ads
Wednesday, July 3, 2013

July 03, 2013
2
Sebut saja namanya Abdul. Saya kurang tahu siapa nama lengkapnya. Mungkin Abdul Hamid, Abdul Ghafur, Abdul Syukur, atau Abdul-Abdul lainnya. Dia adalah orang kampung yang punya semangat luar biasa untuk belajar dan thalabul ilmi (mencari ilmu). Sampai ke ujung dunia pun dia siap memburu di mana ilmu itu berada.

Setelah berjalan ke sana kemari menjelajahi seluruh negeri, terpautlah hati Kang Abdul pada kharisma Kiai Jarkoni. Beliau, Kiai Jarkoni, mulanya hanya memiliki tiga murid. Lambat-laun murid dan santrinya bertambah banyak. Saat ini ada sekitar 50-an santri, pas sejumlah luasnya mushalla sang Kiai.


Singkat cerita, akhirnya Kang Abdul mengaji kepada kiai tersebut. Sehabis isya' ia bersama jamaah satu mushalla mengaji kepada beliau.

"Alhamdulillah, aku bisa thalabul ilmi dan tabarukan kepada Kiai Jarkoni yang sangat kharismatik," ucap Kang Abdul kepada seorang jamaah di sampingnya.

"Aku juga bersyukur, Kang, bisa mencerap ilmu dari beliau," sahut lelaki berpeci kumal di samping Kang Abdul itu.

Tidak hanya mereka berdua yang bersyukur mendapat kesempatan mengaji kepada Kiai Jarkoni. Tidak hanya mereka berdua yang bersyukur bisa mencerap ilmu dari beliau, tetapi semua jamaah.


Ternyata kegembiraan Kang Abdul dan jamaah ini tidak berbanding lurus dengan kegembiraan Kiai Jarkoni. Beliau tidak merasakan kegembiraan yang luar biasa bisa menunaikan kewajibannya sebagai seorang berilmu, yaitu menyebarkan ilmu kepada orang lain.

Mengapa Kiai Jarkoni tidak segembira jamaahnya? Hanya hatinya yang bisa menjawab. Yang jelas, saat itu hati sang Kiai berucap perlahan karena takut ketahuan orang, "Andai jamaahku dua kali lipat dari ini, tentu lebih prospektif untuk membawaku menuju kursi DPR. Di sanalah aku akan membela rakyat. Andai jamaahku adalah pejabat-pejabat teras, bukan orang-orang dusun seperti mereka, tentu akan lebih prospektif untuk perkembangan pesantren, usaha, karier, dan segala yang aku inginkan."

***

Sobat blogger, kisah ini hanya rekaan belaka. Walaupun rekaan, saya bermohon kepada Allah semoga bisa menjadi sepercik pencerahan bagi saya pribadi, syukur-syukur bagi siapa pun yang membacanya. Nah, dari kisah itulah akhirnya saya lebih suka menyebut sosok Abdul itu sebagai ABDUL SYUKUR. Karena, dialah sosok bersahaja namun penuh keikhlasan dan kesyukuran. Lantas, siapakah di antara mereka yang layak  dicatat oleh malaikat sebagai 'abdan syakura (hamba yang banyak bersyukur)? Kang Abdul-kah atau Kiai Jarkoni?


2 comments:

mahbub ikhsan said...

yang pasti yang bisa mengambil ceritany ustad..deh....

Irham Sya'roni said...

Semoga bisa menjadi bahan introspeksi kita masing2 dalam meraih predikat 'abdan syakura ya, mas. :)