ads
Thursday, July 30, 2015

July 30, 2015
4
Masjid Kwanaran, Kajeksan, Kudus

Masjid ini biasa disebut Masjid Kwanaran karena memang terletak di kampung Kwanaran, Desa Kajeksan, Kecamatan Kota, Kudus; sekira 3-4 kilometer dari Menara Kudus atau Makam Sunan Kudus.

Menurut penuturan Pak Jasiran, pengurus Masjid Kwanaran, masjid yang sekira berukuran 500 meter persegi ini telah berdiri sejak 1930-an. Cukup tua, kan? Sampeyan saat itu pasti belum lahir, bahkan bisa jadi juga bapak dan ibu sampeyan saat itu belum duduk mesra di pelaminan. Hehe…

Di masjid inilah KH. M. Arwani Amin (alm), seorang hafiz dan muqri’ al-Qur’an sekaligus pendiri Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus, mulai merintis aktivitas sulukan. Sulukan adalah sebutan untuk aktivitas mondok bagi para santri sepuh atau santri tarekat pada hari dan bulan tertentu.

Kebanyakan santri sepuh yang mengikuti sulukan rata-rata berusia 50 – 90 tahun. Bahkan, ada pula yang sudah berumur 100 tahun. Mereka adalah anggota Tarekat Naqsyabandiyyah Khalidiyyah.


“Kata Mbah Yai Ulinnuha, putra dari KH. Arwani, usiaku sekarang sudah 100 tahun,” tutur Mak Uk, istri dari (alm) Bapak Kamsri. Entah bagaimana ceritanya para santri--termasuk saya--biasa memanggil si Emak yang masih energik ini dengan panggilan Mak Uk, padahal nama aslinya adalah Sumirah binti Idris.

Saya dan teman-teman bersama Mak Uk

Ratusan jemaah laki-laki dan perempuan yang sudah berusia uzur itu ditampung secara terpisah di bangunan masjid tersebut. Mereka beristirahat hanya beralaskan tikar dan karpet. Kebanyakan mereka memasak sendiri, biasanya berkelompok sekira 10 orang. Namun, ada juga yang berlangganan di warung dekat masjid, tentu seizin panitia penyelenggara.

Mereka datang dari berbagai daerah, seperti Pati, Demak, Jepara, Rembang, Jakarta, Ponorogo, Madiun, Ngawi, Grobogan, Kendal, Semarang, dan Kudus sendiri.

Melalui kegiatan sulukan inilah para santri sepuh itu mendapat bermacam pelajaran keislaman; bimbingan fikih, baca al-Qur’an, doa dan zikir (biasa disebut dengan zikir tawajjuhan), pengajian tarekat, dan lain-lain.

“Mereka benar- benar riyadhah (tirakat); sedikit tidur, sedikit makan, dan memperbanyak ibadah. Tujuan utamanya adalah mendekatkan diri kepada Allah,” tutup Pak Jasiran.

Saya dan teman-teman bersama Pak Jasiran

Bersebelahan dengan masjid ini berdirilah Ma’had Ulumisy Syar’iyyah Yanbu’ul Qur’an (MUS-YQ). Di ma’had atau pondok pesantren inilah saya melewati masa pendidikan di jenjang aliyah (setingkat SMA) pada 1995-1998. Masjid Kwanaran dan MUS-YQ hanya dipisah oleh jalan dan cungkup kecil. Di cungkup inilah Mbah Wanar, khadam Sunan Kudus, dimakamkan.


4 comments:

Djangkaru Bumi said...

Wah jadi pengen kesana untuk menimba ilmu. Biar wawasan keagamaanku bertambah.

Irham Sya'roni said...

Semoga keinginannya terwujud, Mas. Aamiin

beyourselfwoman said...

Saya belum pernah ke Kudus :(

Irham Sya'roni said...

Kapan-kapan main ke sana, Mbak. :)