![]() |
Masjid Kwanaran, Kajeksan, Kudus |
Masjid ini biasa disebut Masjid
Kwanaran karena memang terletak di kampung Kwanaran, Desa Kajeksan, Kecamatan
Kota, Kudus; sekira 3-4 kilometer dari Menara Kudus atau Makam Sunan Kudus.
Menurut penuturan Pak Jasiran, pengurus Masjid Kwanaran, masjid yang sekira berukuran 500 meter
persegi ini telah berdiri sejak 1930-an. Cukup tua, kan? Sampeyan saat
itu pasti belum lahir, bahkan bisa jadi juga bapak dan ibu sampeyan saat
itu belum duduk mesra di pelaminan. Hehe…
Di masjid inilah KH. M. Arwani Amin (alm), seorang hafiz dan muqri’
al-Qur’an sekaligus pendiri Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus, mulai
merintis aktivitas sulukan. Sulukan adalah sebutan untuk aktivitas
mondok bagi para santri sepuh atau santri tarekat pada hari dan bulan tertentu.
Kebanyakan santri sepuh yang mengikuti sulukan rata-rata
berusia 50 – 90 tahun. Bahkan, ada pula yang sudah berumur 100 tahun. Mereka adalah anggota Tarekat
Naqsyabandiyyah Khalidiyyah.
“Kata Mbah Yai Ulinnuha, putra
dari KH. Arwani, usiaku sekarang sudah 100 tahun,” tutur Mak Uk, istri dari
(alm) Bapak Kamsri. Entah bagaimana ceritanya para santri--termasuk saya--biasa
memanggil si Emak yang masih energik ini dengan panggilan Mak Uk, padahal nama
aslinya adalah Sumirah binti Idris.
![]() |
Saya dan teman-teman bersama Mak Uk |
Ratusan jemaah laki-laki dan
perempuan yang sudah berusia uzur itu ditampung secara terpisah di bangunan masjid tersebut. Mereka beristirahat hanya beralaskan tikar dan karpet. Kebanyakan
mereka memasak sendiri, biasanya berkelompok sekira 10 orang. Namun, ada juga yang
berlangganan di warung dekat masjid, tentu seizin panitia penyelenggara.
Mereka datang dari berbagai
daerah, seperti Pati, Demak, Jepara, Rembang, Jakarta, Ponorogo, Madiun,
Ngawi, Grobogan, Kendal, Semarang, dan Kudus sendiri.
Melalui kegiatan sulukan
inilah para santri sepuh itu mendapat bermacam pelajaran keislaman; bimbingan
fikih, baca al-Qur’an, doa dan zikir (biasa disebut dengan zikir tawajjuhan),
pengajian tarekat, dan lain-lain.
“Mereka benar- benar riyadhah
(tirakat); sedikit tidur, sedikit makan, dan memperbanyak ibadah. Tujuan
utamanya adalah mendekatkan diri kepada Allah,” tutup Pak Jasiran.
![]() |
Saya dan teman-teman bersama Pak Jasiran |
Bersebelahan
dengan masjid ini berdirilah Ma’had Ulumisy Syar’iyyah Yanbu’ul Qur’an
(MUS-YQ). Di ma’had atau pondok pesantren inilah saya melewati masa
pendidikan di jenjang aliyah (setingkat SMA) pada 1995-1998. Masjid Kwanaran dan MUS-YQ hanya
dipisah oleh jalan dan cungkup kecil. Di cungkup inilah Mbah Wanar, khadam
Sunan Kudus, dimakamkan.
4 comments:
Wah jadi pengen kesana untuk menimba ilmu. Biar wawasan keagamaanku bertambah.
Semoga keinginannya terwujud, Mas. Aamiin
Saya belum pernah ke Kudus :(
Kapan-kapan main ke sana, Mbak. :)
Post a Comment