"Jangan
berlebih-lebihan," kata almarhum bapakku saat itu.
Pesan
itu beliau sampaikan ketika aku mengungkap daftar kejelekan seseorang kepada
beliau yang sehingga aku membenci orang itu, bahkan mengutuknya.
"Murkalah
kepada perilaku buruknya, jangan orangnya," lanjut beliau, yang saat itu
duduk di kursi kayu di ruang tamu.
Seperti
biasa, saat duduk, jari-jari tangan beliau pasti bergerak-gerak ritmis sehingga
menimbulkan suara bernada, karena kuku di ujung jari beliau beradu mesra dengan
kursi kayu. Ya, aku masih ingat betul, secara reflek jari-jari tangan beliau
memang selalu begitu. Jari-jari yang tidak pernah tahu bagaimana cara memindah
channel-channel televisi. Jari-jari yang tidak pernah bisa memainkan gas motor.
Jari-jari yang tidak pernah mengerti bagaimana cara membuka amplop bisyarah
dari setiap ceramah yang hadiri. Jari-jari yang setiap pagi --sebelum matahari
terbit-- selalu mengangkat air dalam ember untuk keperluan kami. Jari-jari yang
tak pernah malu digunakan untuk menyapu dan mencuci baju.
"Lihatlah
saudara kita, si anu, dia selalu murka bahkan tidak ridha jika santri-santrinya
mencari ilmu di bangku kuliah. Dia hanya bangga dan ridha kepada santri yang
nyantri di bilik pesantren. Tapi, Allah menegurnya. Sembilan orang anaknya,
semuanya ngotot kuliah dan tidak mau nyantri. Begitulah, Allah berkuasa atas
setiap hamba-Nya. Bahkan, Allah berkuasa menciptakan Kan'an si durhaka dari
benih seorang Nuh. Allah pun berkuasa menciptakan Ibrahim kekasih Allah dari
benih seorang Azar, si pemuja patung. Allah juga berkuasa membalikkan hidup
Umar bin Khattab dari seorang preman menjadi khalifah jempolan. Allah pun
berkuasa membuat Ibnu Saqa, seorang yang hafal al-Qur'an, menjadi nasrani
hingga hilang seluruh hafalannya, kecuali satu ayat saja yang ia ingat, yaitu
surat al-Hijr ayat 2," terang beliau sungguh-sungguh. Aku manggut-manggut,
mendengarkan dengan saksama.
"Allah
itu berkuasa atas jiwa kita kemarin, hari ini, esok, dan selamanya,"
pungkas beliau, sebelum meninggalkanku sendiri di ruang tamu. Saat itu.
Allahummaghfirlahu
warhamhu wa'afihi wa'fu ánhu waj'alil jannata matswahu... Aamiin...
*)
Tentang ayah Nabi Ibrahim, para ulama ahli tafsir berbeda pendapat. Di antaranya
sebagai berikut.
-
Azar bukan ayah
Nabi Ibrahim, melainkan paman beliau.
-
Azar adalah
ayah Nabi Ibrahim. Nama lainnya adalah Tarih atau Taruh.
Wallahu
a'lam. Silakan dikaji sendiri dari kitab-kitab tafsir.
4 comments:
seharusnya memang tidak berlebihan, tapi kadang manusia banyak lupa-nya, semoga selalu ingat
Iya, ya, Mbak...
Semoga saya pun demikian, selalu ingat.
ASS,wbr.blognya makin lama makin sejuk di hati mas ustadz ,kulo numpang lewat enjeh kaleh nyucup ilmune...heee...mugi mbten kesupe kaleh kwulo.
Wa'alaikumussalam...
Alhamdulillah,setelah lama tak bersua, hari ini kita berjumpa kembali, ya, Mas. Saya masih ingat dengan kacamata nyentriknya kok. Hehe
Post a Comment