عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّيُّ
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
مَعَ الغُلَامِ عَقِيقَةٌ، فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا، وَأَمِيطُوا عَنْهُ
الأَذَى.
Dari Salman bin
Amir adh-Dhabby, ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersama setiap anak, ada aqiqahnya. Maka tumpahkanlah
darah untuknya dan bersihkanlah kotoran darinya.” (HR. al-Bukhari no. 5472, Abu
Dawud no. 2839, at-Tirmidzi no. 1515, an-Nasa’i no. 4214, dan Ibnu Majah no.
3164)
Periwayat pertama hadits ini adalah
Salman bin Amir adh-Dhabby, seorang sahabat Nabi. Namanya adalah Salman
bin Amir bin Aus bin Hajr bin Amr bin al-Harits bin Taim bin Dzuhl bin bin
Malik bin Sa’d bin Bakr bin Dhabbah. Ia hidup hingga masa pemerintahan Muawiyah,
tinggal di Bashrah dan meninggal di kota ini pula.[1]
Kosa Kata
عَنْ |
: |
Dari |
قَالَ - يَقُولُ |
: |
Berkata, bersabda |
سَمِعْتُ |
: |
Aku telah mendengar |
مَعَ |
: |
Bersama |
الغُلَامِ |
: |
Anak laki-laki |
عَقِيقَةٌ |
: |
Aqiqah (rambut bayi yang dicukur; hewan yang
disembelih karena kelahiran bayi). |
فَأَهْرِيقُوا |
: |
Maka tumpahkanlah, maka alirkanlah
(sembelihlah) |
دَمًا |
: |
Darah |
وَأَمِيطُوا |
: |
Hilangkanlah, jauhkanlah, bersihkanlah |
عَنْهُ |
: |
Darinya |
الأَذَى |
: |
Kotoran |
Penjelasan Hadits
- مَعَ الغُلَامِ عَقِيقَةٌ
Redaksi yang digunakan oleh an-Nasa’i
adalah فِي الغُلَامِ, sementara dalam riwayat al-Bukhari dan
lainnya menggunakan redaksi مَعَ الغُلَامِ.
Pada intinya, kedua redaksi tersebut memiliki maksud yang sama, bahwa setiap
anak yang dilahirkan disyari’atkan dilakukan penyembelihan hewan aqiqah.
Walaupun redaksi yang
digunakan adalah الغُلَامِ, yang berarti anak laki-laki,[2] syari’at
aqiqah ini berlaku juga bagi anak perempuan ( الجارية ). Berdasarkan hadits lain, di antaranya hadits riwayat Aisyah:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى
الله عليه وسلم أَمَرَهُمْ أَنْ يُعَقَّ عَنِ الغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ,
وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ )رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ(
“Dari Aisyah bahwa Rasulullah
Saw memerintahkan mereka agar beraqiqah dua ekor kambing/domba yang sepadan
(cukup umur) untuk bayi laki-laki dan seekor kambing/domba untuk bayi
perempuan.” (HR. at-Tirmidzi)
Aqiqah ini dibebankan kepada
wali atau orang tua dari anak tersebut hingga sang anak memasuki usia baligh.
Hal ini bisa didasarkan pada tinjauan etimologis kata al-ghulam, yang
berarti seorang anak sejak ia lahir hingga mendekati usia baligh.[3] Ketika sang
anak sudah baligh, gugurlah tanggung jawab aqiqah ini dari pundak orang tuanya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum aqiqah adalah sunnah.
Aqiqah, menurut bahasa,
berarti rambut di kepala bayi yang baru lahir. Dalam arti yang lain,
aqiqah adalah memotong. Adapun menurut istilah syara’, aqiqah adalah hewan
yang disembelih pada hari pencukuran rambut bayi yang baru lahir. Ada pula
yang mendefinisikan sebagai penyembelihan kambing karena kelahiran seorang
bayi. Dan, masih banyak lagi definisi lain, yang pada intinya mencakup dua
unsur pokok, yaitu penyembelihan hewan dan dilakukan
karena kelahiran seorang bayi.
- فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا
“Maka tumpahkanlah darah untuknya,” maksudnya adalah
menumpahkan dan mengalirkan darah hewan aqiqah dengan cara menyembelihnya. Untuk
bayi laki-laki dua ekor kambing atau domba, sedangkan untuk perempuan satu ekor
kambing atau domba. Andai seorang bayi laki-laki diaqiqahi dengan satu ekor
kambing maka sudah mencukupi dan mendapatkan kesunnahan aqiqah.
- وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى
Para ulama berbeda pandangan dalam memahami maksud dari “Dan bersihkanlah kotoran darinya”. Di antaranya adalah beberapa pendapat berikut ini:
- Bersihkanlah kepala sang bayi dengan cara mencukur habis rambutnya.
- Hilangkanlah kotoran dan najis dari tubuh sang bayi dengan cara memandikannya.
- Bersihkanlah kemaluan sang anak dari kotoran dan najis dengan cara mengkhitannya.
- Jauhilah tradisi kotor warisan jahiliyah. Salah satu tradisi jahiliyah terhadap bayi yang baru lahir adalah mengolesi kepala sang bayi dengan darah.[4]
Beberapa pandangan ini bisa
dikompromikan dengan cara memadukan semua pendapat tersebut. Wallahu a’lam
bish-shawab.[]
No comments:
Post a Comment