"Pergilah,
Nak! Jangan hiraukan ibumu. Kelak kita akan dipertemukan di akhirat," ucap
sang Ibunda kepada putra tercintanya, Muhammad bin Idris.
Sebagai
anak yang taat, patuh, dan berbakti kepada orang tua, Muhammad bin Idris sungguh-sungguh
mengukuhi ucapan ibundanya itu. Muhammad bin Idris lalu berjalan meninggalkan
ibundanya. Dia pergi menuju Irak untuk thalabul ilmi/mencari ilmu.
Bertahun-tahun
Muhammad bin Idris berkonsentrasi belajar di negeri 1001 malam itu. Tidak ada
sms, telepon, email, atau bahkan facebook dan twitter untuk dia berkomunikasi
dengan ibundanya. Semua media komunikasi tersebut memang belum ada pada saat
itu. Hanya kekuatan doa yang tetap menyatukan hati mereka.
Bertahun-tahun
itu pula Muhammad bin Idris tidak bertemu ibundanya. Tetapi, ia berkeyakinan,
sebagaimana ucapan ibundanya, mereka akan bertemu kelak di akhirat.
Karena
keseriusan, kesabaran, dan keikhlasan Muhammad bin Idris dalam belajar, ia
berhasil menjadi ulama ternama di Negeri 1001 Malam itu. Semua orang selalu
menyandarkan persoalan keagamaan mereka kepada Muhammad bin Idris yang memang
sangat 'alim.
Suatu
ketika, saat sang Ibunda menunaikan ibadah haji, sekonyong-konyong ia dibuat
penasaran oleh obrolan para jamaah haji dari Irak yang sering menyebut nama
Muhammad bin Idris. Dari obrolan mereka, tampaknya nama itu sangat mereka
muliakan.
"Muhammad
bin Idris telah berijtihad bahwa hukum masalah ini adalah begini, dan hukum
masalah itu adalah begitu," ujar seorang jamaah haji kepada kawannya.
Sang
Ibunda yang kebetulan mendengar ucapan itu tidak kuasa untuk tidak bertanya.
"Siapa
Muhammad bin Idris yang kalian maksud itu? Tolong beri aku ciri-ciri orang
tersebut," ucap sang Ibunda.
Para
jamaah haji itu lalu menceritakan semua hal tentang Muhammad bin Idris. Sontak
sang Ibunda bahagia mendengarnya.
"Dia
itu anak saya," terang Ibunda, "Tolong sampaikan kepadanya, aku sudah
mengizinkannya untuk pulang dan bertemu denganku."
Sepulang
menunaikan ibadah haji, pesan sang Ibunda benar-benar disampaikan kepada
asy-Syaikh al-Imam Muhammad bin Idris.
"Aku
tidak akan pernah menolak atau bahkan membantah ucapan ibundaku," ujar
Muhammad bin Idris, "Karena itu, aku akan pulang untuk menemui
ibundaku."
Karena
ketulusan cinta masyarakat Irak kepada al-Imam Muhammad bin Idris, dengan suka
cita mereka lalu menghadiahkan harta kekayaan dan ratusan onta kepada sang
Imam. Beberapa orang pun ikut mengantar dan mengawal sang Imam pulang ke
kampung halamannya.
Seorang
pengantar melaju lebih dulu menuju rumah ibunda sang Imam untuk menyampaikan
kabar kedatangan putra sang Ibunda.
"Nama
saya Fulan. Saya membawa kabar gembira bahwa putra Anda sudah memasuki
perbatasan desa. Sebentar lagi akan bertemu Anda."
"Apa
yang dibawa anakku, Muhammad bin Idris?" tanya sang Ibunda.
"Berbahagialah
dan berbanggalah karena putra Anda sudah menjadi seorang imam besar. Dia pulang
membawa kekayaan yang banyak dan ratusan onta," terang sang pengantar.
"Katakan
kepada anakku, aku tidak mau bertemu dengannya dalam keadaan ia seperti itu!
Aku tidak pernah menyuruhnya pulang membawa kekayaan!"
Sang
pengantar bergegas menyampaikan pesan sang Ibunda kepada al-Imam Muhammad bin
Idris. Mendengar pesan itu, dengan ringan hati al-Imam membagikan semua
kekayaannya itu kepada fakir-miskin dan orang-orang yang membutuhkan.
"Cukuplah
aku pulang membawa ilmu dalam hatiku dan kitab-kitab ini sebagai sahabat
setiaku," ucap al-Imam Muhammad bin Idris sembari tersenyum.
Kembalilah
sang pengantar menemui ibunda al-Imam Muhammad bin Idris. Dia menginformasikan
bahwa sang Imam sudah membagikan semua hartanya kepada fakir-miskin.
"Syukurlah.
Alhamdulillaah. Katakan kepada anakku, sekarang aku mengizinkannya pulang
untuk bertemu denganku."
Nama
sang Imam itu kini masyhur hingga seluruh negeri di muka bumi ini. Dialah Imam
Syafi'i.
*)
Fragmen indah nan mengharukan sekaligus menampar hati di atas diceritakan oleh
Mbah Sabdo pagi ini sehabis Subuh di depan surau. Mbah Sabdo membiarkanku
merenungi fragmen tersebut untuk mengais sendiri pelajaran-pelajaran penting
darinya. Sekali lagi, penuturan Mbah Sabdo membuat aku tertunduk malu.
0 comments:
Post a Comment