Semestinya beliau berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP)
Kalibata dengan upacara kenegaraan sebagaimana penghargaan yang lazim diberikan
kepada para pahlawan. Tetapi, beliau tidak menginginkan itu. Sesuai dengan
wasiat beliau, pada 9 Juni 2004 beliau dimakamkan sebagai rakyat biasa di
Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jeruk Purut Jakarta Selatan dengan tata cara Islam.
Setiap HUT RI, salah satu lagu karya beliau pasti selalu digemakan
si seluruh nusantara. Bahkan, anak-anak pun sangat hapal lagunya.
Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa Indonesia
Merdeka
Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih di kandung badan
Kita tetap setia tetap sedia
Mempertahankan Indonesia
Kita tetap setia tetap sedia
Membela negara kita
Inspirasi lagu ini muncul secara tiba-tiba saat beliau sedang
berada di toilet salah satu hotel di Yogyakarta. Bagi seorang komponis, setiap
inspirasi tidak boleh dibiarkan lewat begitu saja. Beliau cepat-cepat meminta
bantuan Pak Hoegeng Imam Santoso (Kapolri pada
1968 –1971. Tetapi, saat itu belum menjadi Kapolri) agar mengambilkan kertas
dan bolpoin. Berkat bantuan Pak Hugeng, akhirnya jadilah lagu di atas
yang kemudian diberi judul “Hari Merdeka”.
Selain “Hari Merdeka”, lagu berikut juga menjadi karya fenomenal
beliau. Judulnya “Syukur”.
Dari yakinku teguh
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniamu
Tanah air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
Kehadiratmu Tuhan
Siapakah beliau?
Beliau adalah H. Mutahar, pencipta puluhan lagu
nasional, ajudan Bung Karno, penyelamat Bendera Pusaka, tokoh
kepanduan, Bapak Paskibraka, mantan pejabat tinggi negara, mantan Duta Besar RI
di Vatikan, penerima anugerah Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra, dan banyak
lagi jasa beliau bagi bangsa.
Dulu saya meyakini bahwa huruf ‘H’ di depan nama beliau
adalah singkatan dari haji. Ternyata saya salah. ‘H’ di depan nama beliau
adalah singkatan dari Husein. Lengkapnya Muhammad Husein Mutahar. Seorang
Sayyid yang berjiwa nasionalis. KH. Achmad Chalwani Nawawi dari Purworejo
pernah bertutur bahwa H. Mutahar atau Sayyid Muhammad Husein Mutahar adalah
(bopo) paman dari Habib Umar Muthohar Semarang.
Saat politisi berebut kuasa, saat orang-orang berambisi menjadi
yang diagungkan, beliau justru berwasiat agar dimakamkan di TPU sebagaimana
rakyat biasa dengan cara sederhana sesuai tata cara agama. Allahu yarhamhu,
semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat (kasih sayang) kepada beliau. Semoga
jasa dan perjuangan beliau untuk Tanah Air dibalas dengan surga dan keridhaan
Allah Swt. Semoga pula beliau tercatat sebagai pejuang yang syahid. Aamiin…
Ironisnya, perjuangan berat bangsa Indonesia zaman dahulu, yang digelorakan pula oleh para ulama, kini --ketika kemerdekaan telah dicapai-- justru muncul orang-orang baru yang melabeli diri sebagai ulama yang menolak Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD "45.
Sedetik pun mereka tidak merasakan bagaimana darah merah menetes bahkan tumpah demi merebut kemerdekaan Indonesia. Namun, dengan balutan dalil dan baju ulama, mereka membujuk umat Islam agar menolak pemerintahan yang berasaskan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD "45.
Simbah, Pakdhe, Budhe, Paklik, Bulik, Kangmas, Mbakyu, dan adik-adik... mari rapatkan barisan dan kuatkan pertahanan untuk menegakkan Indonesia damai dalam kebhinnekaan. Berbeda agama, berbeda suku bangsa, berbeda bahasa, dan berbeda warna kulit, jangan jadi halangan untuk hidup rukun, damai, dan berdampingan.
NKRI Harga Mati!
Ironisnya, perjuangan berat bangsa Indonesia zaman dahulu, yang digelorakan pula oleh para ulama, kini --ketika kemerdekaan telah dicapai-- justru muncul orang-orang baru yang melabeli diri sebagai ulama yang menolak Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD "45.
Sedetik pun mereka tidak merasakan bagaimana darah merah menetes bahkan tumpah demi merebut kemerdekaan Indonesia. Namun, dengan balutan dalil dan baju ulama, mereka membujuk umat Islam agar menolak pemerintahan yang berasaskan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD "45.
Simbah, Pakdhe, Budhe, Paklik, Bulik, Kangmas, Mbakyu, dan adik-adik... mari rapatkan barisan dan kuatkan pertahanan untuk menegakkan Indonesia damai dalam kebhinnekaan. Berbeda agama, berbeda suku bangsa, berbeda bahasa, dan berbeda warna kulit, jangan jadi halangan untuk hidup rukun, damai, dan berdampingan.
NKRI Harga Mati!
14 comments:
Amin.
Pahlawan sejati sungguh mulia hatinya
patut menjadi contoh buat para politisi jaman sekarang..
dan lagu "hari merdeka" itu lagu favorite saya, hehe kalo dengerin lagu tsb rasa nasionalismenya begitu ngena
Allahummaghfir lahum wa'fu anhum ...
ternyata beliau ini pencipta lagu 17 Agustus
Semoga dikabulkan oleh Allah.
Semoga semangat perjuangan beliau melekat juga dalam jiwa kita, ya, Pak.
Sosok seperti beliau memang patut diteladani perjuangannya dan kebersahajaannya.
Aamiin ya Rabb
Iya, Mbak. Banyak juga karya lainnya. Semoga amal baiknya diterima Allah Swt.
merinding saya om. sebentar lagi HUT RI yaa om.
dlu pas sekolah inget nama itu klo belajar kesenian.
nah skrg inget lagi tpi gak tau byk soal beliau, saya jg bru tau klo arti H itu hhusein ya om, saya kira jg haji.
salut saya sm pengabdian pahlawan ini om, kerenn.
ohya lagunya muncul saat di toilet nih bkin lucu, keren bgt ya lg merenung aja bisa mndpatkan ide lagu..hehe
Jujur kang kalau saya mah kalau sedang merayakan 17 agustusan bukannya senang tapi malah pengen nangis kang karena semua kebahagiaan ini ada berkat mereka dan berkat perjuangan mereka juga bisa merebut kebebasan sehingga negara kita bisa terbebas dari penjajah, maka dari itu saya selalu membayangkan bagaimana kalau dulu tidak ada pahlawan mungkin kit akan sengsara sampai sekarang.
Begitulah, Hayy... semua orang Indonesia harus cinta Indonesia, berjuang juga untuk Indonesia. Termasuk para ulama dan habaib itu..
Karena itulah, atas jasa dan perjuangan mereka, kita harus bersyukur bisa menikmati udara kemerdekaan sekarang ini, ya, Kang... Tidak boleh melupakan mereka.
Post a Comment