ads
Monday, January 27, 2020

January 27, 2020


عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنِّي رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ : الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ ( رواه البخاري ومسلم(

Dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Tidak halal darah seorang muslim yang bersaki bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah secara haq kecuali Allah, dan aku adalah utusan Allah, kecuali karena satu dari tiga perkara: orang yang pernah menikah berzina, jiwa dibalas dengan jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya yang memisahkan diri dari jama’ah.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Abdullah ibnu Mas’ud
Abdullah ibnu Mas’ud adalah budak milik Uqbah bin Abu Mu’ith. Ketika Ibnu Mas’ud menggembala kambing, Rasulullah dan Abu Bakar menghampirinya. Kala itu Ibnu Mas’ud baru menjelang usia baligh.

“Adakah susu kambing untuk kami minum?” tanya Rasulullah.

“Ada, tetapi aku hanyalah penggembala, bukan pemilik kambing-kambing ini.”

“Kalau begitu, adakah seekor kambing kurus kering dan belum dewasa?”

Ibnu Mas’ud membawakan seekor anak kambing kurus kering. Rasulullah lalu mengusap kantong susu kambing itu seraya berdoa. Tiba-tiba keluarlah air susu segar darinya.

Setelah menikmati air susu yang lezat itu, Rasulullah berkata kepada kantong susu kambing tersebut, “Menyusutlah!” Seketika kantong susu kambing itu menyusut seperti sediakala.

Ibnu Mas’ud takjub melihatnya. Muncullah keyakinan dalam hatinya bahwa lelaki di hadapannya itu pastilah utusan Allah. Akhirnya, Abdullah ibnu Mas’ud memeluk Islam. Ada yang menyebut, dialah orang keenam yang memeluk Islam.

Setelah memeluk Islam, Abdullah ibnu Mas’ud memohon kepada Rasulullah agar diterima menjadi pelayan beliau. Rasulullah menyetujuinya. Sejak itu, dia beralih profesi dari penggembala kambing menjadi pelayan Rasulullah.

Pada waktu lain, Ibnu Mas’ud sengaja memperdengarkan bacaan al-Qur’an di tengah-tengah orang kafir Mekah. Di dekat Ka’bah ia membaca surat ar-Rahman. Sontak orang-orang kafir Quraisy marah. Mereka memukuli Ibnu Mas’ud yang berbadan kecil itu hingga babak belur. Namun, Ibnu Mas’ud tetap membaca ayat-ayat al-Qur’an hingga tubuhnya lemas.

Suatu hari Rasulullah meminta Ibnu Mas’ud membacakan Surah an-Nisa’. Ibnu Mas’ud menjawab, “Haruskah kubacakan, padahal al-Qur’an diturunkan kepadamu, wahai Rasulullah?”

“Aku ingin mendengarnya dari orang lain,” sahut Rasulullah. Ibnu Mas’ud lalu membacakan Surah an-Nisa’, sementara Rasulullah mendengarkan. Ketika sampai ayat ke-41, mata Rasulullah berkaca-kaca.

Pernah suatu ketika Ibnu Mas’ud mendapat tugas dari Rasulullah untuk mengambil sesuatu di atas pohon. Walaupun kaki dan betisnya kecil, Ibnu Mas’ud sangat terampil memanjat pohon. Melihat betisnya yang kecil, para sahabat tertawa.

“Apa yang kalian tertawakan?” ucap Rasulullah. Beliau lalu bersabda, “Kaki Abdullah pasti lebih berat timbangannya kelak di hari kiamat daripada Gunung Uhud.”

Ibnu Mas’ud wafat pada 32 Hijriah dalam usia 67 tahun. Ia wafat di Madinah dan dimakamkan di pekuburan Baqi’.

Penjelasan Hadits
Hadits ini menjelaskan tentang kemuliaan dan perlindungan terhadap darah seorang muslim. Siapa pun yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, yakni telah memeluk Islam, maka darah orang tersebut haram ditumpahkan.
Hadits ini senada dengan hadits ke-8 dari kitab al-Arbain an-Nawawiyah. Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku diperintah memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada tuhan yang haq disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukan hal itu, akan terjagalah darah-darah dan harta-harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam. Adapun perhitungan mereka diserahkan kepada Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Darah seorang muslim memang haram ditumpahkan. Namun, dalam tiga kasus berikut darah seorang muslim halal ditumpahkan.

  1. Apabila melakukan perzinaan (muhshan) maka ia dihukum rajam sampai meninggal.
  2. Apabila membunuh muslim lain secara sengaja dan tanpa alasan yang dibenarkan syariat maka ia di-qishash (dibunuh juga), kecuali dimaafkan oleh ahli waris pihak terbunuh.
  3. Murtad.
1   Namun demikian, perlu kita ketahui, bahwa hak untuk mengeksekusi hukuman qishash dan rajam ini hanya dimiliki oleh penguasa/pemerintah. Bukan dimiliki oleh perorangan.

Rajam untuk Pelaku Zina Muhshan
Para ulama sepakat menyatakan bahwa pelaku zina muhshan (pelakunya sudah pernah menikah sah sebelumnya) dihukum dengan hukuman rajam, yaitu dilempari dengan batu hingga mati.
Dalam Islam, zina termasuk salah satu kejahatan tingkat tinggi dan sangat berat ancamannya. Tidak mengherankan jika hukumannya pun sangat berat, yaitu dirajam (bagi yang menikah atau pernah menikah) dan dicambuk 100 kali (bagi mereka yang belum pernah menikah).

Qishah untuk Pelaku Pembunuhan Disengaja
Qishash adalah memperlakukan pelaku kejahatan sebagaimana dia memperlakukan korbannya. Apabila memotong anggota tubuh korban, maka dipotong pula anggota tubuh pelakunya. Apabila membunuh orang lain, maka dibunuh pula pelaku pembunuhan tersebut.
Dalam bahasa lain, kita bisa mengatakan bahwa hukum qishash adalah hukum yang ditegakkan berdasarkan kesetaraan dan kesamaan. Di dalam qishash inilah keadilan menampakkan wujud aslinya.

Hadd bagi Orang Murtad
Di antara konsekuensi vonis murtad adalah gugurnya amal, haramnya menggauli istri, haramnya pernikahan serta gugurnya hak waris. Namun dari kesemuanya, yang paling berat adalah bahwa vonis murtad dari pengadilan atau mahkamah syar'iyah adalah halalnya darah orang yang murtad, alias hukuman mati, apabila ia tidak mau bertobat.
Rasulullah bersabda: “Siapa yang mengganti agamanya (murtad dari agama Islam), maka bunuhlah dia.” (HR. Bukhari)  []





0 comments: