Sekilas Tentang Utsman bin Affan
Namanya
adalah Utsman bin Affan. Usianya lima tahun lebih muda dari Rasulullah saw. Dia
termasuk salah seorang yang menerima Islam berkat ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Sejak muda ia memiliki akhlak yang sangat mulia. Ia juga seorang saudagar kaya
raya yang sangat banyak amal baiknya. Karena itulah ia mendapat gelar Ghaniyyun
Syakir, yang berarti orang kaya yang banyak bersyukur kepada Allah swt.
Selain
gelar tersebut, Utsman bin Affan juga mendapat gelar lain, yaitu Dzun
Nurain, yang berarti pemilik dua cahaya. Digelari demikian karena ia
menikah dengan dua putri Rasulullah saw. Pertama, ia menikah dengan Ruqaiyah.
Setelah Ruqaiyah meninggal, ia dinikahkan dengan putri yang lain dari
Rasulullah, yaitu Umi Kultsum.
Utsman
bin Affan wafat pada usia 82 tahun setelah memerintah (menjadi khalifah) selama
12 tahun. Ia wafat oleh tikaman para pemberontak yang tidak menyukai
kepemimpinannya. Di antara pemberontak tersebut adalah Muhammad bin Bakar,
Saudan bin Hamran, dan Amr bin Hamq.
Testimoni
Rasulullah Terhadap Utsman bin Affan
Rasulullah saw
bersabda, “Utsman adalah salah seorang dari sahabatku yang sangat mirip
perilakunya dengan aku.”
(Diriwayatkan
oleh Ibnu Asakir dari Abu Hurairah)
Beliau saw juga
bersabda, “Nikahkan anak kalian dengan Utsman. Andaikata aku memiliki putrid
ketiga, niscaya akan aku nikahkan putriku itu dengannya; dan tidaklah aku
nikahkan, kecuali karena ada wahyu dari Allah swt.”
(Diriwayatkan
dari Ath-Thabarani dari Ishmah bin Malik)
Ali bin Abi
Thalib pernah mendengar Rasulullah berkata kepada Utsman bin Affan, “Andaikata
aku memiliki empat puluh orang anak maka akan aku nikahkan mereka satu demi
satu denganmu sehingga tidak ada yang tersisa satu pun di antara mereka.”
(Diriwayatkan
oleh Ibnu Asakir dari Ali bin Abi Thalib)
Nasihat-Nasihat Utsman bin Affan
Di
antara nasihat Utsman bin Affan adalah sebagai berikut.
1. Kesedihan
dalam urusan dunia dapat menggelapkan hati, sedangkan kesedihan dalam urusan
akhirat bisa menerangi hati. (Dalam
Nasha’ih al-‘Ibad, An-Nawawi Al-Bantani)
2.
Aku
menemukan kenikmatan beribadah dalam empat hal, yaitu:
a.
ketika
mampu menunaikan kewajiban-kewajiban dari Allah;
b.
ketika
mampu menjauhi segala yang diharamkan oleh Allah;
c.
ketika
mampu melakukan amar ma’ruf dan mencari pahala dari Allah;
d.
dan
ketika mampu melakukah nahi munkar serta menjaga diri dari murka Allah.
(Dalam Nasha’ih al-‘Ibad, An-Nawawi
Al-Bantani)
3.
Ada
empat perkara yang zhahirnya merupakan keutamaan, sedangkan batinnya merupakan
kewajiban, yaitu:
a.
Bergaul
dengan orang shalih merupakan keutamaan, sedangkan mengikuti jejak langkah
mereka adalah kewajiban.
b.
Membaca
Al-Qur’an adalah keutamaan, sedangkan mengamalkan kandungan Al-Qur’an adalah
kewajiban.
c.
Ziarah
kubur (ke makam orang yang shalih) itu merupakan keutamaan, sedangkan
menyiapkan bekal untuk kehidupan sesudah mati adalah kewajiban.
d.
Menengok
orang sakit itu adalah keutamaan, sedangkan berwasiat (pada akhir hayat) adalah
kewajiban.”
(Dalam Nasha’ih al-‘Ibad, An-Nawawi
Al-Bantani)
4.
Alangkah
baiknya mendapat hukuman di dunia, bukan di akhirat. (Dalam Mutiara Hikmah Kekasih Rasul, Hani
Al-Hajj)
5. Saudaraku,
sadarilah bahwa malaikat pencabut nyawa itu masih membiarkanmu. Ia masih
mendahulukan orang lain. Sekarang, ia sudah mengarahkan langkahnya untuk
mencabut nyawamu. Oleh karena itu, persiapkan dirimu untuk menghadapinya. Jangan
lupa bahwa ia tidak mungkin lupa sedikit pun kepadamu. Saudaraku, ketahuilah!
Jika kamu lalai menyiapkan bekal untuk menghadapinya, orang lain tidak akan mungkin
menyiapkan bekalmu untuk menghadapinya. Ingat bahwa pertemuan dengan Allah
pasti terjadi! (Dalam Mutiara
Hikmah Kekasih Rasul, Hani Al-Hajj)
6.
Orang
yang kebaikannya tidak bertambah, berarti dia telah menyiapkan dirinya untuk
dijilat api neraka. (Dalam Mutiara
Hikmah Kekasih Rasul, Hani Al-Hajj)
0 comments:
Post a Comment