ads
Friday, March 16, 2012

March 16, 2012
12
Seorang kawan bertanya kepada saya, “Bener ga’ sih kalau ada undangan resepsi pernikahan itu kita wajib memenuhi undangan itu?”

Kebetulan saya sedang menyelesaikan proses koreksi naskah buku bertemakan pernikahan dengan segala pernak-perniknya dalam  berumah tangga, setidaknya ada sedikit bahan untuk menjawab pertanyaan sahabat saya tersebut.

Saya katakan kepadanya, bahwa tentang hukum menghadiri undangan walimatul ‘ursiy , para ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan fardhu ‘ain, sebagian lagi mengatakan fardhu kifayah, dan yang lainnya mengatakan sunnah.

Yang mengatakan fardhu ‘ain berdalil dengan hadits berikut.

·    “Apabila kamu diundang walimah maka datangilah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

·    “Sejelek-jelek suguhan adalah makanan yang disuguhkan pada waktu walimah (namun) yang diundang hanyalah orang-orang kaya dan meninggalkan orang-orang miskin. Dan barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” (H.R. Bukhari Muslim)

Sementara yang mengatakan fardhu kifayah berlandaskan pada esensi dan tujuan walimah, yaitu sebagai media untuk mengumumkan terjadinya pernikahan serta membedakannya dari perzinaan. Bila sudah dihadiri oleh sebagian orang, menurut pendapat ini sudah gugurlah kewajiban itu bagi tamu undangan lainnya.

Adapun yang berpendapat sunnah berlandaskan pada argumentasi bahwa pada hakikatnya menghadiri walimah itu seperti orang menerima pemberian harta. Bila harta itu tidak diterimanya maka hukumnya boleh-boleh saja. Dan bila diterima hukumnya hanya sebatas sunnah saja.

Dari ketiga pendapat tersebut, pendapat pertama (fardhu ‘ain) adalah pendapat yang dikukuhi oleh mayoritas ulama. Namun ada penjabaran tersendiri untuk menghukumi wajibnya menghadiri undangan resepsi pernikahan, dengan menetapi syarat-syarat berikut.

1.   Orang yang mengundang dan orang yang diundang, keduanya beragama Islam. Karena itu, apabila salah satunya tidak beragama Islam maka hukum menghadiri undangan walimah tidaklah wajib.

2.   Undangannya tidak dikhususkan untuk orang-orang kalangan tertentu semisal orang-orang kaya saja, karena adanya celaan dari Nabi saw terhadap walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja.

3.   Orang yang mengundang telah menentukan siapa yang diundang. Karena itu, tidak ada kewajiban untuk menghadiri resepsi atau walimah apabila si pengundang hanya mengatakan, “Hadirlah dalam resepsi pernikahanku, bagi siapa saja yang ingin menghadirinya.”

4.   Tidak ada halangan bagi orang yang diundang untuk menghadirinya, semisal karena tidak ada alat transportasi, karena banjir besar, atau karena halangan lainnya.

5.   Apabila ada undangan lebih dari satu walimah dalam satu waktu yang bersamaan, maka yang wajib dihadiri adalah yang lebih dulu mengundang. Namun, apabila undangan-undangan itu datangnya bersamaan maka yang didahulukan adalah undangan dari kerabat dekat. Apabila undangan-undangan itu sama-sama dari keluarga dekat maka yang didahulukan adalah undangan dari kerabat yang rumahnya lebih dekat.

6.   Dalam resepsi tersebut tidak ada praktik-praktik kemaksiatan, semisal pesta minuman keras, perjudian, dan lainnya.

Sementara bagi kedua mempelai yang menggelar walimah, hendaklah memperhatikan adab-adab walimah sebagai berikut.

1.   Jangan berlebihan.
      Perintah walimah dengan makan-makan tentu tidak berarti kita dibenarkan untuk menghambur-hamburkan harta. Sebab orang yang menghambur-hamburkan harta termasuk saudaranya syaitan. Firman Allah swt, “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Q.S. Al-Isrâ’ [17]: 27)

2.   Bukan untuk gengsi.
      Apalagi bila tujuannya sekadar gengsi dan ingin dianggap sebagai orang yang mampu, padahal semua itu dengan berutang. Tidak perlu mengejar gengsi dan sebutan orang, juga jangan merasa menjadi dianggap pelit oleh orang lain. Kita keluarkan harta untuk walimah semampunya dan sesanggupnya tanpa perlu memaksakan diri dengan bentuk walimah yang serba ‘wah’ dan mewah.

3.   Hendaknya mengundang juga fakir miskin.
      Jangan sampai pula walimah itu menjadi sebuah hidangan makan yang terburuk, yaitu dengan mengkhususkan hanya orang kaya saja, dengan melupakan orang miskin. Maka sungguh acara walimah seperti itu adalah walimah yang paling jahat dan buruk, sebagaimana hadits riwayat Bukhari dan Muslim di atas.

Gambar: weddingbogor.wordpress.com

12 comments:

Unknown said...

Semua itu memang ada ilmunya....
Islam selalu mempermudah umatnya.

Fitrianto said...

Assalamu'alaykum.. Mas, dulu sy termasuk orang yg sering "ijin" belum bs dtg ke walimah teman/rekan krn merasa belum mampu dari segi materi/krn msh kuliah & blm kerja. Gimana mas hukumnya..Syukron ^^

ceritatugu said...

sebagai warga masyarakat kalau mau dikunjungi jika punya hajatan ya kita harus mau mengunjungi

Mas Huda said...

saya juga kalau yang nikah jauh mau datang gimana habis banyak banget ongkosnya.. peritungan banget ya

Irham Sya'roni said...

@Fitrianto Berdasar pada uraian di postingan, para ahli fiqih berbeda pendapat dalam 3 hukum: wajib 'ain, wajib kifayah, dan sunnah. Qt boleh meyakini salah satunya.

Ttg "amplop" saat menghadiri undangan, sebetulnya itu bagian dari adat istiadat saja. Tp karena sudah kadung jd adat, seolah mnjdi konsensus hukum di tengah masyarakat bhwa klo mnghadiri undangan harus bw "amplop". Jika memang bw amplop itu sdh dikukuhi oleh masyarakt sbg "aturan hukm" yg mengikat, jadi klo sdg tdk punya amplop bs trbilang brhalangan. Semoga saja sih adat "wjb bw amplop" ini bs qt ubah, agar siapa pun bs mghadiri undangn: yg berduit maupun yg tdk.

Irham Sya'roni said...

@Cerita Tugu Indahnya hdup dalam masyarakat yang saling mengasihi dan gemar bersilaturahim. Saling memabntu dan saling mengunjungi.

Irham Sya'roni said...

@Mas Huda Hehehe.... Jika memang ada halangan (udzur) semisal krn terlalu jauh, tdk ada dana, cuaca yg terlalu panas/dingin, sdg sibuk dg kwajiban di rumah/kantor, de el el, ya gapapa mas.

mariati mujadi said...

Assalamu'alaikum akhi, bgmn hukumnya menghadiri acara pernikahan, sedang undangan tdk ada/ tdk diundang ( krn yg punya hajat saudara )

Irham Sya'roni said...

wa'alaikumussalam warahmatullah, salam persaudaraan.

untuk menjawab prtnyaan mbak mariati, kuncinya adalah KERIDHAAN shohibul bait/hajat.
Jika kita tahu/menduga kuat/atau bahkan yakin 100% bhwa shohibul bait tdk keberatan dg kehadiran kita, atau bahkan justru senang dg kehadiran kita, maka kita boleh mnghdirinya wlopun tdk diundang. Tetapi, bagaimanapun, sbaiknya ttp meminta izin.
Lebih lengkapnya jawaban, besok saya buat dalam satu postingan tersendiri ya, Mbak. makasih.

Irham Sya'roni said...

Benar Mas, tak ada yg sempurna tatkala diamalkan, kecuali disertai ilmunya.

Unknown said...

Kalo saya sih berpendapat... Kalo ngga punya dana untuk amplopnya mending ga usah datang mas.... Bisa jadi sohibul bait mengetahui anda ngga isi gentong buat amplopnya merasa ada perasaan ditakutkan jadi ngga ridho dgn makanan yg kita makan...

Irham Sya'roni said...

Iya, Mas, sah-sah saja mengambil satu dari tiga pendapat para ulama di atas. Entah punya amplop atau tidak, satu dari tiga pendapat ulama di atas bisa kita ikuti/pilih.