Mengurai Hadits Aqiqah ( مَعَ الغُلاَمِ عَقِيقَةٌ ) - Santri Nurbin

Friday, April 4, 2025

Mengurai Hadits Aqiqah ( مَعَ الغُلاَمِ عَقِيقَةٌ )

%D9%85%D8%B9%20%D8%A7%D9%84%D8%BA%D9%84%D8%A7%D9%85

عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّيُّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَعَ الغُلَامِ عَقِيقَةٌ، فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا، وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى.

Dari Salman bin Amir adh-Dhabby, ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersama setiap anak, ada aqiqahnya. Maka tumpahkanlah darah untuknya dan bersihkanlah kotoran darinya.” (HR. al-Bukhari no. 5472, Abu Dawud no. 2839, at-Tirmidzi no. 1515, an-Nasa’i no. 4214, dan Ibnu Majah no. 3164)

 

Periwayat pertama hadits ini adalah Salman bin Amir adh-Dhabby, seorang sahabat Nabi.  Namanya adalah Salman bin Amir bin Aus bin Hajr bin Amr bin al-Harits bin Taim bin Dzuhl bin bin Malik bin Sa’d bin Bakr bin Dhabbah. Ia hidup hingga masa pemerintahan Muawiyah, tinggal di Bashrah dan meninggal di kota ini pula.[1]

 

Kosa Kata

عَنْ

:

Dari

قَالَ - يَقُولُ

:

Berkata, bersabda

سَمِعْتُ

:

Aku telah mendengar

مَعَ

:

Bersama

الغُلَامِ

:

Anak laki-laki

عَقِيقَةٌ

:

Aqiqah (rambut bayi yang dicukur; hewan yang disembelih karena kelahiran bayi).

فَأَهْرِيقُوا

:

Maka tumpahkanlah, maka alirkanlah (sembelihlah)

دَمًا

:

Darah

وَأَمِيطُوا

:

Hilangkanlah,  jauhkanlah, bersihkanlah

عَنْهُ

:

Darinya

الأَذَى

:

Kotoran

 

Penjelasan Hadits

  •    مَعَ الغُلَامِ عَقِيقَةٌ

Redaksi yang digunakan oleh an-Nasa’i adalah فِي الغُلَامِ, sementara dalam riwayat al-Bukhari dan lainnya menggunakan redaksi مَعَ الغُلَامِ. Pada intinya, kedua redaksi tersebut memiliki maksud yang sama, bahwa setiap anak yang dilahirkan disyari’atkan dilakukan penyembelihan hewan aqiqah.

Walaupun redaksi yang digunakan adalah الغُلَامِ, yang berarti anak laki-laki,[2] syari’at aqiqah ini berlaku juga bagi anak perempuan ( الجارية ). Berdasarkan hadits lain, di antaranya hadits riwayat Aisyah:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمَرَهُمْ أَنْ يُعَقَّ عَنِ الغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ, وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ )رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ(

“Dari Aisyah bahwa Rasulullah Saw memerintahkan mereka agar beraqiqah dua ekor kambing/domba yang sepadan (cukup umur) untuk bayi laki-laki dan seekor kambing/domba untuk bayi perempuan.” (HR. at-Tirmidzi)

Aqiqah ini dibebankan kepada wali atau orang tua dari anak tersebut hingga sang anak memasuki usia baligh. Hal ini bisa didasarkan pada tinjauan etimologis kata al-ghulam, yang berarti seorang anak sejak ia lahir hingga mendekati usia baligh.[3] Ketika sang anak sudah baligh, gugurlah tanggung jawab aqiqah ini dari pundak orang tuanya. Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum aqiqah adalah sunnah.

Aqiqah, menurut bahasa, berarti rambut di kepala bayi yang baru lahir. Dalam arti yang lain, aqiqah adalah memotong. Adapun menurut istilah syara’, aqiqah adalah hewan yang disembelih pada hari pencukuran rambut bayi yang baru lahir. Ada pula yang mendefinisikan sebagai penyembelihan kambing karena kelahiran seorang bayi. Dan, masih banyak lagi definisi lain, yang pada intinya mencakup dua unsur pokok, yaitu penyembelihan hewan dan dilakukan karena kelahiran seorang bayi.

 

  •       فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا

 “Maka tumpahkanlah darah untuknya,” maksudnya adalah menumpahkan dan mengalirkan darah hewan aqiqah dengan cara menyembelihnya. Untuk bayi laki-laki dua ekor kambing atau domba, sedangkan untuk perempuan satu ekor kambing atau domba. Andai seorang bayi laki-laki diaqiqahi dengan satu ekor kambing maka sudah mencukupi dan mendapatkan kesunnahan aqiqah.

 

  •       وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى

Para ulama berbeda pandangan dalam memahami maksud dari “Dan bersihkanlah kotoran darinya”. Di antaranya adalah beberapa pendapat berikut ini:

  1. Bersihkanlah kepala sang bayi dengan cara mencukur habis rambutnya.
  2. Hilangkanlah kotoran dan najis dari tubuh sang bayi dengan cara memandikannya.
  3.  Bersihkanlah kemaluan sang anak dari kotoran dan najis dengan cara mengkhitannya.
  4. Jauhilah tradisi kotor warisan jahiliyah. Salah satu tradisi jahiliyah terhadap bayi yang baru lahir adalah mengolesi kepala sang bayi dengan darah.[4]

Beberapa pandangan ini bisa dikompromikan dengan cara memadukan semua pendapat tersebut. Wallahu a’lam bish-shawab.[]


Post Top Ad