ads
Tuesday, January 10, 2012

January 10, 2012

“Islam itu agama aksi, agama kerja. Agama gerak. Agama yang menekankan aktivitas dan mencegah pasivitas. Agama Islam adalah agama yang mendorong pemeluknya untuk senantiasa bergerak dan senantiasa bergerak,” demikian Ustadz Samson Rahman mengawali ceramahnya.

Sang Ustadz melanjutkan: Saya teringat perkataan Ismail Raji Al-Faruqi, muslim Palestina yang dibunuh oleh orang Yahudi di Amerika, yang mengatakan, Islam is a religion of Action (Islam adalah agama aksi). Kata-kata ini sering kali menghentak saya tatkala muncul dalam diri saya sebuah kemalasan, kejenuhan, dan kepasifan. Kata-kata ini sering memecut saya untuk bekerja sekuat tenaga agar bisa memenuhi tugas kehambaan, kekhalifahan, dan keumatan saya.

Rasulullah saw. sering mengulang-ulang sabdanya yang mengatakan bahwa tangan di atas jauh lebih baik daripada tangan di bawah. Sebuah perlambang yang menandakan bahwa orang-orang yang memberikan hartanya kepada orang yang membutuhkan jauh lebih baik daripada orang yang menerima pemberian itu. Tentu saja harta yang diberikan itu berasal dari tangan yang bekerja dan otak yang aktif beraksi.

Rasulullah menunjukkan apresiasinya yang sangat tinggi pada kerja keras ini dalam berbagai kesempatan. Beliau pernah mengatakan, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Thabrani, “Seandainya seseorang mencari kayu bakar dan dipikul di atas punggungnya, hal itu lebih baik daripada ia meminta-memita kepada seseorang yang kadang diberi dan kadang ditolak.”

Apa yang terkandung dalam sabda Rasulullah saw. tersebut adalah bahwa sebaik-baik manusia adalah seseorang yang memeras keringatnya dan menguras tenaganya demi menjaga harga dirinya. Rasulullah mendorong dan menginginkan agar umat ini menjadi umat pekerja, umat mandiri, umat yang tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Umat yang mampu berdiri di atas kreasinya sendiri, di atas kemampuannya sendiri melalui kucuran keringat dan gejolak semangat.

Seorang muslim diidealkan menjadi orang yang mengalirkan “hidup” bagi siapa yang membutuhkan dan memberikan cahaya kehidupan bagi mereka yang tersendat kesulitan. Seorang muslim diharapkan menjadi sosok yang mampu menghidupkan gairah kehidupan seseorang, yang mampu menjadikan hidup lebih hidup, lebih bersemangat dan bermakna, lebih aktif, dan sumringah.

Seorang mukmin akan senantiasa mengisi detiknya, menitnya, dan jamnya dengan kerja-kerja yang bermanfaat, dengan amal-amal shalih yang menembus gelap. Dia sadar bahwa kerjalah yang mengantarkan umat Islam mampu mencapai kemuliaan. Kerjalah yang akan mengantarkan umat Islam mampu membangun peradaban. Kerjalah yang akan membuat umat Islam mampu melahirkan para pahlawan. Kerjalah yang akan membuat umat Islam mampu melahirkan para ilmuwan. Sejarah keemasan bangsa-bangsa mana pun pasti dibarengi dengan anak-anaknya yang suka bekerja. Mereka membangun martabat, bangsa, budaya, peradaban, dan kemanusiannya dengan kerja keras, banting tulang, dan memeras pikiran.

Sepenggal Kisah Inspiratif

Al-Balkhi dan Si Burung Pincang

Alkisah, hiduplah pada zaman dahulu seorang yang terkenal dengan kesalehannya, bernama al-Balkhi. Ia mempunyai sahabat karib bernama Ibrahim bin Adham yang terkenal sangat zuhud. Orang sering memanggil Ibrahim bin Adham dengan panggilan Abu Ishak.

Pada suatu hari, al-Balkhi berangkat ke negeri orang untuk berdagang. Sebelum berangkat, tidak ketinggalan ia berpamitan kepada sahabatnya itu. Namun, belum lama al-Balkhi meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ia datang lagi. Sahabatnya menjadi heran, mengapa ia pulang begitu cepat dari yang direncanakannya. Padahal negeri yang ditujunya sangat jauh lokasinya. Ibrahim bin Adham yang saat itu berada di masjid langsung bertanya kepada al-Balkhi, sahabatnya, “Wahai al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau pulang begitu cepat?”

“Dalam perjalanan,” jawab al-Balkhi, “Aku melihat suatu keanehan, sehingga aku memutuskan untuk segera membatalkan perjalanan.”

“Keanehan apa yang kamu maksud?” tanya Ibrahim bin Adham penasaran.

“Ketika aku sedang beristirahat di sebuah bangunan yang telah rusak,” jawab al-Balkhi menceritakan, “Aku memperhatikan seekor burung yang pincang dan buta. Aku pun kemudian bertanya-tanya dalam hati, ‘Bagaimana burung ini bisa bertahan hidup, padahal ia berada di tempat yang jauh dari teman-temannya, matanya tidak bisa melihat, berjalan pun ia tak bisa’.”

“Tidak lama kemudian,” lanjut al-Balkhi, “Ada seekor burung lain yang dengan susah payah menghampirinya sambil membawa makanan untuknya. Seharian penuh aku terus memperhatikan gerak-gerik burung itu. Ternyata ia tidak pernah kekurangan makanan, karena ia berulangkali diberi makanan oleh temannya yang sehat.”

“Lantas, apa hubungannya dengan kepulanganmu?” tanya Ibrahim bin Adham yang belum mengerti maksud kepulangan sahabat karibnya itu dengan segera

“Maka aku pun berkesimpulan,” jawab al-Balkhi seraya bergumam, “Bahwa Sang Pemberi Rezeki telah memberi rezeki yang cukup kepada seekor burung yang pincang lagi buta dan jauh dari teman-temannya. Kalau begitu, Allah Maha Pemberi, tentu akan pula mencukupkan rezekiku sekalipun aku tidak bekerja. Oleh karena itu, aku pun akhirnya memutuskan untuk segera pulang saat itu juga.”

Mendengar penuturan sahabatnya itu, Ibrahim bin Adham berkata, “Wahai al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau memiliki pemikiran serendah itu? Mengapa engkau rela menyejajarkan derajatmu dengan seekor burung pincang lagi buta itu? Mengapa kamu mengikhlaskan dirimu sendiri untuk hidup dari belas kasihan dan bantuan orang lain? Mengapa kamu tidak berpikiran sehat untuk mencoba perilaku burung yang satunya lagi? Ia bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup sahabatnya yang memang tidak mampu bekerja? Apakah kamu tidak tahu, bahwa tangan di atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah?”

Al-Balkhi pun langsung menyadari kekhilafannya. Ia baru sadar bahwa dirinya salah dalam mengambil pelajaran dari kedua burung tersebut. Saat itu pulalah ia langsung bangkit dan mohon diri kepada Ibrahim bin Adham seraya berkata, “Wahai Abu Ishak, ternyata engkaulah guru kami yang baik.” Lalu berangkatlah ia melanjutkan perjalanan dagangnya yang sempat tertunda.

Untaian Mutiara Kata
1. Sebaik-baik pekerjaan ialah usaha seseorang dengan tangannya sendiri. (Sabda Nabi saw.)

2. Berilah pekerja upahnya sebelum kering keringatnya. (Sabda Nabi saw.)

3. Celakalah orang yang tidak mau berusaha dan hanya berpangku tangan, ia mencari rezeki dari harta orang lain dengan mengatasnamakan agama. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

4. Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok. (Sabda Nabi saw.)

5. Kerja keraslah, karena kelezatan hidup itu ada pada kerja keras. (Imam Syafi’i)

6. Orang mukmin bekerja untuk dunia dan akhirat. Namun, ia bekerja untuk dunia sebatas memenuhi kebutuhannya. Kebutuhannya terhadap dunia sebatas bekal orang yang bepergian, tidak lebih. Orang bodoh gelisah dengan dunia, sedangkan orang arif gelisah dengan akhirat. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

7. Kamu tidak akan melampaui batas ajalmu. Rezeki tidak akan luput darimu. Kamu tidak akan diberi rezeki yang bukan jatahmu. Karena itu, mengapa kamu bekerja melampaui kemampuan tubuhmu? Atas dasar apa kamu membunuh diri sendiri? (Hasan Al-Bashri)

8. Aku benci kepada orang yang tidak punya pekerjaan yang hanya berlaku santai dan berpangku tangan sembari berkata, “Wahai Tuhanku, berikanlah, berikanlah!” Ia meminta Allah untuk berbuat baik kepadanya, sementara seekor semut kecil pun keluar dari sarangnya untuk mencari pendapatan yang dapat membiayai hidupnya. (Imam Muhammad Baqir)

9. Berangkatlah, niscaya engkau mendapatkan ganti untuk semua yang engkau tinggalkan. Bersusah payahlah, sebab kenikmatan hidup hanya ada dalam kerja keras. Singa jika tidak keluar dari sarangnya, ia takkan mendapatkan mangsanya, sebagaimana anak panah bila tak meninggalkan busurnya maka takkan mengenai sasaran. Biji emas yang belum diolah sama dengan debu ditempatnya. Dan, ketika seseorang berangkat serta mulai bekerja, maka dia akan mulia seperti emas. (Imam Syafi’i)

10.Sesungguhnya Ruhul Qudus (Malaikat Jibril) membisikkan dalam benakku bahwa jiwa tidak akan wafat sebelum lengkap dan sempurna rezekinya. Karena itu, hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan memperbaiki mata pencaharianmu. Apabila datangnya rezeki itu terlambat, janganlah kamu memburunya dengan jalan bermaksiat kepada Allah, karena apa yang ada di sisi Allah hanya bisa diraih dengan ketaatan kepada-Nya. (Sabda Nabi saw.)

11.Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil. Barangsiapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah ‘Azza wa Jalla. (Sabda Nabi saw.)

12.Seorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya, maka itu lebih baik dari seorang yang meminta-minta kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak. (Sabda Nabi saw.)

13.Bangunlah di pagi hari untuk mencari rezeki dan kebutuhan-kebutuhanmu. Sesungguhnya pada pagi hari terdapat barakah dan keberuntungan. (Sabda Nabi saw.)

14.Pengangguran menyebabkan hati keji dan membeku. (Sabda Nabi saw.)

15.Bagaimana mungkin kalian menginginkan sesuatu yang luar biasa, padahal kalian sendiri tidak merubah kebiasaan diri sendiri. (Ibnu Atha’illah)

16.Para nabi pun senantiasa memadukan usaha dan tawakkal. Karena itu, orang yang meninggalkan usaha dan mengemis kepada orang lain akan mendapat siksa Allah ‘Azza wa Jalla. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

17.Berhati-hatilah dari sikap malas dan rasa jenuh, sebab keduanya adalah kunci segala kejahatan. (Imam Muhammad Baqir)

18.Janganlah engkau putus asa, karena putus asa bukanlah akhlak seorang Muslim. Ketahuilah bahwa kenyataan hari ini adalah mimpi hari kemarin, dan impian hari ini adalah kenyataan di hari esok. (Hasan Al-Banna)

19.Ketika engkau di sore hari, jangan tunggu sampai esok pagi. Dan, ketika engkau di pagi hari, jangan tunggu sampai sore hari. (Ibnu Umar)

20.Berdoa tanpa ikhtiar (usaha) bagaikan memanah tanpa busur. (Ali bin Abi Thalib)

21.Harapan itu disertai ikhtiar (usaha). Kalau tidak, itu namanya lamunan. (Ibnu Atha’illah)

22.Janganlah engkau meminta balasan (dari Allah atau sesama manusia), kecuali sesuai dengan apa yang telah engkau perbuat. (Al-Hasan)

23.Tidak ada pelaut ulung yang dilahirkan dari samudera yang tenang, tapi ia akan dilahirkan dari samudera yang penuh terpaan badai, gelombang, dan topan. (D. Farhan Aulawi)

24.Penyebab rusaknya orang-orang sebelum kalian ada tiga hal, yaitu karena terlalu banyak bicara, karena terlalu banyak makan dan tidur. (Ibrahim An-Nakha’iy)

25.Makanlah dengan usahamu, dan jangan makan dengan agamamu! (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

26.Bersiap dan berbuatlah, jangan menunggu datangnya esok hari! Karena, bisa jadi engkau tidak bisa berbuat apa pun di esok hari. (Hasan Al-Banna)

27.Allah sangat mengasihi orang yang mencari penghidupan dengan baik, lalu membelanjakannya dengan hemat, sedangkan sisa dari kebutuhannya diinfakkan kepada yang membutuhkan. (Hasan Al-Bashri)

0 comments: