Kiai Mujab, begitulah sehari-harinya ia dipanggil.
Ia adalah kiai yang sangat
produktif. Bagaimana tidak, sampai saat ini
sudah 167 judul buku ia hasilkan. Almarhum K.H A. Mujab Mahalli lahir di
Bantul, 25 Agustus 1958 dari pasangan Muhammad Mahalli dan Dasimah.
Dari hasil perkawinannya dengan Nadziroh, Kiai Mujab dikaruniai empat
orang anak, semuanya laki-laki. Yaitu Ahmad Firdaus Al Halwani, Ahmad
Muhammad Naufal, Muhammad Iqbal dan Hadian Sofiyarrahman.
Riwayat Pendidikan
Pendidikan
yang pernah ia tempuh dimulai dari SD kemudian melanjutkan ke PGA di
Wonokromo. Masuk tahun 1968 lulus 1972. Setelah menyelesaikan PGA, ia
melanjutkan ke pesantren Salafiyah Banjarsari, Tempuran, Magelang
pimpinan Kiai Muhammad Syuhudi. Selama sembilan tahun ia menimba ilmu di
pesantren ini. Kenapa sampai sembilan tahun? Karena selama nyantri kiai
Mujab dikenal nakal dan sulit diatur.
Perjalanan nyantrinya
memang unik. Pernah suatu ketika Mujab Mahalli tidak diterima di sebuah
pesantren. Tetapi oleh bapaknya diserahkan kepada santrinya, Abdullah
Busyro. “Iki adikmu tak pasrahke awakmu. Pondokke endi terserah
karepmu.” (Ini adikmu saya serahkan padamu. Terserah kamu, dipondokkan
ke mana,-red). Karena dia merasa diserahi putra gurunya, dia minta
petunjuk mbah Hamid dari Kajoran. Kemudian oleh mbah Hamid ia dibawa ke
sebuah pesantren kecil yang jumlah santrinya ketika itu baru 10 orang.
Mbah Hamid mengatakan kepada Mujab Mahalli, “Di sini kamu harus 7 tahun.
Itu kalau mau jadi. Kalau enggak mau, ya enggak jadi orang.” Begitulah,
mulai saat itu dia mulai memperoleh bimbingan spiritual dari kiai
Muhammad Syuhudi.
Mulai menulis
Keproduktifannya
menulis buku memang tidak begitu saja hadir. Semasa menjadi santri kiai
Mujab memiliki banyak buku, seperti buku-buku psikologi berbahasa Arab.
Dari situlah Kiai Mujab mendapat inspirasi. Seperti buku “Melahirkan
Anak Sholeh” ia tulis berdasarkan tinjauan psikologi dari buku-buku
psikologi yang ia miliki.
Di samping itu, pada usia-usia SLTP ia
sudah mulai menulis. Pertama sekali menulis cerpen. Cerpen pertamanya
berkisah tentang cinta segi tiga dan diterbitkan oleh Majalah Kiblat.
Cerita ini menurut penuturannya, bermula dari ketika ia tidak memiliki
uang. Suatu ketika ia melihat teman sekolahnya berpacaran, sambil
intip-intipan di jendela. Kemudian dia menemui teman wanitanya dan mulai
menggoda. Dari situ kemudian ia menulis.
Cerpennya yang lain,
“Antara Adzan dan Lonceng”, menceritakan kisah cinta dua anak manusia,
yang satu taat beribadah ke masjid dan yang satunya rajin ke gereja.
Cerpen ini terinpirasikan dari fenomena setelah beliau melihat dan
merasakan ada jarak antara Islam dan Kristen. Banyak cerpen yang
ditulisnya masuk media massa saat itu, khususnya Majalah Kiblat dan
Rindang.
Dorongan dari Mahbub Junaidi dan Hadiah Mesin Ketik
Di
usianya yang masih tergolong muda, 22 tahun, Mujab Mahalli sudah mulai
menulis buku. Pertama kali menulis buku tahun 1979 dan terbit tahun 1980
dengan judul “Mutiara Hadits Qudsi” oleh Penerbit Al-Ma’arif Bandung.
Hal itu tak lepas dari dorongan Mahbub Junaidi. Yang membuat tertarik
Mahbub Junaidi adalah semangatnya yang luar biasa untuk menulis buku,
padahal usianya masih tergolong muda. Saking terkesimanya Mahbub dengan
Mujab muda, dia menghadiahkan mesin ketik.
Mulai saat itu ia
makin giat menulis. Sampai hari ini sudah 167 buku ia tulis, baik
terjemahan maupun saduran. Dan sampai saat ini ia masih dalam proses
menulis syarah sebuah kitab kuning.
Menggunakan Nama Anaknya sebagai Samaran
Dalam
menulis buku, Mujab Mahalli sering menggunakan nama samaran, yakni nama
anaknya sebagai samaran. Banyak buku karangannya menggunakan nama-nama
anaknya. Misalnya, buku “Melahirkan Anak Sholeh” dengan nama samaran Aba
Firdaus Al-Halwani, buku “Do’a-Do’a Mustajab, Do’a-Do’a Yang Didengar
Allah, Manajemen Qolbu” dengan menggunakan nama Abu Ahmad Muhammad
Naufal, buku terjemah “washoya al-abab lil abna’” buku “Hak-Hak Anak
dalam Syari’at Islam” dengan nama samaran Abu Hadiyan Sofiyarrahman, dan
buku-buku lainnya.
Suka Duka Menulis
Ketika
ditanya suka dukanya menulis, kiai yang suka humor ini mengatakan,
sukanya banyak sekali. Dukanya, ketika masih menjadi penulis pemula, ia
kena pingpong. “Yang membuat saya sangat marah dulu, kalau ada anggapan
bahwa yang backgroundnya bukan orang kampus, seakan-akan karyanya tidak bisa diandalkan. Saya hidup di pesantren. Image
yang berkembang, tulisan-tulisan orang pesantren tidak bermutu. Tapi
setelah ada dukungan Mahbub Junaidi dan Musthofa Mahdami, ternyata buku
kita laku juga,” katanya.
Menurut dia, sukanya menulis itu bukan
ketika menerima honor, tetapi suka, bisa berkarya dan suka, karena
banyak membaca ketika menyelesaikan sebuah tulisan, dan tulisannya
dicetak menjadi sebuah buku.
Mahir Berpidato
Selain
mahir dalam bidang tulis-menulis, ternyata kiai Mujab Mahalli juga
mahir dalam hal berpidato (retorika). Bahkan sejak usia SMP pula dia
sudah berpidato di panggung-panggung.
Menurutnya menjadi
muballigh itu mengasyikkan. Sukanya banyak sekali, dukanya tidak
ada.”Kalau kita berbicara menulis dan bertabligh itu semua tidak ada
dukanya. Itu jika semangat kita semangat dakwah, mengembangkan ilmu,
semua hambatan mudah ditembus. Pengalaman harus mendorong motor
berkilo-kilo setelah memberi pengajian menjadi biasa, bukan sebagai
duka”, tuturnya.
Menjadi Kiai
Kiai A. Mujab
merasa beruntung mentaati nasehat Mbah Hamid Kajoran. Karena sepulang
dari pondok (1982) ia langsung mendirikan pondok pesantren yang pernah
di rintis ayahnya. Ia masih teringat ketika harus memilih antara
berangkat ke Timur Tengah, kemudian menjadi pejabat gede dan tidak bisa
meneruskan perjuangan bapaknya, atau tidak berangkat tetapi bisa
meneruskan perjuangan bapaknya. Waktu masih di Magelang ia pernah
mendaftar untuk bisa studi ke Timur Tengah dan diterima. Tetapi karena
keinginannya itu diketahui oleh mbah Hamid dan ia kelihatan bingung,
akhirnya, “Ya saya memilih tidak berangkat. Mulai saat itu semua ijazah
saya bakar,” penuturannya ketika mengenang momentum yang paling
menentukan jalan hidupnya.
Berawal dari pengajian selapanan (35
hari) dan pengajian keliling di berbagai desa dan atas dukungan dari
masyarakat sekitar maka pada tanggal 10 Oktober 1982 resmilah berdirinya
pondok pesantren Al-Mahalli dengan asrama yang permanen meskipun masih
sederhana. Pesantren ini beralamatkan di dusun Brajan Wonokromo Pleret
bantul Yogyakarta.
Banyak anak-anak muda dari berbagai daerah dan
pelosok desa yang umumnya dari golongan ekonomi lemah berdatangan
dengan maksud yang sama, yaitu menjadi santri dan tinggal (mondok).
Santri pertamanya berjumlah 7 orang. Semuanya dari luar dan mukim di
dalam pondok. Sedangkan yang nglaju (santri kalong) dari masyarakat luar
sudah banyak, waktu itu sekitar 40-an orang.
Saat ini jumlah
santri yang diasuhnya semakin meningkat. Jumlah santri tetap sebanyak
450 orang, 350 orang di antaranya tinggal di asrama. Begitu pula dengan
kegiatan yang ada, semakin padat dan diikuti oleh berbagai kalangan.
Untuk mengatasi meningkatnya keperluan dakwah dan makin bervariasinya
segmen masyarakat yang perlu dilayani serta tambahnya bidang garap yang
harus ditangani, maka kiai Mujab mulai mendirikan lembaga-lembaga otonom
di lingkungan pesantrennya. Antara lain Madrasah Tsanawiyah Al-Mahalli,
Lembaga Kajian Pengembangan Islam dan Masyarakat (LEKPIM), Pos
Kesehatan Pesantren (Poskestren), Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren),
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Lembaga dakwah yang semuanya
memiliki fungsi dan segmen layanan yang berbeda.
Untuk
menyebarluaskan kemahirannya dalam tulis-menulis, kiai Mujab membentuk
lembaga Lajnah Ta’lif wan-Nasyr (Penulisan dan Penerbitan). Dengan
lembaga ini para santri yang memiliki bakat dalam bidang penulisan
dididik langsung oleh Kiai dibantu oleh para ustadz yang telah
berpengalaman dalam bidang penulisan. Lembaga ini hingga kini telah
menelorkan sejumlah penulis muda yang cukup produktif, khususnya pada
penulisan buku-buku keagamaan.
Kiai Mujab dalam Pentas Perpolitikan
Selain
berpedikat sebagai seorang penulis dan muballigh, kiai Mujab Mahalli
tenyata juga dikenal sebagai seorang politisi. Sorang politisi yang unik
dan nyentrik. Ia seorang politisi yang unik dan nyentrik. Ia termasuk
aktifis politik murni, yang menjadikan politik sebagai wahana amar
ma’ruf nahi munkar. Sebab meskipun aktif di bidang politik ia tidak
pernah mau diangkat menjadi anggota legislatif. Ia tidak mau mencari
kedudukan lewat politik.
Ketika berpolitik, kiai Mujab selalu
memikirkan persatuan umat. Ia tidak menginginkan umat terpecah belah
secara tajam karena politik. Pernah di satu pemilu ia berembug dengan
sasama kiai NU yang ada di PPP. Kiai-kiai ini kemudian membagi
kecamatan-kecamatan, untuk mengatur mana yang dimenangkan Golkar dan
mana yang dimenangkan PPP. “Dia saya minta untuk tidak masuk ke
kecamatan saya, dan saya juga tidak masuk ke kecamatan dia. Dengan
demikian massa kampanye dan pemilunya berlangsung damai-damai saja,”
tuturnya sambil tersenyum.
Dari Golkar Kiai Mujab kemudian masuk
PKB. Awalnya memimpin partai di tingkat cabang dan sekarang ketua
tanfizhi Dewan Pimpinan Wilayah PKB. Sampai di DPW juga ia tidak mau
masuk ke DPRD. Alasannya, ia merasa bahwa menekuni pondok pesantren
sudah menjadi pilihan dan komitmennya. “Kalau saya sibuk menjadi anggota
dewan, kapan saya mengurusi pesantren,” katanya.
Kiai Mujab
Mahalli sangat mengharapkan agar para santri mau dan mampu menulis. Oleh
karena itu ia berpesan agar para santri itu jangan sampai memiliki
semangat konsumen. Dalam kitab “Ta’lim al-muta’allim” kan disebutkan,
“Hai orang yang punya nalar, belajarlah menulis. Karena tulisan itu
merupakan hiasan bagi orang yang memiliki adab (moral). Kalau kamu orang
kaya, karya tulisanmu itu menjadi hiasan. Tetapi apabila engkau miskin,
maka pekerjaan yang terbaik adalah menulis.” Beliau juga berpesan
kepada para santri dengan kata-kata mutiara yang diciptakannya, “Jadikan
otakmu sebagai pencipta bahan pustaka, jangan hanya berfungsi sebagai
perpustakaan.”
Karya-karya A. Mujab Mahalli
1. Mutiara Hadits Qudsi
2. Membongkar Rahasia Perdukunan Para Kiai
3. Selamatkan Keluargamu dari Api Neraka
4. Membangun Pribadi Muslim
5. Cinta Suci Perempuan Sufi, Perjalanan Hidup Rabi’ah Al-Adawiyah
6. Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya
7. Asbabun Nuzul
8. Melahirkan Anak Sholeh
9. Do’a-Do’a Mustajab
10. Do’a-Do’a Yang Didengar Allah
11. Manajemen Qolbu,
12. dan masih buanyak lagi lainnya. ***
(Saychu, Lukman dan Sigit)
Repost dari www.pondokpesantren.net
Sumber gambar 1: bundaneswa.blogspot.com
Sumber gambar 2: www.marketingalitishom.com
*) Beliau merupakan murabbir-ruh istri saya yang selama beberapa tahun istri saya nyantri di pesantren beliau, yakni Pondok Pesantren Al-Mahalli, Brajan, Wonokromo, Pleret, Bantul.
Wednesday, December 18, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
karya yg fenomenal,,, saya baru tahu nama beliau di blantika kepenulisan indonesia. tapi kalo melihat dari cerita di atas rasanya perlu di tiru ttg semua karya dan perjuanganya...
Betul, Mas. Saya sendri pun terjun ke dunia menulis --salah satunya--juga terinspirasi oleh perjuangan dan produktivitas beliau, yg merupakan guru dr istri saya karena istri saya memang nyantri di pesantren beliau.
WALALAUPUN KULO MBTN TEPANG MENWI JUDULE KIAI POKOE IDEM ..MAS USTADZ..HEEE
Tentu banyak inspirasi dan keteladanan yg bis kita petik lalu kita tiru ya, Mas. siPPP....
Post a Comment