ads
Tuesday, September 11, 2012

September 11, 2012
20

Pelajaran dari kejadian malam ini, benar-benar menyentak, membuat kaget, terhenyak, sekaligus takjub.

***

Ustadz Imam
Seusai perhelatan suatu acara, ratusan hadirin saling bersalaman satu dengan yang lain. Saya, yang juga hadir di acara tersebut, tak henti-hentinya mengulurkan tangan dan menjebat erat siapa saja sembari menebar senyum indah nan simetris. Padahal saya yakin, tidak semua yang hadir di acara tersebut saling mengenal. Namun, atas dasar jiwa persaudaraan, kerukunan, sosial, dan kemanusiaan, mereka bersikap seolah saling mengenal. Berjabatan tangan erat dan saling berbagi senyum. Indah…, benar-benar indah!

Di ujung sana, tak jauh dari tempat kuberdiri, kulihat seorang lelaki kalem berjas hitam berdiri menebar senyum dan menjabat tangan semua tamu undangan. Ustadz Imam, sebut saja nama singkatnya demikian. Beliau adalah tokoh agama ternama sekaligus pejabat teras di pemerintahan. Sebagai seorang public figure interaksi sosialnya tentu tak hanya terbatas dengan komunitas kecil atau dengan orang-orang tertentu saja. Pasti dan pasti, pertemanannya sudah meluas ke mana-mana. Konsekuensi dari banyaknya teman, sahabat, dan kenalan baru adalah munculnya PR (pekerjaan rumah) yang tidak ringan. Apakah itu? Yaitu, mengingat dan menyimpan rapat-rapat semua nama yang dikenalnya itu agar tidak lupa.

“Ini Mas Irham ya?” sapanya kepadaku saat tiba giliranku bersalaman dengannya.

Betapa kaget saya ketika mendapat pertanyaan dan sapaan itu. Seketika menjadi tergagap pula mulutku saat menjawabnya. “Eh..hh.. ee.. Iya, Pak, saya Irham.”

“Bagaimana kabarnya?” lanjutnya.

“Alhamdulillah, baik, sehat wal’afiat,” jawabku, masih menyimpan keheranan dan ketakjuban luar biasa kepadanya.

Sayang, kami tidak bisa berbincang-bincang lama karena hadirin yang lain sudah berdesak-desakan untuk saling bersalaman. Terpaksa hanya percakapan singkat itu yang terjadi antara kami. Walaupun singkat, namun menyisakan kesan yang luar biasa. Sepanjang perjalanan pulang, pikiranku terus diaduk-aduk oleh peristiwa singkat tadi.

Kami memang pernah bertemu dan saling berbincang. Tetapi, itu terjadi beberapa tahun lalu. Itu pun terjadi hanya sekali dan teramat singkat. ? Jadi, secara logika, mustahil ia begitu mudah mengingat dan menyebut namaku. Apalagi beliau adalah seorang tokoh yang frekuensi interaksi sosialnya dengan banyak orang sangatlah tinggi.

“Bagaimana mungkin seorang tokoh besar seperti beliau masih menyimpan nama saya yang bukan siapa-siapa?! Bukankah di dalam memorinya sudah padat oleh sekian ratus ribu atau bahkan sekian juta nama orang-orang yang pernah berkenalan dengannya,” gumamku tak habis pikir.

Peristiwa ini serasa tamparan dan teguran Allah kepadaku yang sering lalai atau bahkan abai untuk mengingat secara kuat setiap nama yang pernah berkenalan denganku. Sungguh, ini merupakan teguran keras dari-Nya kepadaku!

***

Kiai Maimoen Zubair
Peristiwa ini mengingatkanku kepada tokoh lain. Beliau ada K.H. Maimum Zubair, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang. Bapak saya (almarhum wal-maghfur lah) pernah berkisah kepada saya tentang Kiai Maimoen. “Ham,” demikian Bapak memanggil saya, “perkoro sepele sing ndadekke aku kagum ora entek-entek marang Mbah Moen yoiku kehebatane ngiling-iling jenenge uwong.” Artinya, “Perkara sepele yang membuatku tidak habis-habis untuk mengagumi Mbah Moen (Kiai Maimoen) adalah kehebatannya dalam mengingat nama orang.”

Saya mengamini penuturan beliau, bahkan saya pun benar-benar membuktikan itu, yaitu saat Bapak mengajak saya dan keluarga sowan kepada Kiai Maimoen. Sedikit yang saya ingat, saat itu adalah hari Ahad. Entah tanggal dan bulan berapa, saya lupa. Yang jelas saat itu saya masih duduk di bangku kelas terakhir tingkat MI (sederajat dengan SD). Sekira tahun 1992.

Selepas shalat Zhuhur kami sowan ke ndalem (rumah) Kiai Mainun. Belum sampai kami mendekati pintu rumah beliau, beliau sudah berseru keras memanggil nama Bapak. “Musliiiiiihhh…. Musliiiiihhh…! Mrene…mrene…!” (Muslih… Muslih…, sinii… sini…!”)

Subhanallah…! Bagaimana bisa Mbah Moen begitu mudah mengingat dan menyebut nama orangtua saya, yang bagi beliau tentu bukanlah siapa-siapa?! Bagi yang mengenal Mbah Moen, tentu mereka tahu bahwa interaksi sosial Mbah Moen tidak hanya sebatas Kota Rembang. Juga tidak sebatas Provinsi Jawa Tengah. Beliau adalah tokoh nasional yang interaksi dan kiprahnya telah mendunia. Tidak sedikit sahabat beliau dari negara-negara Timur Tengah. Jika dinalar, nama “Muslih” tentu teramat kecil dan sangat-sangat tidak penting untuk diingat. Karena telah ada sekian juta nama penting yang harus beliau rekam; Doktor A, B, C, D; Kiai A, B, C, D; pejabat A, B, C, D; politisi A, B, C, D; budayawan A, B, C, D; dan masih banyak lagi nama orang-orang penting yang lebih tepat untuk diingat. Tetapi, yang terjadi ternyata tidak demikian. Beliau masih begitu fasih dan enteng menyebut nama “Muslih” di tengah deretan nama orang-orang besar itu.

KH. Maimoen Zubair bersama putra-putra beliau.

Dahulu Bapak saya memang pernah semasa dengan Kiai Maimoen ketika Bapak saya nyantri di pesantren Sarang. Tetapi, itu sudah dahuluuuu sekali. Sudah sekian puluh tahun, sehingga mustahil untuk tidak lupa. Kalau kita, jangankan sekian puluh tahun, setahun atau beberapa tahun terlewati sudah susah untuk mengingat kembali nama orang-orang yang pernah kita kenal. Bahkan, seandainya kita diminta menyebutkan nama teman-teman satu kelas semasa SD, mungkin mulut kita akan tergagap untuk menyebutnya. Sebagian nama masih kita ingat, namun sebagian yang lain sudah lupa.

***

Bagaimana Menyentuh Hati?
Selain mengingatkan saya kepada sosok Kiai Maimoen, peristiwa antara saya dan Ustadz Imam tadi juga mengingatkan saya pada buku terjemahan berjudul Bagaimana Menyentuh Hati? Karya Abbas As-Sisi. Saya punya buku tersebut, bahkan saya pernah lebih dari sekali membacanya hingga khatam.

Di dalam buku tersebut ada satu bagian yang mengulas secara khusus tentang pentingnya mengingat nama. Sayang sekali, saat menulis catatan ini, buku tersebut tidak saya temukan. Entah terselip di mana. Padahal saya sudah mencarinya di tumpukan koleksi buku di rak ruang belakang, rak ruang tengah, bahkan juga di lemari kamar depan. Tetap tidak saya temukan. Saya yakin hanya terselip entah di mana. Karena belum pernah sekali pun ada teman yang meminjamnya. Berbeda dengan buku-buku lain, terlebih novel dan buku motivasi, selalu saja ada teman yang silih berganti meminjamnya.

Sedianya, bagian dari buku tersebut tentang pentingnya mengingat nama akan saya kutip pula dalam postingan ini. Tetapi, karena tidak menemukannya, terpaksa saya memburunya melalui penelusuran di internet. Akhirnya, saya temukanlah artikel di bawah ini, yang kemungkinan merupakan petikan dari ulasan Abbas As-Sisi dalam Bagaimana Menyentuh Hati?.

~*~
Menghafal nama adalah hal yang penting, karena dari sinilah terjadi interaksi dan lahir sifat saling percaya sesama individu. Ia merupakan langkah awal dan benang Pertama yang mengikat antara hati individu. Ia adalah benang yang mengikat bola-bola kecil yang berserakan. Setiap orang tentu akan merasa senang jika dipanggil dengan namanya, apalagi dengan nama yang paling ia sukai.

Menghafal nama mempunyai peran yang amat penting. Oleh karena itu, akan saya paparkan beberapa metode yang dapat membantu permasalahan ini.

1.      Hendaklah kita tanamkan rasa ingin dan suka menghafal nama orang lain.
2.    Ketika sedang berkenalan, hendaklah kita siap untuk menghafal namanya — secara lengkap atau sebagian saja— lalu mengingat-ingat dan memakainya pada saat itu juga tatkala bercakap-cakap.
3.    Nama biasanya terdiri dari tiga bagian: namanya sendiri, nama orang tuanya, dan nama keluarganya. Nama yang paling disukai oleh pemiliknya adalah namanya sendiri atau kuniah-nya. (sebutan nama yang dikaitkan dengan anak laki-laki tertua, seperti Abu Khalid, Ummu Khalid, dan sebagainya). Jika Anda tambahkan pada nama itu nama keluarganya, itu akan lebih baik. Biasanya nama keluarga yang satu dengan yang lain tidak sama jadi sangat mudah untuk dihafal, seperti As Sisi. Adapun nama-nama seperti Muhammad, Ali, Hasan, atau Sa’ad akan sangat banyak dijumpai, sehingga agak sulit menghafalnya.
4.    Ketika berkenalan dengan nama yang baru, Anda harus mengingat orangorang yang mempunyai nama yang sama —yang telah Anda kenal sebelumnya— agar mudah untuk menghafal.
5.     Pada waktu berkenalan, Anda harus memperhatikan wajah dan keadaannya; apakah ia berjanggut, memakai kaca mata, bagaimana warna kulit, suara, bentuk tubuhnya, pekerjaannya, serta di mana dan bagaimana perkenalan itu berlangsung.
6.  Untuk memantapkan ingatan, Anda bisa menulis nama-nama tersebut, dan setiap kali bertemu hendaklah Anda memanggil mereka dengan nama-nama tersebut. Jika tempat tinggalnya jauh, hendaklah Anda mengirim surat kepadanya, karena ini mempunyai impak yang amat besar dalam mempererat hubungan Anda dengan mereka. Surat menyurat itu sendiri merupakan sarana dalam tarbiyah.
7.    Ketika bertemu lagi, Anda harus mengingat-ingat pertemuan-pertemuan sebelumnya dan pertemuan yang pertama kali, karena ini dapat membantu Anda dalam mengingat namanya dengan cepat.
8.  Berkenalan dengan seseorang merupakan pintu bagi Anda untuk berkenalan dengan teman-temannya, hingga Anda mempunyai data nama yang amat banyak. Anda pun harus berusaha agar nama-nama itu tetap melekat di kepala.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Termasuk sifat angkuh adalah seseorang yang masuk ke dalam rumah temannya, lalu disuguhkan kepadanya makanan, ia tidak mau memakannya; dan seorang laki-laki yang bersama-sama dengan laki-laki lain dalam perjalanan, tetapi ia tidak menanyakan namanya dan nama orang tuanya.” (H.R. Ad Dailami)

Referensi artikel: http://www.hasanalbanna.com/menghafal-nama/

20 comments:

mimi RaDiAl said...

Ya Allah..postingan Baba ni mmg dekat dg kebiasaan sehari2 ya, makasi tips nya Ba, terus terang paling susah menghapal nama teman, lah nama anak aja kdg bolak balik heheh

Tapi baca kisah diatas jd malu sendiri...siapa saya ??????

Keke Naima said...

sentilan buat sy juga nih.. sy suka agak kesulitan mengingat nama, walpun wajahnya sih inget... tfs ya.. sy mau coba belajar lagi utk mengingat nama :)

Akhmad Muhaimin Azzet said...

Dalam hal ini, saya sering diingatkan istri, setelah bertemu seseorang di suatu tempat, yang ia tampak akrab dan menyebut namaku, namun aku tak berani menyebut namanya di depannya karena lupa. Makasih banyak ya, Mas, postingan njenengan ini semakin mendesakku untuk tidak mudah melupakan nama.

Irham Sya'roni said...

Sama, Mi, saya juga malu dan serasa ingin memarahi diri karena melalaikan hal kecil namun bernilai besar ini.

mahbub ikhsan said...

dalam kata-kata kebiasaan kita bangsa indonesia sering di ucap kan "apa arti sebuah nama"...tapi beda hal kalau dalam bahasa agama berbeda lagi ya ustadz."nama adalah sebuah arti"....karan nama seseorang mewakili karakter yg bersangkutan gtu yooo....usatadz....kalo tentang KH .Maemoen zuber ...hanya satu kat ustadz ALLAHUMMA AHOLLI ALA MUHAMMAD......

Irham Sya'roni said...

Nasib kita sama, Bunda. Kita sebetulnya tdk ingin melupakan begitu saja kawan2 kita, tapi harus kita akui kelemahan memori di kepala kita ya, Bunda. Moga kejadian saya di atas bisa meminimalisasi kesalahan kita melupakan nama.

Irham Sya'roni said...

Wah, ternyata kita senasib, Mas. Dalam hal ingatan, istri saya memang lebih tajam daripada saya. Dia juga yg sering mengingatkan saya akan banyak hal, termausk nama. :)

Irham Sya'roni said...

benar banget, Mas, nama itu adalah doa. Karena itulah ketika memberi nama kpd anak hedaklah sarat arti yg baik. Seperti nama Mahbub Ihsan, itu memuat arti yg sangat bagus kan Mas. :)

Unknown said...

mas , artikelnya bagus :D
makasih iia , karena dari artikel ini.. hati saya terteguh entah mengapa :)
thanks For Share nya :)
Simak Tantangan Kreatif Blogger Berhadiah Mingguan & Grandprize Android

agen trica jus yogyakarta said...

great article , numpang nyimak gan .

Darmawan Saputra said...

hadir meramaikan suasana :D

Asep Haryono said...

Yah begitulah kira kira. Untuk menghafal nama susahnya bukan main. Kalaw wajah biasanya lebih cepat dan mudah diingat. Seperti jaman sekolah dulu, dimana guru lebih cepat menghafal wajah gurunya. Salam dari Pontianak

Samaranji said...

Subhanallah... memang ya, kalo ahli dzikir (mengingat) pasti juga punya ketajaman ingatan yang luar biasa.

Jadi malyuuu nih.

Irham Sya'roni said...

Terima kasih, Mas. Semoga tulisan di atas bisa jadi teguran dna pelajaran buat kita semua. Amin

Irham Sya'roni said...

silakan, Mas, semoga bermanfaat.

Irham Sya'roni said...

terima kasih, Mas Darmawan, atas kehadirannya.

Irham Sya'roni said...

Benar, Pak. Saya juga begitu. Sering hafal wajahnya, tapi lupa namanya. Salam juga, Pak, dari Bantul Yogyakarta.

Irham Sya'roni said...

Hehehe... sama, Mas. Pada malam kejadian itu seolah menjadi teguran buat aku, sehingga aku pun merasa malu sendiri. :)

Asep Haryono said...

Subhanallah luar biasa kisah Baba. Menyentuh sekali dan seolah olah memberi pelajaran buat saya agar bisa menghafal nama, tidak wajah saja yang selama ini saya ingat. Mencerahkan dan juga saya senang sudah diingatkan. Subhanallah. Indahnya

Irham Sya'roni said...

Tulisan ini bermula dari kebebalan saya, Pak Asep. Bebal karena begitu mudah lupa dengan nama org lain. Kisah dgn Pak Ustadz Imam di atas benar2 membuat saya malu dan mencoba menekadkan diri untuk berusaha mengingat nama. #tpi ternyata susahnya minta ampun. :(