ads
Friday, January 13, 2012

January 13, 2012
Ketika mendengar kata zuhud, mungkin yang terlintas dalam pikiran kita adalah kehidupan yang jauh dari gemerlapan dunia. Atau kehidupan yang menyepi dari keramaian dan hiruk pikuk kesibukan dunia, kehidupan yang sederhana. Padahal sebenarnya belum tentu kehidupan yang demikian dinamakan zuhud. Dan belum tentu juga kehidupan yang akrab dengan kemewahan dan gemerlapan dunia bisa dikatakan tidak zuhud.

Zuhud ialah keadaan jiwa yang kosong dari rasa memiliki dan ambisi menguasai. Zuhud merupakan salah satu sikap untuk menjaga jarak dari dunia. Kita menjadikan dunia sebagai sarana untuk beribadah, menggapai kebahagiaan di akhirat, dan bukan menjadikannya sebagai  tujuan hidup. Karena, kehidupan dunia hanyalah sementara.

Karena itu, janganlah kita terlalu senang dengan apa yang kita dapatkan dan juga tidak terlalu bersedih atas apa yang terlepas dari diri kita. Mejaga jarak dengan dunia dengan zuhud juga akan menimbulkan rasa mencintai terhadap sesama, karena tidak akan menimbulkan rasa iri dan dengki di dalam diri kita atau merasa tertekan akibat kesuksesan yang diraih oleh orang lain.

Ada yang berpandangan bahwa meninggalkan harta kekayaan dan pakaian mewah adalah zuhud. Tetapi sebaliknya, mungkin motivasi untuk meninggalkan harta dan pakaian mewah tersebut agar dipuji orang dan dikatakan sebagai seorang zahid atau sufi. Oleh karena itu, Ibnu Mubarak berkata, “Seutama-utama zuhud adalah menyembunyikan kehidupan zuhudnya itu.”

Seorang yang zuhud (zahid) memiliki ciri-ciri: (1) Tidak merasa bangga terhadap sesuatu yang ada padanya dan tidak pula tidak merasa sedih di kala kehilangan nikmat itu dari tangannya. (2) Tidak merasa bangga dan gembira mendengar pujian orang dan tidak pula merasa sedih atau marah jika mendengar cercaan orang lain. (3) Selalu mengutamakan cintanya kepada Allah dan mengurangi cintanya kepada dunia.

Hidup memang sebuah ujian, hanya orang-orang yang benar-benar teguh imannya yang dapat melewati ujian ini dengan baik. Mereka adalah orang-orang yang tidak tertipu oleh kilauan nikmat dunia yang begitu menggoda, orang-orang yang memahami hakikat kehidupan dunia ini sesuai dengan apa yang telah Allah dan Rasul-Nya ajarkan. Mereka memandang dunia dan seisinya ini tak lebih dari sebuah permainan yang seringkali melalaikan. Mereka tidak berbangga hati dan sombong dengan harta kekayaannya. Jika dalam diri mereka telah tertanam sifat-sifat tersebut, maka mereka adalah orang-orang yang zuhud.

Sepenggal Kisah Inspiratif
Sebutir Korma Penjegal Doa

Usai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke masjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, ia membeli segantang kurma dari pedagang tua di dekat Masjidil Haram.

Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak di dekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya.

Empat bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al-Aqsha. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan di bawah kubah Sakhra’. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali di sana. Tiba-tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.

“Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud yang doanya selalu dikabulkan Allah,” kata malaikat yang satu.

“Tetapi, sekarang tidak lagi. Doanya ditolak karena empat bulan yang lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat Masjidil Haram,” jawab malaikat yang satu lagi.

Ibrahim bin Adham terkejut sekali. Ia terhenyak. Jadi, selama empat bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya, dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh Allah swt. gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya. “Astaghfirullahal azhim,” Ibrahim beristighfar.

Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Makkah menemui pedagang tua penjual kurma, untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya. Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda.

“Empat bulan yang lalu saya membeli kurma di sini dari seorang pedagang tua. Ke mana ia sekarang?” tanya Ibrahim.

“Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma,” jawab anak muda itu.

“Innalillahi wa innailaihi raji’un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan?” Kemudian Ibrahim menceritakan peristiwa yang dialaminya. “Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur aku makan tanpa izinnya?”

“Bagi saya, tidak masalah. Saya halalkan. Tapi, entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatasnamakan mereka, karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya.”
“Di mana alamat saudara-saudaramu? Biar saya temui mereka satu per satu.”

Bergegas menemui semua ahli waris sang penjual kurma. Alhamdulillah, semua menghalalkan sebutir kurma milik ayah mereka. Empat bulan kemudian, Ibrahim bin Adham sudah berada kembali di bawah kubah Sakhra’. Tiba-tiba ia mendengar dua malaikat kembali bercakap-cakap, “Itulah Ibrahim bin Adham yang doanya tertolak gara-gara makan sebutir kurma milik orang lain.”

“Oo… tidak, sekarang doanya sudah makbul lagi. Ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain.”

Untaian Mutiara Kata
1.    Aku tertawa (heran) kepada orang yang mengejar-ngejar dunia, padahal kematian terus mengincarnya; dan kepada orang yang melalaikan kematian, padahal maut tak pernah lalai terhadapnya; dan kepada orang yang tertawa lebar sepenuh mulutnya, padahal tidak tahu apakah Tuhannya ridha atau murka terhadapnya. (Salman Al-Farisi)

2.    Allah telah memerintahkan kepada dunia, “Mengabdilah kepada orang yang mengabdi kepadaku, dan buatlah payah orang yang mengabdi kepadamu.” (Al-Imam Ja’far Ash-Shadiq)

3.    Tidak termasuk orang yang paling baik di antara kamu; orang yang meninggalkan urusan dunia karena akhirat, dan orang yang meninggalkan urusan akhirat karena urusan dunia, kecuali sampai ia mengerjakan keduanya. (Sabda Nabi saw.)

4.    Kunci kebaikan dunia akhirat adalah takut kepada Allah, kunci dunia adalah kenyang, dan kunci akhirat adalah lapar. (Abu Sulaiman Ad-Darani)

5.    Barangsiapa mengumpulkan enam perkara, berarti ia telah berusaha meraih surga dan menjauhi neraka, yaitu mengetahui Allah kemudian menaatinya, mengetahui setan kemudian mendurhakainya, mengetahui akhirat kemudian berusaha mencarinya, mengetahui dunia kemudian meninggalkan bersenang-senang dengannya, mengetahui yang haq kemudian mengikutinya, dan mengetahui yang batil kemudian menjauhinya. (Ali bin Abi Thalib)

6.    Engkau harus tahu bahwa bila duniamu terasa sempit, sebenarnya jiwamulah yang sempit, bukan dunianya. (Imam Rafi’i)

7.    Setiap orang di dunia ini adalah tamu, dan uangnya adalah pinjaman. Tamu itu pastilah akan pergi, cepat atau lambat, dan pinjaman itu haruslah dikembalikan. (Ibnu Mas’ud)

8.    Sesungguhnya seorang hamba itu bila merasa ujub (bangga diri) karena suatu perhiasan dunia, niscaya Allah akan murka kepadanya hingga dia melepaskan perhiasan itu. (Abu Bakar Ash-Shiddiq)

9.    Allah mengasihi kaum yang menganggap dunia sebagai barang simpanan. Lalu mereka menyerahkannya kepada orang yang sanggup memegang amanah terhadap barang simpanan tersebut. Kemudian, mereka merasa senang dengan ringannya beban. (Hasan Al-Bashri)

10.Kesenangan dunia tidaklah membahayakan dengan sendirinya. Ia baru berbahaya ketika ia membuatmu lupa, tidak patuh, dan melalaikan Tuhanmu. (Ibn Arabi)

11.Janganlah bergaul dengan orang yang gila dunia. Bergaullah dengan orang yang berzuhud dari dunia. Sebab, pergaulan sangatlah berpengaruh terhadap baik-buruknya perilaku seseorang. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

12.Alam semesta ini gelap, dan sebenarnya menjadi terang karena dicahayai Allah di dalamnya. Karena itu siapa yang melihat semesta, namun tidak menyaksikan Allah di dalamnya, atau di sisinya, atau sebelum dan sesudahnya, benar-benar ia telah dikaburkan dari wujud cahaya, dan tertutup dari matahari ma’rifat oleh mendung-mendung duniawi semesta. (Ibnu Atha’illah)

13.Seorang yang diberi dunia akan dikatakan kepadanya, “Ambillah dunia itu, seberapa besar dunia yang kamu ambil, sebesar itu pula ketamakan yang akan masuk ke dalam hatimu.” (Hasan Al-Bashri)

14.Tolak  dan tepiskan bujuk rayu dunia. Jangan beri hati kepada dunia. Tinggalkan apa yang tidak bermanfaat dari dunia. Jika kamu melakukan itu, kamu akan memperoleh nikmat yang paling berharga yang kekal selamanya. (Hasan Al-Bashri)

15.Pangkal dan cabang keburukan itu ada enam. Pangkalnya tiga, yaitu iri hati, serakah, dan cinta berlebihan kepada dunia. Cabangnya juga ada tiga, yaitu gila kekuasaan, pujian, dan kehormatan. (Hasan Al-Bashri)

16.Dunia dan seluruh isinya tak lebih bagaikan seorang yang tidur pulas. Dalam tidurnya ia bermimpi memperoleh semua yang ia senangi. Setelah itu, ia terbangun. (Hasan Al-Bashri)

17.Ridha lebih afdhal daripada zuhud terhadap dunia, karena orang yang ridha tidak berangan-angan sesuatu yang melebihi kedudukannya. (Al-Fudhail bin ‘Iyadh)

18.Hamdun bin Ahmad pernah ditanya, “Mengapa ucapan ulama salaf lebih bermanfaat daripada ucapan-ucapan kita?” Beliau menjawab: “Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa, dan mencari ridha Ar-Rahman. Sementara kita berbicara untuk kemuliaan diri, mengejar dunia, dan mencari ridha manusia! (Hamdun bin Ahmad)

19.Aku tidak pernah melihat kezuhudan yang lebih sulit daripada kezuhudan terhadap kekuasaan. Kita banyak menemui orang-orang yang zuhud dalam masalah makanan, minuman, harta, dan pakaian. Namun, ketika diberikan kekuasaan kepadanya, maka ia pun akan mempertahankan kekuasaannya dan berani bermusuhan demi membelanya. (Sufyan Ats-Tsauri)

20.Jauhilah oleh kalian sikap bermewah-mewahan, karena hamba-hamba Allah bukanlah orang yang suka bermewah-mewahan. (Sabda Nabi saw.)

21.Adakalanya sedikit lebih berkah daripada yang melimpah. (Ali bin Abi Thalib)

22.Sedikit tapi mencukupi, lebih baik daripada banyak tapi membuat lalai. (Sabda Nabi saw.)

23.Barangsiapa yang hidupnya hanya disibukkan dengan urusan perut, maka harga dirinya seperti apa yang keluar dari perut. (Ali bin Abi Thalib)

24.Janganlah kalian memusingkan rezeki! Sebab, upaya rezeki mencari kalian lebih keras daripada upaya kalian mencarinya. Jika kalian telah memeroleh rezeki hari ini, janganlah kalian memusingkan rezeki esok hari sebagaimana kalian tidak memusingkan rezeki kemarin! (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

25.Allah melapangkan keadaanmu agar engkau tidak tetap dalam kesempitan, dan Allah menyempitkan keadaanmu agar engkau tidak terus dalam kelapangan. Dia melepaskanmu dari keduanya agar engkau terbebas dari segala sesuatu selain-Nya. (Ibnu Atha’illah As-Sakandari)

26.Ada dua teman yang sangat jahat; dinar dan dirham. Keduanya tidak bisa memberi  manfaat apa-apa kepadamu sampai keduanya meninggalkanmu. (Hasan Al-Bashri)

27.Aku sungguh malu kepada Allah Ta’ala, jika Ia memandangku sedangkan aku sibuk dengan selain Dia. (Lubabah Al-Muta’abbidah)

28.Aku tak pernah berhasrat dan berambisi dalam memburu rezeki, sejak aku mendengar Allah swt. berfirman, “Dan di dalam langit ada rezekimu dan rezeki yang dijanjikan padamu.” (Q.s.  Adz-Dzariyat: 22). (Lubabah Al-Muta’abbidah)

29.Orang yang makan sesuatu yang haram keluar akan melahirkan perbuatan yang haram, dan orang yang makan sesuatu yang syubhat dirinya akan melakukan perbuatan yang syubhat pula. Sehingga seandainya orang yang makan makanan yang haram hendak menaati Allah tentu ia tidak dapat melakukannya. (Syekh Abdul Wahab Asy-Sya’rani)

30.Agama seseorang erat hubungannya dengan kehalalan makanan yang ia makan, dan jika ada keluarga yang makannya terdapat makanan yang halal (memperolehnya) tentu mereka itu asing di zaman kita sekarang. (Sufyan Ats-Tsauri)

31.Allah swt. tidak menerima shalat hamba yang di dalam perutnya terdapat sesuatu yang haram. (Abdullah bin Abbas)

32.Seandainya engkau berpuasa dan shalat hingga menjadi kurus kering, maka ia tiada berguna kecuali setelah engkau melihat apa yang masuk ke dalam perutmu. (Wahab bin Ward)

33.Seorang hamba tidak dikatakan berlaku jujur jika ia masih suka popularitas. (Ayyub As-Sikhtiyaani)

34.Tidak akan beruntung orang yang memiliki sifat gila kedudukan. (Yahya bin Muadz)

35.Tidak ada perkara yang memalingkan seseorang dari Allah melebihi gila pujian dan gila sanjungan. (Abu Utsman Sa’id bin Al-Haddad)

0 comments: