Debat kusir merupakan gabungan dua kata, “debat” dan “kusir”. Kusir ialah orang yang mengemudikan delman sehingga kalau seorang kusir berbicara maka akan membelakangi penumpangnya atau paling tidak menyamping dari penumpangnya.
Jadi, debat kusir bisa kita artikan sebagai debat
yang “membelakangi” pendapat teman debat sehingga tidak berujung akhir. Boleh
dibilang, itulah debat yang tidak berguna karena tidak disertai pijakan ilmiah
dan pikiran yang jernih. Masing-masing pihak keukeuh mempertahankan
pendiriannya, meskipun dengan argumen yang sering kali ngawur. Akibatnya,
yang terjadi adalah debat yang tidak pernah nyambung satu sama lain karena
masing-masing keburu terbakar nafsu dan emosi.
Biasanya, debat seperti ini banyak terjadi di dunia
maya atau media sosial. Di facebook, misalnya, banyak sekali akun-akun siluman,
yakni akun jadi-jadian yang tidak berani menampilkan identitas diri. Bisa jadi
karena mereka malu tampak mukanya yang terlalu ganteng atau teramat cantik. Bisa
jadi karena tidak pede dengan kelimuannya. Atau, karena alasan-alasan
lain. Yang jelas, berdebat dengan akun siluman itu menakutkan; menakutkan bagi masa
depan bangsa. Hehhe...
Dalam debat kusir, karena masing-masing sudah
terbakar nafsu untuk menjatuhkan teman debat, apa pun pandangan atau tulisan
dari teman debat tidak akan dibaca dan dipahami dengan kepala dingin dan
pikiran yang jernih. Akibatnya, fondasi ilmiah dalam debat pun menjadi rapuh,
bahkan runtuh.
Dalam konteks debat seperti inilah, kita patut
mendengarkan dan sendiko dhawuh kepada petuah Imam Syafi’i.
- “Aku tidak pernah berdebat untuk mencari
kemenangan.”
- “Aku mampu berhujjah dengan 10 orang yang
berilmu, tetapi aku pasti kalah dengan seorang yang bodoh, karena orang yang
bodoh itu tidak pernah paham akan landasan ilmu.”
- “Apabila orang bodoh mengajak berdebat denganmu,
maka sikap yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi. Apabila kamu melayani,
maka kamu akan susah sendiri. Dan bila kamu berteman dengannya, maka ia akan
selalu menyakiti hati.”
- “Apabila ada orang bertanya kepadaku,’Jika engkau
ditantang oleh musuh, apakah engkau diam?” Imam Syafi’i menjawab, “Sesungguhnya
untuk menangkal pintu-pintu kejahatan itu ada kuncinya. Sikap diam terhadap
orang yang bodoh adalah suatu kemuliaan. Begitu pula diam untuk menjaga
kehormatan adalah suatu kebaikan. Apakah kamu tidak melihat bahwa seekor singa
itu ditakuti lantaran ia pendiam? Sedangkan seekor anjing dibuat permainan
karena ia suka menggonggong?”
- “Orang pandir mencercaku dengan kata-kata jelek,
maka aku tidak ingin untuk menjawabnya. Dia bertambah pandir, sedangkan aku
akan bertambah lembut seperti kayu wangi yang dibakar jsutru semakin wangi.”
Sikap Imam Syafi’i tersebut sejalan dengan sabda
Nabi Muhammad: “Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang
meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin
sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam
keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga
bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab al-Adab,
hadits no 4167)
Kalimat singkat KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) berikut
bisa menjadi bahan renungan kita: "Ada yang sibuk memperdebatkan ibadah,
sehingga dia tidak sempat beribadah."
Kesimpulannya, perdebatan yang harus dihindari
adalah perdebatan dengan orang-orang yang memperturutkan hawa nafsu (debat
kusir). Di antara ciri-cirinya adalah suka mencerca dengan kata-kata jelek atau
mencela. Padahal, Rasulullah Saw tidak pernah mencaci orang lain. Sahabat Abu
Hurairah pernah meminta kepada Nabi agar mendoakan kecelakaan, keburukan, atau
kesengsaraan bagi orang-orang musyrik. Nabi Saw mengatakan:
إِنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا ، وَإِنَّمَا بُعِثْتُ
رَحْمَةً
“Aku tidak diutus Tuhan untuk mengutuk orang. Aku
diutus hanya untuk menyebarkan kasih sayang.” (HR. Muslim).
Allah Swt juga berfirman, “Dan janganlah kamu
memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti
akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (Q.S. Al
An’am, 6: 108).
Salam santun.
Salam ukhuwah.
2 comments:
Terima kasih atas pencerahannya
Sama-sama, terima kasih kembali Mbak Rosanna.
Post a Comment