Karena
lelah yang tidak terhingga, seorang jelata menambatkan kudanya di sebatang
pohon, lalu dia duduk tidak jauh dari kuda itu.
Dia
buka bekal yang dibawanya. Ternyata tinggal sebungkus nasi lauk ikan teri.
Baginya, itu sudah cukup untuk sekadar mengusir lapar.
Tak
berselang lama, datanglah seorang kaya. Sepertinya dia adalah pejabat yang
disegani di negeri itu. Terbukti semua orang yang bertemu dengannya selalu
membungkukkan badan. Memberi hormat.
Si
pejabat mengikatkan juga kudanya di pohon yang sama, tempat kuda si miskin
ditambatkan.
"Maaf,
Tuan, tolong jangan ikatkan kuda Anda di pohon itu. Kuda saya belum terlatih.
Saya khawatir kuda saya akan menendang kuda Tuan sampai mati," ucap si
jelata.
Si
pejabat justru marah. "Ini kudaku sendiri, mau aku tambatkan di mana saja,
terserah aku!"
Si
pejabat lalu mencari tempat yang teduh untuk rehat. Beberapa makanan superlezat
dia keluarkan lalu dia lahap.
Tak
lama, tiba-tiba terdengar suara kuda meringkik dan menendang. Si pejabat dan si
jelata cepat-cepat melihat apa yang terjadi. Ternyata kuda si jelata telah
menendang dan menggigit kuda si pejabat sampai mati.
"Kau
harus mengganti kudaku!" murka si pejabat. Akhirnya, si jelata diseretnya
ke pengadilan.
"Benarkah
kudamu telah menendang mati kuda Tuan Pejabat?" tanya hakim.
Si
jelata diam. Tidak menjawab. Berkali-kali hakim mengajukan pertanyaan,
berkali-kali itu pula si jelata diam. Sampai-sampai hakim membentaknya, si
jelata tetap saja diam.
"Tuan
Pejabat, sepertinya lelaki yang Anda tuntut ini bisu. Tidak bisa
berbicara," ucap hakim kepada si pejabat.
"Tidak,
Pak Hakim! Dia tidak bisu. Dia bisa berbicara," sangkal si pejabat.
"Benarkah?
Apa dia pernah berbicara sesuatu kepada Anda?" tanya hakim.
"Iya,
Pak Hakim. Sebelum kematian kudaku, dia bilang agar aku tidak mengikatkan
kudaku berdekatan dengan kudanya. Katanya, kudanya belum terlatih, khawatir
akan menendang kudaku sampai mati."
"Nah,
kalau begitu, Tuan Pejabat yang salah. Lelaki ini telah mengingatkan Tuan,
tetapi Tuan tidak memedulikannya."
Hakim
lalu bertanya kepada si jelata. "Mengapa dari tadi kamu diam saja, tidak
berusaha menyangkal atau membela diri?" tanya hakim.
"Maaf,
Pak Hakim. Sekarang ini banyak hakim yang lebih percaya kepada pemilik uang dan
pemegang kekuasaan. Secapek apa pun aku menyangkal dan membela diri, Anda pasti
tidak percaya. Anda hanya akan percaya kepada ucapan Tuan Pejabat. Jadi,
biarlah Tuan Pejabat sendiri yang menceritakan kejadian sesungguhnya. Sekarang
Anda percaya, kan, siapa yang benar dan siapa yang salah!?"
2 comments:
Jos kisahnya! Inspiratif! Suwun, Dab ....
Sami-sami, Sob. :)
Post a Comment