Dia lahir dari keluarga yang sangat fakir. Bahkan, kain popok untuk sekadar menghangatkan badan, orang tuanya tak punya. Pun minyak tanah untuk sekadar menyalakan dian, mereka tak memilikinya.
Ismail, ayah dari bayi perempuan yang baru
dilahirkan itu, sudah berusaha meminta bantuan dari satu rumah ke rumah yang
lain, tetapi selalu tak membuahkan hasil. Begitulah gambaran betapa fakir
kehidupan mereka.
Saat beranjak remaja, putri Ismail itu terpaksa
mengadu nasib ke kota Bashrah (Irak) bersama ketiga kakak perempuannya. Di tengah
perjalanan mereka terpisah. Putri nan cantik itu kini tertatih sendiri menuju
ibukota Irak, Bashrah. Sampai akhirnya dia dijadikan budak oleh seseorang.
Detik itu menjadi lembaran pembuka yang memprihatinkan
baginya. Karena kecantikan dan kemerduan suaranya, dijadikanlah ia sebagai penyanyi
di tempat hiburan malam. Semua orang tersilau oleh suara merdu juga
kecantikannya. Seketika ramailah tempat hiburan itu.
Sampai suatu ketika, terbukalah hati Rabi’ah untuk
menempuh jalan cinta. Cinta kepada Allah. Sepenuh penyesalan dan pertobatan dia
lakukan. Jalan cinta yang dia pilih membuat sang majikan murka. Perlakuan kejam
dia hadiahkan kepada perempuan itu. Namun, cambukan, pukulan, dan perlakuan bengis
lain tak membuatnya surut. Cintanya kepada Allah sedikit pun tak tergadaikan. Kaki
yang berdarah karena duri tajam yang harus dia injak, juga punggung yang
tersayat karena cambukan, tak membuat cintanya kepada Allah menyurut.
Suatu malam, sang majikan terperanjat. Terbangun dari
tidurnya.
“Ada apa suamiku?” tanya istrinya.
“Aku bermimpi yang tak seperti mimpi. Aku dengar
suara memerintahkanku, ‘Athliq...! Athliq...! (Bebaskan....!
Bebaskan....!)’.” jawab sang majikan dengan tubuh gemetar.
Sang majikan cepat-cepat menuju barak pengap budaknya
itu. Barak pengap yang gelap tiba-tiba memancarkan cahaya yang amat benderang. Sang
majikan sontak terperangah. Dia saksikan budak perempuannya sedang bertahajud,
bermunajat, dan melantunkan pujian cinta kepada Tuhannya.
“Duhai Rabi’ah, mulai detik ini aku bebaskan kamu. Aku
bukan lagi tuanmu, karena engkau telah memilih Tuan yang Maha Merajai alam
raya, Allah subhanahu wata’ala.”
Begitulah, akhirnya Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyah al-Bashriyah
menyerahkan cintanya --jiwa raganya—hanya kepada Allah. Lelaki siapa pun,
sekaya apa pun, tak mampu meluluhkan hatinya untuk dinikah. Hatinya telah
tertutup untuk bagi cinta yang lain, selain Allah. Dalam bait puisinya, dia
berkata:
عَرَفْتُ الهَوَى مُذ عَرَفْتُ هَوَاك -*- وَأَغْلَقْتُ قَلْبِي
عَلىٰ مَنْ عَادَاكْ
وَقُمْتُ اُنَاجِيـكَ يَا مَن تـَرىٰ -*- خَفَايَا القُلُوبِ
وَلَسْنَا نَرَاك
Aku mengenal cinta sejak aku mengenal
cinta-Mu
Hatiku telah terkunci bagi selain-Mu
Aku selalu siap mendesahkan nama-Mu
Duhai, Kau yang Maha Melihat seluruh rahasia
setiap hati
Sedang aku yang tak bisa menatap
wajah-Mu
----------------------------------------------------------------------------------------------------
*) Selalu ada cinta yang tersemai dalam hati
Yang harus kita sirami agar tumbuh subur
Sesubur cinta Rabi'ah, sang ikon al-Hubb
al-Ilahi
kepada Tuhannya
Wallahul musta'an...
4 comments:
saya baru mendengar sekarang tentang Tobat Rabi'ah al-Adawiyah, terima kasih ya kang atas infonya, sekarang saya jadi tahu tentang Tobat Rabi'ah al-Adawiyah apa :)
Sama-sama, terima kasih kembali, Mas. :)
Subhanallah, saya sangat iri pada Rabi'ah atas cintanya yang besar pada Allah, semoga saya bisa mengikuti keimanannya yang besar pada Allah, aamiin :)
Semoga saya pun demikian, Mbak. Aamiin...
Post a Comment