ads
Friday, February 10, 2012

February 10, 2012
6
Memang banyak yang kadang terlambat berangkat Sholat jum'at, tapi kadang keterlambatan mereka itu ada yang disengaja, berangkatnya sangat mepet waktunya, jadi mereka telat. Gimana hukumnya kalau ada orang yang sengaja telat Jum'atan, padahal dia tdk sibuk atau santai2 saja di rumah?

~ Tanggapan Sweethy Amore dalam artikel berjudul KetikaTerlambat Shalat Jum'at, Bagaimana Makmum Bersikap?

 

 

 

Jawaban:

Sobat Sweethy Amore, ada dua perspektif yang akan saya gunakan untuk menjawabnya. Pertama, dari perspektif atau kacamata fiqih, sebagai alat ukur sah atau tidak. Yang kedua dari perspektif akhlak, sebagai tolak ukur kemuliaan atau ketercelaan seseorang.

 

 

A. Perspektif Fiqih

 

Shalat Jum’at (dan khotbah sebelum shalat Jum’at), keduanya merupakan satu rangkaian atau satu paket ibadah yang tidak boleh dipisahkan. Karena itu, agar ibadah Jum’at sah maka kedua unsur tersebut (khotbah dan shalat) yang terangkum dalam satu paket juga harus sah.

 

Salah satu kunci keabsahan ibadah Jum’at ialah dilaksanakan secara berjamaah. Jadi, tidak terbilang sebagai shalat Jum’at apabila dilaksanakan sendirian. Termasuk juga khotbahnya, harus dilaksanakan dengan dihadiri oleh jamaah. Bisa dianggap “hilang akal” kan kalau saya berkhotbah sendirian tanpa ada yang mendengarkan? ^_^

 

Berapa batas minimal jumlah peserta shalat Jum’at? Tentang hal ini para ulama berbeda pendapat.

 

Sayyid Sabiq, penulis kitab Fiqhus Sunah, menyebutkan setidaknya ada 15 pendapat yang berbeda. Di antaranya dapat saya sebutkan sebagai berikut.

 

1.      Menurut pendapat Syafi’iyah,  Hanabilah, dan jumhur ulama, jumlah peserta shalat Jum’at tidak boleh kurang dari 40 orang termasuk imam. Mereka harus baligh, berakal sehat, merdeka (bukan budak), penduduk setempat, dan laki-laki.

Dasarnya adalah hadits dari Jabir r.a., bahwa Nabi  saw bersabda, “Sunnah Rasul menetapkan bahwa setiap 40 orang atau lebih adalah shalat Jum’at.” (H.R. Ad-Daruquthni)

Juga hadits dari Ibnu Mas’ud r.a., “Bahwa Rasulullah saw shalat Jum’at di Madinah dengan jumlah peserta 40 orang.” (HR Al-Baihaqi)

2.      Menurut ulama Hanafiyah, shalat Jum’at itu sah dilaksanakan hanya dengan 3 orang selain imam (berarti 4 orang termasuk imam).

Mereka berpijak pada hadits Nabi saw, “Jum’at itu wajib bagi tiap-tiap desa yang ada padanya seorang imam, walaupun penduduknya hanya ada 4 orang.” (H.R. Thabrani)

3.      Menurut ulama Malikiyah, jumlah minimal peserta shalat Jum’at adalah 12 orang laki-laki selain imam.

Dasarnya ialah keterangan dari Jabir, “Di saat kami melaksanakan shalat Jum’at bersama Nabi, datanglah sekelompok kafilah membawa makanan. Orang-orang lalu menghampirinya, sehingga yang tersisa bersama Nabi hanya 12 orang, antara lain Abu Bakar dan Umar. Maka turunlah ayat: ‘Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah)’ (Q.S. Al-Jumu’ah [62]: 11).” (H.R. Syaikhan dan Tirmidzi)

 

 

Nah, kasus Si Ucok yang selalu datang terlambat menghadiri shalat Jum’at, itu berkaitan erat dengan batas minimal peserta shalat Jum’at. Karenanya akan melahirkan konsekuensi hukum sebagai berikut.

 

1.      Jika jumlah peserta khotbah atau shalat Jum’at tidak mencapai batas minimal, maka Si Ucok wajib hadir sejak awal khotbah untuk menggenapi jumlah minimal. Haram baginya datang belakangan. Sebab bisa menjadikan khotbah dan shalat Jum’at tidak sah, karena kurang dari batas tersebut.

 

Contoh kasus:

Si Ucok mengikuti dan meyakini pendapat bahwa jumlah minimal jamaah shalat Jum’at adalah 40 orang. Dan, memang jamaah di masjidnya hanya ada 40 orang. Pas! Tidak kurang dan tidak lebih. Tapi karena Si Ucok masih nyantai di rumah, jumlah yang ada baru 39 orang.

 

Dalam kasus ini, haram hukumnya dan berdosa jika Si Ucok tidak segera ke masjid untuk menggenapi jumlah 40 itu. Mengapa? Karena ketidakhadiran Si Ucok di sana berakibat tidak sahnya ibadah Jum’at tersebut.

 

Tapi gambaran ini untuk zaman sekarang rasanya mustahil. Karena di sana-sini sudah banyak masjid, dan semuanya selalu penuh sesak oleh jamaah. Jumlahnya tentu lebih dari 40 orang.

 

2.      Jika absennya Si Ucok tidak berpengaruh apa pun terhadap keabsahan khotbah, semisal jamaah yang hadir sudah ada atau melebihi 40 orang, maka tidaklah haram apabila Si Ucok datang belakangan.

 

Contoh kasus:

Jamaah Jum’at di masjid selalu membludak jumlahnya. Karena suatu hal atau memang sengaja, Si Ucok datang agak belakangan ketika khotbah sudah selesai atau shalat Jum’at sedang dilaksanakan.

 

Dalam kasus ini, khotbah dan shalat Jum’at sah. Begitu juga Si Ucok, apabila ia masih bisa mengikuti shalat di rakaat keberapa pun bersama imam, maka shalat Si Ucok juga dihukumi sah walaupun ia tidak mengikuti khotbah atau bahkan tidak mengikuti shalat dari awal takbiratul ihram.

 

 

 

B. Perspektif Akhlak

·         Aurat lelaki dalam shalat adalah antara pusar sampai lutut. Artinya, selama Si Ucok memakai celana atau sarung sekadar menutupi pusar hingga lutut, itu sudah mencukupi. Dan shalatnya juga sah hanya dengan berpakaian seperti itu.

 

·         Atau saat shalat, Si Ucok yang gaul memakai kaos atau baju bergambar tengkorak. Shalatnya tetap terbilang sah.

 

·         Yang terpokok saat berpuasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan suami istri, serta segala hal yang membatalkan puasa. Nah, apabila Si Ucok saat puasa ia marah-marah, mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor, atau melakukan tindak pidana mencuri atau korupsi, puasanya tetap sah. Tidak batal karena perbuatan-perbuatan itu.

 

Tiga contoh kasus di atas adalah persoalan ibadah yang ditilik dari kacamata fiqih.  Yang mana fiqih hanya memberikan jawaban berupa hitam dan putih, sah dan batal, halal dan haram, dan sebagainya berdasarkan hasil ijtihad para ulama (mujtahid).

 

Di luar kacamata fiqih, ada pula perspektif atau kacamata lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu akhlak. Dalam konteks shalat dan ibadah mahdhah lainnya, yang terpokok adalah akhlak kita kepada Allah swt.

 

 

Mari kita jawab sendiri dengan jujur pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

 

1.      Pantaskah kita shalat menghadap Allah swt dengan bertelanjang dada?

 

2.      Sopankah kita menghadap Allah dalam shalat dengan memakai kaos atau baju bergambar tengkorak?

 

3.      Layakkah kita misuh-misuh alias mengeluarkan kata-kata kotor, berdusta, mencuri, dan sebagainya pada saat berpuasa?

 

4.      Pantaskah kita bermalas-malasan datang ke masjid untuk memenuhi panggilan Allah? Ironisnya, saat atasan atau kekasih pujaan memanggil kita, kita cepat-cepat memenuhi panggilannya. Bahkan mendatangi bos atau kekasih hati dengan berpakaian necis dan rapi. Mengapa ketika memenuhi panggilan Allah kita justru malas-malasan dan berpakaian asal-asalan?

 

 

Dalam kacamata akhlak, tidaklah dibahas sah atau tidaknya suatu ibadah, tetapi yang dibahas adalah baik atau tidak, pantas atau tidak, terpuji atau tidak, mulia atau tidak, dan seterusnya. Bahkan, bisa saja terbilang sah dari sudut pandang fiqih, tapi Allah tidak memberinya pahala. Duh, sia-sia, kan?

 

Allah swt berfirman:

 

“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya; dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan bermalas-malasan; dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (Q.S. At-Taubah [9]: 54)

 

Kesimpulannya, untuk menjadi hamba yang istimewa di hadapan Allah Ta’ala, tidaklah cukup kita hanya beribadah berdasarkan fiqih semata, tetapi juga harus disempurnakan dengan akhlak-akhlak mulia kepada Allah Ta’ala. Tidak cukup fisik kita bergerak melakukan shalat, tetapi hati merasa berat.

 

Semoga kita diberi kekuatan dan petunjuk oleh Allah agar giat dan bersemangat dalam beribadah, sehingga Allah pun akan semakin cinta dan ridha kepada kita!

 

 

 gambar: azhie.net

6 comments:

Sweethy Amore said...

Alhamdulillah, pertanyaan saya dijawab dengan jelas oleh sobat Irham di Ruang Ukhuwah mengenai perihal keterlambatan dalam sholat Jum'at. Penjelasannya sangat detail dan jelas sekali, dan menambah ilmu serta wawasan saya dalam hal agama Islam.

Terimakasih banyak atas jawabannya.

Irham Sya'roni said...

@Sweethy Amore Semoga terjawab dan bermanfaat. Mohon maaf kalau redaksi jawabannya agak kacau. maklum ini disambi kerja. Hehe...

Mas Mur said...

Penjelasanya sangat detilan gamblang om...mantabs,,,,hehehe

Irham Sya'roni said...

@Eko Muryanto Siipp. semoga bisa diambil manfaatnya untuk kita semua. Oya Om, tadi aku mau komen di blogmu kok angel banget jee... ganti script po?

Unknown said...

permisi.. ikut menimba ilmu di sini ya.. ^^
salam kenal ^^

Irham Sya'roni said...

@covalimawati Salam kenal juga. Salam persaudaraan... mari belajar bersama-sama