Pertanyaan
Bagaimanakah kita menyikapi
perbedaan-perbedaan yang ada dalam kelompok-kelompok Islam dalam beragama?
(Junaidi, Kudus)
Jawaban
Dalam menetralisasi
fenomena perbedaan atau ikhtilaf antara kelompok-kelompok Islam, yang
sangat diperlukan adalah sosialisasi “fiqih al-ikhtilaf” (fikih
perbedaan). Fikih perbedaan ini merupakan etika, wawasan, dan solusi untuk
menetralisasi ketegangan antarkelompok Islam yang mengancam persatuan dan
kesatuan umat Islam.
Fikih ini mempunyai
bahasan yang cukup luas, namun di sini saya kemukakan beberapa etika ber-ikhtilaf,
antara lain:
- Memulai dengan husnuzhan (prasangka baik) terhadap sesama muslim.
- Menghargai pendapat orang lain sejauh pendapat tersebut mempunyai dalil.
- Tidak memaksakan kehendak bahwa pendapatnya yang paling benar, karena pendapat lain juga mempunyai kemungkinan benar yang seimbang.
- Mengakui adanya perbedaan pendapat dalam masalah furu’iyah (cabang-cabang ajaran) dan tidak membesar-besarkannya.
- Tidak mengafirkan orang yang telah mengucapkan Laa ilaaha illallaah.
- Mengkaji perbedaan secara ilmiah dengan mengupas dalil-dalilnya.
- Tidak beranggapan bahwa kebenaran hanya satu dalam masalah-masalah furu’iyah (cabang-cabang ajaran), karena ragamnya dalil, di samping kemampuan akal yang berbeda-beda dalam menafsiri dalil-dalil tersebut.
- Terbuka dalam menyikapi perbedaan. Dengan melihat fenomena tersebut sebagai hal yang positif karena memperkaya khazanah dan fleksibilitas agama. Di samping itu tidak cenderung menyalahkan dan menuduh sesat ajaran yang tidak kita kenal. Justru karena belum kenal, sebaiknya kita pelajari dulu latar belakang dan inti ajarannya.
Baca juga: Yang Tidak Wiridan, Seperti Monyet!
[Disalin dari buku Dialog dengan Kiai Sahal Mahfudh; Solusi Problematika Umat, diterbitkan oleh LTN NU Jawa Timur bekerjasama dengan Penerbit "Ampel Suci" Surabaya. Cetakan pertama: 2003, halaman 488-489]
18 comments:
Benar tuh mas selalu ada saja yang seperti itu. Menurut saya sih itu semua tujuan nya sama namun jalan nya aja yang beda :)
Iya mas tidak memaksakan kehendak itu hal yang sangat penting dalam merumuskan masalah dan agar tercapai tujuan bersama kita tidak boleh saling mengucilkan pendapat orang lain
Yang penting jangan meng-kafirkan orang yang telah mengucapkan Laa ilaaha illallaah.
Kita harus menghargai perbedaan pendapat dengan proporsi yang tepat.
Ada beberapa rekan hingga menyebut tolol dan bodoh ketika pendapatnya tidak sama dengannya, saya sedih banget perbedaan seperti ini malah memicu pertengkaran, silaturahmi putus. Merasa paling benar itulah penyebab utama menurut saya :(
Iya bner om, mghargai perbedaan lbh baik. Itu kan jalan dan pilihan mreka ya om, amal mreka jg. Wah prnh ngeliat klo gk salah om. kdng masalah prbedaan sring dibsar"kan atau didebatkan di media tv, memang ad penengahnya jg sih..
Sebenarnya saya juga tidak setuju kang dengan adanya perbedaan seperti itu, padahal kita semua kan saudara namun yang membedakannya hanya nenek moyang kita saja, tapi padahal sama juga sebenarnya namun balik lagi kalau begitu mah kang kediri kita sendiri, apakah kita juga bisa menghargai pendapat atau juga perbedaan.
Yupp... kita mmg hrs arif menerma perbedaan pendapat dan jangan asal langsung menuduh orang lain ya. Cari dulu ilmunya
Seharusnya memang seperti itu, Mas. Agar damai dan tenteram.
Bener banget, Mbak Shinta. :)
Aduh, kenapa kita harus menololkan dan membodohkan orang lain hanya karena berbeda pendapat, ya, Mbak. Berarti kita belum bijak dan dewasa. Soalnya, setiap orang punya kepala. Dan, setiap kepala pasti punya isi/pemikiran yg berbeda-beda.
Memang ada tipe orang yang justru lebih suka membuat kerusuhan dan memancing perdebatan, Hayy. Apalagi di media sosial,begitu mudahnya memperuncing perbedaan hingga berujung percekcokan.
Sebetulnya nenek moyang kita pun sama, Kang. Berawal dari Bapak para manusia, Adam. Mulai kedua putranya, yaitu Qabil dan Habil, mulailah perbedaan dan perselisihan itu terjadi, sampai sekarang.
Saya sepakat dengan Kang Nurul, kita harus bisa menghargai perbedaan pendapat.
Iya kang sungguh tega rasanya hingga rekan sejawat melabelkan itu. Jadi saya malas mau men-share sesuatu jika selalu berujung perbedaan hingga terucap kata yang menyakitkan *ah jadi lebay saya hehehe
Bener banget, Mbak Nunu. :)
Di media sosial, entah facebook atau lainnya, memang selalu berseliweran tulisan yang di-share sana-sini. Sebaiknya kita memang tidak latah, mudah ikut-ikutan nge-share sebelum kita pertimbangkan benar-tidaknya tulisan itu serta dampak baik-buruknya jika kita nge-share, ya, Mbak.
Beda pendapat karena beda pendapatan
Dan, dalam hal ini saya belum sependapat dengan pendapat Anda yang menyebut bahwa beda pendapat adalah karena beda pendapatan. Saya boleh tidak sependapat dengan pendapat Anda tentang beda pendapat ini, kan? :D :D
Terima kasih Adimas, Saudara kecil saya, sudah berkenan mampir ke sini.
hmm, saya cuma bisa komentar
alhamdulillah tak perlu berdebat kalau sudah tahu islam itu hebat
Bener banget, Mbak Deb.
Post a Comment