ads
Thursday, March 29, 2018

March 29, 2018

Dalam Kamus Al-Munawwir[1], kata khaaba ( خَابَ ) berarti gagal, tidak berhasil. Makna serupa dikemukakan Kamus Daring (dalam jaringan) Almaany[2], khaaba ( خَابَ ) berarti gagal, tidak sukses, tidak berhasil, celaka, rugi, dan binasa. Kata ini terdapat dalam Alquran sebanyak empat redaksional ayat.

1.   Q.S. Ibrahim [14]: 15
وَخَابَ كُلُّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ
“…dan binasalah semua orang yang berlaku sewenang-wenang lagi keras kepala.”

Tafsir Jalalain[3]:
(Dan mereka memohon kemenangan) para rasul itu memohon pertolongan Allah di dalam menghadapi kaumnya (dan merugilah) binasalah (setiap orang yang berlaku sewenang-wenang) setiap orang yang takabur tidak mau taat kepada Allah (lagi keras kepala) artinya tidak mau tunduk kepada perkara yang hak.

Tafsir Quraish Shihab[4]:
Setelah tidak ada lagi harapan agar kaum mereka beriman, para rasul itu kemudian meminta kemenangan kepada Allah atas kaum mereka dan atas orang-orang kafir. Allah pun memberikannya, dan mereka menjadi beruntung. Sedang orang yang sombong dan sangat keras kepala terhadap ketatan kepada Allah akan merugi.

Tafsir Ath-Thabari[5]:
هلك كل متكبر جائر[6] حائدٍ عن الإقرار بتوحيد الله وإخلاص العبادة له
Binasalah setiap orang yang sombong, zalim, dan menyimpang/menjauh dari pengikraran terhadap ke-Esa-an Allah dan keikhlasan dalam beribadah kepada-Nya.

Dalam konteks pendidikan, Gus Qoyyum[7] Lasem menguraikan bahwa setiap orang yang angkuh, sombong, dan gengsi dalam mencari ilmu akan menuai kegagalan dalam belajarnya. Begitu pula akan gagal orang yang keras kepala, tidak mau menerima kebenaran dari orang lain, apalagi dari orang yang lebih rendah darinya.[8]


2.   Q.S. Thaha [20]: 61
وَقَدْ خَابَ مَنِ افْتَرَى
“Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan.”

Tafsir Jalalain[9]:
(Berkata Musa kepada mereka,) jumlah para ahli sihir Firaun ada tujuh puluh dua orang; setiap orang dari mereka memegang tali dan tongkat ("Celakalah kalian) maksudnya semoga Allah menimpakan kecelakaan kepada kalian (janganlah kalian mengada-adakan kedustaan terhadap Allah) dengan menyekutukan seseorang bersama-Nya (maka Dia membinasakan kalian) ia dapat dibaca Fayus-hitakum dan Fayas-hitakum, artinya Dia akan membinasakan kalian, karena perbuatan musyrik itu (dengan siksa") dari sisi-Nya. (Dan sesungguhnya telah kecewa) merugi (orang yang mengada-adakan kedustaan) terhadap Allah.

Tafsir Quraish Shihab[10]:
Mûsâ mengingatkan mereka akan ancaman dan siksaan Allah, melarang mereka agar tidak mengada- adakan kebohongan dengan menganggap Fir'aun sebagai tuhan, mendustakan rasul-rasul Allah dan mengingkari mukjizat. Mûsâ juga memberikan ancaman bahwa Allah akan menbinasakan mereka dengan siksa-Nya manakala mereka terus menerus melakukan hal itu, dengan menegaskan kerugian orang yang membuat-buat kebohongan tentang Allah.


3.   Q.S. Thaha [20]: 111
وَقَدْ خَابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْمًا
“Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman.”

Tafsir Jalalain[11]:
(Dan tunduklah semua muka) tunduk merendahkan diri (kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi Maha Memelihara) yakni Allah swt. (Dan sesungguhnya telah merugilah) (orang yang melakukan kelaliman) yakni kemusyrikan.

Tafsir Quraish Shihab[12]:
Pada hari itu, semua muka menjadi hina dan tertunduk kepada Sang Mahahidup, yang tidak pernah mati, yang mengatur semua urusan makhluk-Nya. Orang-orang yang menzalimi dirinya di dunia lalu menyekutukan-Nya tidak akan mendapatkan keselamatan dan pahala pada hari itu.


4.   Q.S. Asy-Syams [91]: 10
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
“Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
       
Tafsir Jalalain[13]:
(Dan sesungguhnya merugilah) atau rugilah (orang yang mengotorinya) yang menodainya dengan perbuatan maksiat. Asalnya lafal Dassaahaa ialah Dassasahaa, kemudian huruf Sin yang kedua diganti menjadi Alif demi untuk meringankan pengucapannya, akhirnya jadilah Dassaahaa.
       
Tafsir Quraish Shihab[14]:
Dan orang-orang yang memendam sifat-sifat baiknya dan mematikan potensi berbuat baiknya sungguh amat merugi.




[1] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab – Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), hlm. 378.
[2] https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/خاب/
[3] https://tafsirq.com/14-ibrahim/ayat-15#tafsir-jalalayn
[4] https://tafsirq.com/14-ibrahim/ayat-15#tafsir-quraish-shihab
[5] http://quran.ksu.edu.sa/tafseer/tabary/sura14-aya15.html
[6] Tidak adil, tidak wajar, sewenang-wenang, zalim. Lihat https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/جائر/
[7] Nama lengkapnya adalah KH. Abdul Qoyyum Mansur. Beliau adalah putra dari KH. Mansur Kholil, pengasuh Pondok Pesantren An-Nur Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Setelah sang ayah wafat pada 2002, Pesantren An-Nur kemudian diasuh oleh beliau (Gus Qoyyum).
Gus Qoyyum merupakan seorang ulama yang memiliki keluasan dan kedalaman ilmu agama, padahal beliau tidak pernah nyantri di pesantren mana pun. Menurut banyak sumber, beliau juga tidak lulus Sekolah Dasar (SD). Satu-satunya tempatnya belajar adalah kepada sang Ayah.
Kakek Gus Qoyyum dari jalur ayah bernama KH. Kholil, salah seorang sahabat dekat KH. Hasyim Asyari semasa belajar di Makkah. Mbah Kholil ikut berperan dalam pendirian Nahdlatul Ulama di Surabaya pada 1926.  Sedangkan dari jalur Ibu, Gus Qoyyum juga mewarisi darah keulamaan yang kental karena Ibu beliau merupakan kakak kandung (almarhum) KH. MA. Salah Mahfudz, Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (1999-2014) dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) masa bakti 2000-2014. Lihat juga http://nujateng.com/2016/02/gus-qoyyum-ulama-kharismatik-dari-lasem/
[11] https://tafsirq.com/20-ta-ha/ayat-111
[12] https://tafsirq.com/20-ta-ha/ayat-111#tafsir-quraish-shihab
[13] https://tafsirq.com/91-asy-syams/ayat-10
[14] https://tafsirq.com/91-asy-syams/ayat-10#tafsir-quraish-shihab

0 comments: