuk dua kali (shalat dua rakaat) dalam keadaan duduk setelah shalat Witir.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
           
Adapun dasar tidak dibolehkannya mengulang shalat Witir adalah hadits Nabi saw dari Thalq bin Ali sebagai berikut.
لاَ وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ
“Tidak ada dua Witir dalam satu malam.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasa’i, dan lainnya)

Bahkan, dalam kitab I’anah ath-Thalibin disebutkan, haram hukumnya melakukan shalat Witir lebih dari sekali dalam satu malam (jika memang dilakukan secara sengaja dan kita pun tahu bahwa pengulangan Witir itu dilarang). Pandangan ini pun berpijak pada hadits Thalq bin Ali di atas.


2.   Tidak boleh melakukan shalat sunnah semisal Tahajud setelah shalat Witir.

Tetapi, jika ingin melakukan shalat sunnah semisal Tahajud maka shalat Witirnya harus “dirusak” dulu, baru kemudian melaksanakan shalat Tahajud. Setelah Tahajud kemudian ditutup lagi dengan shalat Witir.

Praktiknya (menurut pendapat ini) dalam konteks bulan Ramadhan ini adalah sebagai berikut.
ü  Shalat Isya’ + shalat Tarawih + shalat Witir.
ü  Tidur lalu bangun malam untuk Tahajud atau lainnya.
ü  Sebelum shalat Tahajud, dibuka dulu dengan shalat 1 rakaat. Tujuannya adalah untuk “merusak” atau mengubah status shalat Witir (yang pertama tadi) dari ganjil menjadi genap. Atau “membuka kembali” shalat malam yang sebelumnya sudah ditutup dengan Witir.
ü  Barulah setelah itu dilanjutkan dengan shalat Tahajud atau shalat sunnah lainnya.
ü  Setelah Tahajud dan shalat sunnah lain, dilakukanlah kembali shalat Witir sebagai penutup rangkaian shalat malam.

Pendapat ini berpijak pada hadits Nabi:

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

“Jadikanlah akhir/penutup dari shalat malam kalian dengan Witir.” (HR. Bukhari dan Muslim)

~*~

Menyikapi Dua Pendapat yang Berbeda
Sebagai solusi, maka kita pilih pendapat yang kuat. Pertanyaannya, manakah di antara dua pendapat tersebut yang kuat?

Dari dua pendapat di atas, yang kuat adalah pendapat pertama. Pertimbangannya,  karena pendapat pertama memiliki dasar yang kuat, yakni riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah pernah shalat sunnah setelah shalat Witir. (lihat kembali hadits Aisyah dan hadits Ummi Salamah di atas)

Adapun kelemahan pendapat kedua dikarenakan:
·                          Adanya 1 rakaat sebelum shalat Tahajud.
Dalam syari’at Islam, tidak dikenal adanya shalat sunnah 1 rakaat yang bertujuan untuk “merusak”, “membatalkan”, atau “menggenapkan” shalat Witir.
·                          Adanya pengulangan shalat Witir.

Ini bertentangan dengan hadits Thalq bin Ali: “Tidak ada dua Witir dalam satu malam.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasa’i, dan lainnya)


~*~

Kesimpulan
  1. Boleh melakukan shalat sunnah setelah shalat Witir.
  2. Tidak boleh melakukan shalat Witir lebih dari sekali dalam semalam.
  3. Jika yakin atau mempunyai dugaan kuat bisa bangun malam, maka sebaiknya shalat Witirnya diakhirkan (dilaksanakan setelah tidur).
  4. Jika tidak yakin atau tidak mempunyai dugaan kuat bisa bangun malam, maka sebaiknya shalat Witir diawalkan (dilaksanakan sebelum tidur).
  5. Hadits “‘Jadikanlah akhir dari shalat malam kalian dengan Witir”, artinya adalah kita disunnahkan (dianjurkan) menutup shalat malam kita dengan Witir. Bukan diwajibkan.

Wallahu a’lam 





***
Jawaban Tambahan
Jawaban tambahan yang kian menguatkan ini merupakan hasil diskusi saya dengan Mas Moh Najib Bukhori, Lc. melalui jejaring sosial facebook. Berikut tambahannya.

Jika seseorang telah melakukan shalat witir kemudian ingin melakukan shalat lain, maka ada dua pendapat.

Pertama, langsung melakukan shalat lain tanpa merusak witir.

Kedua, menggenapkan shalat witir dengan satu rakaat, lalu menjalankan shalat lain dan diakhiri dengan witir lagi.

Pendapat pertama didukung oleh Sufyan Thauri, Malik bin Anas, Ibnu al-Mubarak, Ahmad dll. Menurut tirmidzi dan Nawawi ini pendapat yang lebih sahih.

Pendapat kedua didukung Ibnu Umar, Ishaq, salah satu versi yang diceritakan Al-Haramain, ulama; Khurasan dll.

Dasar yang digunakan oleh pendukung pendapat pertama adalah hadis لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ dan hadis sahih lain yang menunjukkan bahwa nabi masih melakukan shalat lainn setelah witir tanpa melakukan witir kedua. Sedangkan hadis اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وترا diartikan sebagai perintah mandub.


Dasar yang digunakan pendapat kedua adalah hadis اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وترا yang diartikan sebagai perintah wajib. Dan untuk menghindari dua witir dalam satu malam, dilakukan penggenapan. Lihat musnad Ahmad.
 

Kesimpulan
Pendapat yang ada dalam kitab I’anah ath-Thalibin adalah pendapat yang lebih sahih menurut Tirmidzi dan Nawawi. Dan menurut saya, jalan berpikir pendapat pertama lebih tepat.




حَدَّثَنَا هَنَّادٌ قَالَ: حَدَّثَنَا مُلَازِمُ بْنُ عَمْرٍو قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَدْرٍ، [ص:334] عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ» : وَاخْتَلَفَ أَهْلُ العِلْمِ فِي الَّذِي يُوتِرُ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ، ثُمَّ يَقُومُ مِنْ آخِرِهِ، فَرَأَى بَعْضُ أَهْلِ العِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ: نَقْضَ الوِتْرِ، وَقَالُوا: يُضِيفُ إِلَيْهَا رَكْعَةً وَيُصَلِّي مَا بَدَا لَهُ، ثُمَّ يُوتِرُ فِي آخِرِ صَلَاتِهِ، لِأَنَّهُ لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ، وَهُوَ الَّذِي ذَهَبَ إِلَيْهِ إِسْحَاقُ، وَقَالَ بَعْضُ أَهْلِ العِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ: إِذَا أَوْتَرَ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ، ثُمَّ نَامَ، ثُمَّ قَامَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ، فَإِنَّهُ يُصَلِّي مَا بَدَا لَهُ وَلَا يَنْقُضُ وِتْرَهُ، وَيَدَعُ وِتْرَهُ عَلَى مَا كَانَ، وَهُوَ قَوْلُ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، وَمَالِكِ بْنِ أَنَسٍ، وَابْنِ المُبَارَكِ، وَأَحْمَدَ، وَهَذَا أَصَحُّ، لِأَنَّهُ قَدْ رُوِيَ مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ صَلَّى بَعْدَ الوِتْرِ ) سنن الترمذي، شركة مكتبة ومطبعة مصطفى البابي الحلبي – مصر، 1975، 2:333)


حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ ابْنِ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي نَافِعٌ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ كَانَ إِذَا سُئِلَ عَنِ الْوَتْرِ؟ قَالَ: أَمَّا أَنَا فَلَوْ أَوْتَرْتُ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ، ثُمَّ أَرَدْتُ أَنْ أُصَلِّيَ بِاللَّيْلِ، شَفَعْتُ بِوَاحِدَةٍ مَا مَضَى مِنْ وِتْرِي، ثُمَّ صَلَّيْتُ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا قَضَيْتُ صَلَاتِي أَوْتَرْتُ بِوَاحِدَةٍ، " إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ أَنْ يُجْعَلَ آخِرَ صَلَاةِ اللَّيْلِ الْوَتْرُ " (مسند احمد، مؤسسة الرسالة، 2001، 10:329)

(فَإِنْ أَوْتَرَ ثُمَّ تَهَجَّدَ) وَكَذَا إنْ لَمْ يَتَهَجَّدْ (لَمْ يُعِدْهُ) أَيْ الْوِتْرَ ثَانِيًا: أَيْ لَا يُسَنُّ لَهُ إعَادَتُهُ لِخَبَرِ «لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ» وَالْأَصْلُ فِي الصَّلَاةِ إذَا لَمْ تَكُنْ مَطْلُوبَةً عَدَمُ الِانْعِقَادِ فَلَوْ أَوْتَرَ ثَانِيًا لَمْ يَصِحَّ وِتْرُهُ (وَقِيلَ يَشْفَعُهُ بِرَكْعَةٍ) أَيْ يُصَلِّي رَكْعَةً حَتَّى يَصِيرَ وِتْرُهُ شَفْعًا ثُمَّ يَتَهَجَّدَ مَا شَاءَ (ثُمَّ يُعِيدُهُ) كَمَا فَعَلَ ذَلِكَ ابْنُ عُمَرَ وَغَيْرُهُ لِيَقَعَ الْوِتْرُ آخِرَ صَلَاتِهِ (مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، دار الكتب العلمية ، 1994، 1:454)

إذَا أَوْتَرَ قَبْلَ أَنْ يَنَامَ ثُمَّ قَامَ وَتَهَجَّدَ لَمْ يُنْقَضْ الْوِتْرُ عَلَى الصَّحِيحِ الْمَشْهُورِ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ بَلْ يَتَهَجَّدُ بِمَا تَيَسَّرَ لَهُ شَفْعًا وَفِيهِ وَجْهٌ حَكَاهُ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَغَيْرُهُ مِنْ الْخُرَاسَانِيِّينَ أَنَّهُ يُصَلِّي مِنْ أَوَّلِ قِيَامِهِ رَكْعَةً يُشْفِعُهُ ثُمَّ يَتَهَجَّدُ مَا شَاءَ ثُمَّ يُوتِرُ ثَانِيًا وَيُسَمَّى هَذَا نَقْضُ الْوِتْرِ وَالْمَذْهَبُ الْأَوَّلُ لِحَدِيثِ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ رَوَاهُ أَبُو دَاوُد 
وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيِّ قَالَ التِّرْمِذِيُّ حَدِيثٌ حَسَنٌ (المجموع شرح المه
ذب، دار الفكر، 4:15

44 comments:

Wury said...

Lengkap beneeeer jabarannya, Mas :)

iki sopo tow jane said...

Ketemu dech ,yg dicari ... Hehe
suwun pak irham

Mypage5, situs Jejaring Sosial yang Membayar Membernya said...

terimakasih, harus di share nih :D

Uswah said...

mantaaappp

Mami Zidane said...

terimakasih pejelasan detailnya mas irham...saya malah baru tahu lho...:)

Asnawi Lathif said...

siip.... martisiip...

karyakuumy said...

ouh jdi boleh tpi tnpa pakai witir lagi ya sob ???
makasih ya :D

Unknown said...

singkat, padat, dan jelas .... saya malah baru tau kalau ada cara untuk merusak shalat witir hehehehehe ....

Irham Sya'roni said...

Hehe... intinya biar ada bahan buat posting saja, Mbak Wury. :)

Irham Sya'roni said...

Beeughhh, kaya' buronan saja dicari2. :-)
Eh, ini Anna siapa? Soalnya aq klik ga muncul blognya

Irham Sya'roni said...

makasih kembali, mas.

Irham Sya'roni said...

Hmmmm... alhamdulillah

Irham Sya'roni said...

Terima kasih kembali, Mami. Semoga bermanfaat

Irham Sya'roni said...

Soopp,... martosoooppp... **eh, sidane Sabtu Ahad piye?

Irham Sya'roni said...

Iya, Sob, kasih kembali :-)

Irham Sya'roni said...

Saya tahunya jg pas prtma kali jd org Jogja. Sblmnya ga prnah tahu itu. hehe

eksak said...

Hehehe, jadi namanya witir kan ganjil. Entar kalo ada witir lagi berarti kan ganjil tambah ganjil, donk! Ya jadinya genep lah. Dan yg genep bukan witir! <--komen opo iki?

Irham Sya'roni said...

Kalo ganjil kali ganjil- atau, ganjil dikurangi ganjil, -jadinya apa ya, mas? hehe... **Tanggapan opo pula iki? hehe

Seagate said...

Alhamdulillah..berarti selama ini pengamalanku selama ini udah benar, makin mantep setelah ada dasar hukum dalil dan hadistnya..Makasih banyak mas, postingan yang sangat bermanfaat sekali :)

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah, setelah lama ga bersua dgn Mas Seagate, akhirnya hari ini bisa bertgur sapa lagi. **kangen sama Kang Bejo-nya. hehe...

Budhi Insan said...

Subhanallah menjadi ruang belajar yang baik disini
banyak hikmah dan manfaatnya

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Terima kasih sudah berkenan mampir di sini. Semoga apa pun yg kita tulis di dunia maya ini adalah bernilai kebaikan dan kebermanfaatan. amin

Asnawi Lathif said...

memang dr awal lek imron karo yaiQ gak sek remen mslh sabtu ahad dengan alasan yang sama (qur'an). untuk saat ini diem, aku n ibu gak crito karo kak alim n kak itah

Irham Sya'roni said...

Hmmm.... lgkh yg kurang tepat. menurutku, mereka semua harus tahu sedari awal. Lbh baik pahit di awal tp manis selanjutnya, drpd pahit di blkg.

Asnawi Lathif said...

iyo sieh,,, tapi yo alon2, nunggu waktu sg pas. ohyo, rencana Ya ayyuhalladzi amanu gmn?

arifatih said...

sip... :D
#komentar yg singkat, padat, dan jelas

Irham Sya'roni said...

Sippp... Kui tetep sido. Dirimu data dl jumlahe brp, terus di surat n ayat brp smua. Slnjute scpatnya tak konsepe

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah, akhirnya tetanggaku blogwalking jg ke sini. Hehe...

Keke Naima said...

terima kasih byk ya mas utk ilmu yg di bagikan :)

Irham Sya'roni said...

Terima kasih kembali, Bunda, atas waktunya untuk mampir di sini. :)

Ave Ry said...

Lega..... Walaupun bertahun-tahun melakukan sholat tarawih + witir, kemudian waktu sebelum sahur (jam 3) menyempatkan diri untuk sholat tahajud, tetapi hati masih belum tenang karena ada beberapa teman yang bilang tidak boleh. Meskipun saya tidak mengikuti kata mereka tapi saya juga tidak bisa menjawab mereka mengapa saya melakukannya. Itu karena saya belum tau dalilnya. Alhamdulillah, sekarang saya punya hujjah. Jazakillah khoiron katsir...

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah, segala sesuatu termasuk juga amal ibadah kita kalau dilakukan dengan mengerti pijakannya rasanya memang lega di hati, Mbak. Semoga bermanfaat dan kita bisa terus belajar, belajar, dan belajar agar semakin plong atau lega dlm beramal. amin

Alaika Abdullah said...

Mas Irham.... makasih atas jawaban dan tambahan informasi yang sangat lengkap ini... sangat berguna bagi kita semua nih mas! thanks again yaaa :)

Irham Sya'roni said...

Makasih kembali, Mbak. makasih jg approve fb-nya. :)

Niar Ningrum said...

Alhamdulillah dapet penjelasannya disini baba :D

Terima kasih postingannya bagus banget :D

Irham Sya'roni said...

makasih kembali, Niar. Ini idenya berkat komen bernasnya Mbak Al. :)

Dinda said...

Terima kasih sharenya ka ..

saya jadi dapet ilmu lagi ..
Salam kenal

Irham Sya'roni said...

terima kasih kembali. alhamdulillah jika tulisan sederhana di sini bermanfaat. salam kenal juga

Unknown said...

Sholat sunah boleh di lakukan setelah witir mas tapi sholat witir nya tidak boleh di ulangi lagi ? Ini pelajaran berharga mas buat kita semua apalagi di bulan yang penuh berkah yakinlah semua orang akan memperbanyak amal ibadahnya :) semoga berkah buat kang Admin yang memberikan informasinya .aminn

Nathalia DP said...

artikelnya bermanfaat sekali, terutama buat ibu saya yg msh suka ragu2

Kang Nurul Iman said...

Alhamdulillah mas sudah lengkap jawabannya, kebetulan lagi bingung juga tentang pembahasan yang itu mas.

Irham Sya'roni said...

Aamiin... semoga keberkahan untuk kita semua, Mas. :)

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah jika bermanfaat.
Salam ta'zhim untuk ibunya, ya, Mbak.

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah, sekarang Kang Nurul tidak bingung lagi, kan? :)