ads
Friday, December 30, 2011

December 30, 2011

Allah adalah Rabb Sang Pelukis keindahan. Dia memilih manusia sebagai penjaga kelestariannya. Namun sayang, di antara mereka ada pula manusia pembuat kerusakan. Mereka menebang pohon-pohon di hutan sembarangan, atau sekadar mengusik dedaunan hingga rontok dari dahannya. Mereka membangun gedung-gedung bertingkat, mengotori air, menukar cahaya rembulan dan kerlip bintang dengan lampu-lampu hiburan malam.

Allah Yang Mahaagung tengah memberikan tanda-tanda bagi segenap insan, bahwa kehidupan dunia dengan keindahan dan kenikmatannya hanyalah sesaat. Setiap kali manusia merasakan keindahan itu, maka saat itu pula ada kehancuran. Setiap kali manisnya hidup begitu menghanyutkan, saat itu pula kepahitan menguntit. Kenikmatan hidup yang kerap dirasakan manusia, terkadang pada saat yang bersamaan hanya mengundang kegetiran. Sungguh, Allah memberikan kenikmatan di tengah-tengah kegetiran, kepahitan di ujung manisnya hidup, serta kehancuran setelah keindahan yang begitu sempurna.

Hanya saja, begitu banyak manusia yang tidak menyadari kebijakan Tuhan. Tidak sedikit pula di antara mereka yang enggan untuk tahu dan melihat kenyataan itu. Yang selalu diingini manusia hanyalah bagaimana merasai hidup ini seperti yang tertampakkan oleh mata kepala mereka. Manusia, tak lagi menoleh kepada gambaran yang sesungguhnya dari mata batin (hati).

Saat sebagian orang tertidur pulas berbantal dan berselimut kesederhanaan, di seberang mereka ada yang tidak bisa tertidur meski berkasur ketercukupan yang empuk dan melegakan. Mereka gelisah, takut, dan khawatir orang-orang yang berkekurangan mendatangi rumah-rumah berpagar tinggi mereka di malam hari untuk merampas kenikmatan mereka.

Ketika orang-orang harus berjalan dengan menoleh ke kanan, ke kiri, ke belakang, dan depan mereka terpasung curiga yang terkadang tanpa alasan. Hanya karena mereka takut orang lain mengganggu kenyamanan dan keamanan mereka. Mereka tercekam, meski berada dalam kendaraan mewah. Sementara di sisi mereka, ada orang-orang yang kerap kali terciprat kotoran dari kendaraan yang berlalu lalang, tetap tenang dengan wajah berseri berjalan di muka bumi. Mereka, tidak pernah memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya, tak pernah terbersit ketakutan orang akan merampas kenikmatan yang memang tidak dimilikinya. Namun, bukankah kenyamanan dan ketenangan itu menjadi keindahan dan kenikmatan hidup tersendiri?

Sepenggal Kisah Inspiratif

Nikmati Kopinya, Bukan Cangkirnya!
Sekelompok alumni satu universitas yang telah mapan dalam karir masing-masing berkumpul dan mendatangi profesor kampus mereka yang telah tua. Percakapan segera terjadi dan mengarah pada komplain tentang stres di pekerjaan dan kehidupan mereka.

Menawari tamu-tamunya kopi, profesor pergi ke dapur dan kembali dengan poci besar berisi kopi dan cangkir berbagai jenis dari porselin, plastik, gelas, kristal, gelas biasa, beberapa di antara gelas mahal dan beberapa lainnya sangat indah. Sang profesor berkata kepada para mantan mahasiswanya untuk menuang sendiri kopinya.

Setelah semua mahasiswa mendapat secangkir kopi di tangan, profesor itu mengatakan, “Jika kalian perhatikan, semua cangkir yang indah dan mahal telah diambil, yang tertinggal hanyalah gelas biasa dan yang murah saja. Sangat normal kalian memilih yang terbaik bagi diri kalian masing-masing. Tatapi, sebenarnya itulah yang menjadi sumber masalah dan stres yang kalian alami.”

“Pastikan bahwa cangkir itu sendiri tidak memengaruhi kualitas kopi. Sebab, yang kalian inginkan sebenarnya adalah kopi, bukan cangkirnya. Namun, kalian secara sadar mengambil cangkir terbaik dan kemudian mulai memerhatikan cangkir orang lain,” terang profesor.

“Anak-anakku, kehidupan yang kita arungi saat ini tak ubahnya seperti kopi. Sedangkan pekerjaan, uang, kekayaan, dan posisi dalam masyarakat adalah cangkirnya. Cangkir bagaikan alat untuk memegang dan mengisi kehidupan. Jenis cangkir yang kita miliki tidak mendefinisikan atau juga mengganti kualitas kehidupan yang kita hidupi. Seringkali, karena berkonsentrasi hanya pada cangkir, kita gagal untuk menikmati kopi yang Tuhan sediakan bagi kita.”

Untaian Mutiara Kata
1. Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. (Sabda Nabi saw.)

2. Hiasilah Al-Qur’an dengan keindahan suara kalian. (Sabda Nabi saw.)

3. Dua nikmat yang sering dilupakan ialah kesehatan dan keselamatan. (Ali bin Abi Thalib)

4. Ketenteraman (uns) dengan Allah lebih tinggi dibandingkan ketenteraman (uns) dengan apa yang diharapkan seorang hamba dari kenikmatan surga. (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)

5. Dari sekian banyak kenikmatan dunia, cukuplah Islam sebagai nikmat bagimu. Dari sekian banyak kesibukan, cukuplah ketaatan sebagai kesibukan bagimu. Dari sekian banyak pelajaran, cukuplah kematian sebagai pelajaran bagimu. (Ali bin Abi Thalib)

6. Orang yang tidak mengetahui dan mensyukuri nikmat Allah berupa indera adalah orang yang tidak mengetahui sumber kehidupan yang amat besar. (Abbas As-Siisiy)

7. Setiap apa yang kita lakukan dan itu benar, maka di sana ada dimensi duniawi di balik dimensi ukhrawi. (Imam As-Suyuti)

8. Kerinduan terhadap makanan, minuman, dan bidadari di surga merupakan kekurangan yang sangat apabila dibandingkan dengan kerinduan orang-orang yang mencintai Allah Ta’ala. Bahkan, keduanya sama sekali tidak dapat dibandingkan. (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)

9. Saya tidak memedulikan apa yang terjadi itu sesuatu yang saya sukai atau tidak saya sukai. Karena, saya tidak tahu apakah kebaikan itu pada apa yang saya sukai atau tidak saya sukai. (Umar bin Khattab)

10.Jika Allah akan memberi kunci kepada seorang hamba, berarti Allah akan membukakan (pintu kebaikan) kepadanya. Dan jika seseorang disesatkan Allah, berarti ia akan tetap berada di muka pintu tersebut. (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)

11.Setiap hari yang Allah tidak didurhakai di dalamnya adalah hari raya. Setiap hari yang seorang mukmin memutuskan untuk taat, berdzikir, dan mensyukuri Tuhannya, maka hari itu adalah hari raya baginya. (Hasan Al-Bashri)

12.Anggur kenikmatan yang berasal bukan dari kendi Tuhan hanya akan menambah rasa sakit dan memuakkan. (Jalaludin Rumi)

13.Setahun ibarat sebuah pohon. Bulan adalah dahannya, hari adalah rantingnya, jam adalah dedaunannya, dan napas adalah buahnya. Siapa yang napasnya ada dalam ketaatan, maka buahnya akan manis, dan siapa yang napasnya ada dalam kedurhakaan, maka buahnya pahit. Waktu panen adalah hari kiamat. Pada waktu panen itulah akan diketahui rasa buah yang didapatkan. (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)

0 comments: