ads
Monday, June 29, 2015

June 29, 2015
16

Para ulama bersepakat bahwa wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ، وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ، أَوِ الصِّيَامَ
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla meringankan setengah shalat dari seorang musafir, juga (meringankan) puasa dari seorang musafir, wanita hamil, dan wanita menyusui.” (HR. Ibnu Majah)[1]

Lantas bagaimana harus menggantinya?
Dalam hal ini, saya dan mayoritas umat Islam di Indonesia memilih pendapat atau hasil ijtihad yang ditelurkan oleh para ulama Syafi’iyah. Menurut mereka, hukum wanita hamil atau menyusui dirinci sebagai berikut.

1.     Jika wanita tersebut tidak berpuasa karena khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap anaknya (janin atau bayi), dia wajib qadha’ dan fidyah.[2]
2.    Jika dia tidak berpuasa karena khawatir terhadap kondisi dirinya sendiri maka wajib qadha’ saja.
3.    Jika dia tidak berpuasa karena khawatir terhadap kondisi dirinya dan anaknya (janin atau bayi) maka juga wajib qadha’ saja.

Jika dibuat tabel maka akan menghasilkan rumus berikut.

Kewajiban Wanita Hamil/Menyusui
Jika Tidak Berpuasa Ramadhan
Menurut Imam Syafi’i
No.
Motivasi: karena khawatir terhadap
Kewajiban
1.
Anak (janin/bayi)
Qadha’ + Fidyah
2.
Diri si ibu sendiri
Qadha’
3.
Diri si ibu & Anak
Qadha’
Pendapat ini pula yang dikukuhi oleh para ulama dari mazhab Hambali.

Adakah Pendapat Lain?
Pendapat yang saya pilih di atas, yakni pendapat ulama Syafi’iyah, merupakan pendapat yang lebih mengedepankan sikap kehati-hatian (ihtiyath ) sekaligus menjadi pilihan aman. Walaupun demikian, tidak ada salahnya kita mengulik pula pendapat dari para ulama lain.

1.     Pendapat Imam Abu Hanifah
Wanita hamil atau menyusui disamakanhukumnya (di-qiyas-kan) dengan orang sakit, yaitu cukup qadha’ saja—tidakperlu fidyah. (Q.A. al-Baqarah [2]: 184)

2.    Pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas.
Wanita hamil atau menyusui disamakan hukumnya (di-qiyas-kan) dengan lansia (keadaan yang membuatnya tidak sanggup berpuasa), yaitu cukup membayar fidyah saja.(Q.A. al-Baqarah [2]: 184)

3.    Pendapat Imam Malik
Hukum wanita hamil disamakan dengan orang sakit, yakni cukup qadha’ saja.
Adapun wanita menyusui disamakan dengan orang sakit dan lansia, sehingga harus qadha’ dan membayar fidyah.[3]

Jika seluruh pendapat tadi kita buat tabel, akan menghasilkan simpulan seperti ini.[4]

Kewajiban Wanita Hamil atau Menyusui
Jika Tidak Berpuasa Ramadhan
Menurut Para Ulama Lintas Mazhab
No.
Ulama
Pendapat
1.
Imam Abu Hanifah
Qadha’
2.
Ibnu Umar & Ibnu Abbas
Fidyah
3.
Imam Syafi’i & Imam Hambali
Qadha’:
-       jika khawatir kepada diri sendiri.
-       jika khawatir kepada diri sendiri dan bayi.
Qadha’ + Fidyah:
-       jika khawatir kepada bayi.
4.
Imam Malik
Qadha’: wanita hamil.
Qadha’ + fidyah: wanita menyusui.


Kok Bisa Berbeda Pendapat?
Tidak perlu fobia terhadap perbedaan pendapat. Biasa saja dong. Selama perbedaan pendapat itu merupakan hasil ijtihad yang dapat dipertanggungjawabkan, tak perlulah kita belingsatan. Walaupun berbeda pendapat, tetap satu tujuan, yaitu beribadah kepada Allah Swt.

Lantas bagaimana perbedaan pendapat ini bisa terjadi?
Perbedaan pendapat terjadi karena tidak adanya nash (dalil khusus), baik al-Qur’an maupun hadits, yang menjelaskan kewajiban wanita hamil maupun menyusui jika mereka tidak berpuasa.Karena tidak ada nash khusus itulah para ulama kemudian berijtihad, yang akhirnya menghasilkan simpulan hukum berbeda-beda tersebut.[5]

16 comments:

Mas Huda said...

wah bagus sekali dikasih tabel jadi lebih mudah dipahami

Irham Sya'roni said...

Iya, Mas. Memang lebih mudah pakai tabel.

Nathalia Diana Pitaloka said...

saya jg sempet bingung nih. klo ga puasa krn hamil atau menyusui hrsnya gmn. qadha atau fidyah atau dua2nya. ternyata tergantung alasannya ya :)

Irham Sya'roni said...

Iya, Bund, demikian sikap kehati-hatian para ulama Syafi'iyah dan Hanabilah. Kita boleh mengambil pendapat itu.

Nathalia Diana Pitaloka said...

siap... makasih pencerahannya :)

Irham Sya'roni said...

Terima kasih kembali, Bunda Nathalia.

Jiah Al Jafara said...

Kalo ibu menyusui biasanya msh kuat puasa, cuma anaknya kdg yg agak rewel

Irham Sya'roni said...

Oh, gitu, ya, Mbak. Berarti kemungkinan besar si ibu tidak khawatir kepada dirinya sendiri, tetapi anaknya, ya, Mbak.

aira abdullah said...

klo pengalaman sy puasa saat hamil itu lbh mudah dijalani,tpi saat menyusui smbil puasa itu sesuatu bgt,krn anak suka rewel dan ibu kehausan,lelah,lemas tak terkira.
btw,bagus bgt dibuat tabel jdi lbh mudah difahami,terimakasih sgt brmanfaat :)

Irham Sya'roni said...

Iya, Bund, kebanyakan para ibu mengaku lebih berat menyusui sambil puasa. Duh, para ibu itu memang pejuang2 sejati. Para bapak harus memahami dan menghargai itu.
Terima kasih atas kunjungan/silaturahim Bunda Aira.

salman marzuki said...

sgt bermanfaat ust... Syukron jidd..

Irham Sya'roni said...

Alhamdulillah, semoga diridhai Allah. Terima kasih kembali

Ummi Nadliroh said...

Jadi lebih paham, Pak. Klo tentang orang sakit yg tdk sadar (koma), kalau bisa dibahas jg, Pak. Saya pernah menghadapi kejadian seperti itu, ibu saya koma. Apa kewajiban kami sbg anak? Sekarang ibu sdh meninggal.

Irham Sya'roni said...

Orang yang lanjut usia atau sakit yang sangat parah sehingga peluang sembuhnya kecil sekali, maka ia boleh tidak puasa dan tidak perlu diqadha'. Cukup membayar fidyah. Begitu jawaban singkatnya, Mbak Ummi. Semoga lain waktu bisa menuliskannya secara tersendiri dalam postingan.

Unknown said...

Pertanyaan saja disini hanya terfokus pada fidyah itu apa mas ?

Irham Sya'roni said...

Secara bahasa, "fidyah” artinya mengganti atau menebus. Dalam istilah syar'i, fidyah adalah sejumlah harta benda dalam kadar tertentu yang wajib diberikan kepada orang miskin sebagai ganti suatu ibadah yang telah ditinggalkan.