ads
Wednesday, August 6, 2014

August 06, 2014

“Kenapa sekarang sampeyan tidak pernah shalat lagi, Dul?” tanya Mbah Sabdo kepadaku.

“Malas, Mbah. Capek! Shalat atau tidak shalat itu tidak ada pengaruhnya!” jawabku.

“Lhoo… Lhoo… kamu kok bisa berkata begitu?!”

“Buktinya, dulu waktu aku rajin shalat, berdzikir, atau baca al-Qur’an, Tuhan tidak pernah seketika menjatuhkan pahala-Nya kepadaku. Begitu juga sebaliknya, waktu aku putuskan untuk tidak lagi rajin shalat, berdzikir, atau baca al-Qur’an, ternyata Dia juga tidak menjatuhkan siksa kepadaku.”

Mbah Sabdo lalu meraih pundakku. Merangkulku.

“Apa kamu tidak merasa kalau Tuhan saat ini sedang menyiksamu?”

Seketika aku tergelak. Tawaku pecah tak keruan.

“Wah, sampeyan sedang ngigau, ya, Mbah? Lha wong saya sehat dan kuat begini kok dibilang sedang disiksa Tuhan. Hahaha…”

“Perhatikan lebih dalam lagi dirimu. Sebetulnya Tuhan sedang menyiksamu, tetapi kamu tidak merasakannya?”

Aku mulai terdiam. Berpikir keras. Tidak lagi mengumbar tawa seperti sebelumnya.

“Serius, aku tidak merasakan apa-apa, Mbah. Aku tidak merasakan siksa sekecil apa pun dari Tuhan.”

“Coba perhatikan lebih dalam lagi dirimu, lalau rasakan!” ucap Mbah Sabdo, “Apakah kamu masih merasakan lezatnya shalat, sejuknya berdzikir, dan manisnya bermunajat kepada Tuhan?”

Aku geleng kepala.

“Apa kamu merasakan luasnya hatimu dan tenangnya pikiranmu?”

Lagi-lagi aku hanya menjawab dengan menggelengkan kepala.

“Itu artinya, Tuhan sedang menyiksamu,”tegas Mbah Sabdo, “Dia menghukummu dengan cara yang tidak engkau sadari. Dia menjauhimu sehingga hilanglah rasa lezat dalam ibadahmu. Shalatmu, dzikirmu, munajatmu, dan tadarusmu, semuanya hampa. Tidak lagi berasa.”

Tuturan Mbah Sabdo seketika membuat tulang-tulangku lunglai. Tubuhku pun akhirnya roboh menjadi bangkai. Astaghfirullah wa atubu ilaih.

0 comments: