ads
Tuesday, February 25, 2020

February 25, 2020
1


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ.  )  رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ ( 
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Iman yang Sempurna
Di antara kesempurnaan iman adalah dengan berkata yang baik, memuliakan tetangga, dan memuliakan tamu. Jika tidak dapat berkata yang baik, lebih baik diam.
Bagaimana jika seseorang belum atau tidak melaksanakan ketiga hal tersebut, apakah secara otomatis imannya hilang? Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Fathu al-Mubin bi Syarhi al-Arba’in menjelaskan, apabila ketiga hal tersebut tidak dilaksanakan maka tidak sempurnalah iman seseorang. Ia tetap dibilang memiliki iman, namun tidak sempurna.
Al-Haitami menganalogikan dengan ucapan seorang ayah kepada anaknya, “Jika kamu benar-benar anakku, maka taatlah kepadaku.” Kalimat ini dimaksudkan oleh sang ayah untuk memotivasi dan merangsang sang anak agar selalu taat kepada ayahnya. Bisa jadi pula kalimat tersebut merupakan ancaman orang tua kepada anaknya. Jika suatu ketika sang anak tidak taat kepada ayahnya, bukan berarti ia tidak lagi disebut sebagai anak. Ia tetap menjadi anak, namun tidak sempurna tugas ia sebagai anak karena durhaka kepada orang tuanya.


Berkata yang Baik atau Diam
Lisan merupakan salah satu anggota tubuh manusia yang paling banyak menebarkan kebaikan sekaligus juga berpotensi melahirkan keburukan. Rasulullah bersabda, “Tidak akan lurus keimanan seorang hamba hingga telah lurus hatinya, dan tidak akan lurus hatinya hingga telah lurus lisannya.” (HR. Ahmad)
Dalam riwayat lain disebutkan, “Seorang hamba tidak akan sampai pada hakikat keimanan sehingga ia menahan lisannya.” (HR. Ath-Thabrani)
Lisan yang terlalu banyak berbicara, lama-kelamaan bisa terpeleset membicarakan hal-hal yang haram, bahkan berujung melukai hati orang lain. Karena itulah Umar bin Khattab berwasiat, “Siapa yang banyak bicara, banyak pula kesalahannya. Siapa yang banyak kesalahannya, banyak pula dosanya. Siapa yang banyak dosanya, nerakalah tempat yang layak baginya.”

Muliakan Tetangga
Manusia adalah makhluk sosial. Ia butuh berinteraksi dan saling membantu. Saat dihadapkan pada masalah atau kebutuhan, orang terdekatlah yang kita mintai bantuan dan pertolongan. Dari sekian banyak orang, tetanggalah orang terdekat kita secara fisik karena rumahnya memang bersebelahan atau tidak jauh dari rumah kita. Wajar jika Rasulullah mewasiatkan agar kita senantiasa berbuat baik kepada tetangga.
Wasiat itu pula yang didapatkan Rasulullah dari Malaikat Jibril. Rasulullah bersabda,

مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِى بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Malaikat Jibril tidak henti-hentinya berpesan kepadaku (agar selalu berbuat baik) kepada tetangga sampai-sampai aku mengira bahwa bahwa Jibril hendak menjadikannya sebagai ahli waris.” Yaitu mengira bahwa tetangga mendapatkan bagian warisan karena merekalah orang yang memberikan banyak bantuan.
Menyakiti tetangga menjadi salah satu penyebab kehancuran hubungan bersosial, juga menunjukkan lemahnya keimanan seseorang. Rasulullah bersabda, “Demi Allah, tidak berimah! Demi Allah, tidak berimah! Demi Allah, tidak berimah!” Seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, siapakah dia?” Rasulullah menjawab, “Yaitu orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari)
Para ulama menjelaskan bahwa tetangga itu ada tiga macam:
Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat. Maka ia memiliki 3 hak, yaitu: hak tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim.
Tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Maka ia memiliki 2 hak, yaitu: hak tetangga, dan hak sesama muslim.
Tetangga non-muslim. Maka ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga.


Muliakan Tamu
Memuliakan tamu merupakan salah satu bentuk kesempurnaan iman. Memuliakan tamu tidak sebatas menyambutnya dengan tutur kata yang baik, tetapi juga dengan sikap dan perbuatan yang menyenangkan.
Menjamu tamu merupakan kebiasaan atau sunnah Nabi Ibrahim sehingga turun-temurun dan menjadi sunnah pula bagi Nabi Muhammad. Nabi Ibrahim, dialah orang yang pertama kali melakukan perbuatan mulia menjamu tamu. Allah mengisahkannya dalam Alquran surah adz-Dzariyat ayat 24-27.
Di antara cara memuliakan tamu adalah dengan berwajah ceria, memberikan jamuan makanan yang baik sesuai dengan kemampuan, memberikan penginapan jika dibutuhkan, dan berbicara dengan pembicaraan yang baik.
Batasan waktu yang wajib dalam memuliakan tamu adalah sehari semalam, dan setelah itu hukumnya sunnah. Dan tidak seyogyanya bagi tamu berlama-lama ketika bertamu, akan tetapi ia duduk sesuai dengan keperluan. Jika telah bertamu lebih dari tiga hari, maka hendaklah ia meminta izin kepada tuan rumah, sehingga ia tidak memberatkannya.
Apabila seorang tamu hendak menginap, hendaklah tidak melebihi dari tiga hari sebagaimana ajaran Nabi Muhammad: “Jamuan hak tamu berjangka waktu tiga hari. Lebih dari itu, jamuan adalah sedekah. Tidak boleh bagi tamu menginap di suatu rumah hingga ia menyusahkan pemilik rumah.” (HR. Bukhari Muslim)


Dalil Lain tentang Berkata Baik

عن مالك بن يُخامِر قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : اِحْفَظْ لِسَانَكَ. (رواه أحمد و الترمذي و ابن ماجه و ابن عساكر)
Dari Malik bin Yukhamir, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jagalah lisanmu.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu ‘Asakir)

عن سهل بن سعد الساعدي عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال: من يضمَنْ لي ما بين لَحيَيْه وما بين رِجلَيْه أضمنُ له الجنَّةَ  (رواه البخاري)
Barangsiapa yang mampu menjamin untukku apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisan) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan) aku akan menjamin baginya surga.” (HR. Bukhari)

عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : إنَّ العبدَ ليتكلَّمُ بالكلمةِ من رضوانِ اللهِ ، لا يُلقي لها بالًا ، يرفعُ اللهُ بها درجاتٍ ، وإنَّ العبدَ ليتكلَّمُ بالكلمةِ من سخطِ اللهِ ، لا يُلقي لها بالًا ، يهوي بها في جهنَّمَ (رواه البخاري).
Sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan keridhoan Allah, namun dia menganggapnya ringan, karena sebab perkataan tersebut Allah meninggikan derajatnya. Dan sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, dan karena sebab perkataan tersebut dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhari)

عن أنس بن مالك قال: قال صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ: لا يَسْتَقِيمُ إِيمانُ عبدٍ حتى يَسْتَقِيمَ قلبُهُ ، ولا يَسْتَقِيمُ قلبُهُ حتى يَسْتَقِيمَ لسانُهُ ، ولا يدخلُ رجلٌ الجنةَ لا يَأْمَنُ جارُهُ بَوَائِقَهُ (رواه أحمد).
Tidak akan lurus iman seorang hamba hingga lurus hatinya, dan tidak akan lurus hatinya hingga lurus lisannya. Dan orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan-kejahatannya, tidak akan masuk surga. (HR. Ahmad)

عن عبدالله بن عمرو قال: قال صلى الله عليه و سلم : إنَّ اللهَ عزَّ وجلَّ يُبغِضُ البليغَ من الرِّجالِ ، الَّذي يتخلَّلُ بلسانِه تخلُّلَ الباقرةِ بلسانِها (رواه  أحمد و أبو داود  و الترمذي).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah membenci laki-laki yang berlebihan dalam berbicara seperti sapi yang memainkan lidahnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)

عن عبدالله بن مسعود قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : أكثرُ خطايا ابنِ آدمَ في لسانِه (رواه الطبراني و البيهقي ).
Mayoritas kesalahan anak Adam adalah pada lidahnya.” (HR. Thabarani dan al-Baihaqi)

عن عبدالله بن عمرو قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : مَنْ صَمَتَ نَجَا (رواه أحمد و الترمذي و الطبراني).
Dari Abdullah bin Umar, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang diam maka akan selamat.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan ath-Thabrani)

يا رسول الله! إن فلانة تصلي الليل وتصوم النهار، وفي لسانها شيء تؤذي جيرانها. قال: لا خير فيها، هي في النار
“Wahai Rasulullah, si Fulanah sering shalat malam dan puasa. Namun lisannya pernah menyakiti tetangganya. Rasulullah bersabda: ‘Tidak ada kebaikan padanya, ia di neraka’” (HR. Al Hakim)

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Ada seseorang bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ياَ رَسُوْلَ اللهِ ! إِنَّ فُلاَنَةَ تَقُوْمُ اللَّيْلَ وَتَصُوْمُ النَّهَارَ، وَتَفْعَلُ، وَتَصَدَّقُ، وَتُؤْذِيْ جِيْرَانَهَا بِلِسَانِهَا؟
Wahai Rasulullah, si fulanah sering melaksanakan shalat di tengah malam dan berpuasa sunnah di siang hari. Dia juga berbuat baik dan bersedekah, tetapi lidahnya sering mengganggu tetangganya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
لاَ خَيْرَ فِيْهَا، هِيَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ
Tidak ada kebaikan di dalam dirinya dan dia adalah penduduk neraka.” Para sahabat lalu berkata,
وَفُلاَنَةُ تُصَلِّي الْمَكْتُوْبَةَ، وَتُصْدِقُ بِأَثْوَارٍ ، وَلاَ تُؤْذِي أَحَداً؟
Terdapat wanita lain. Dia (hanya) melakukan shalat fardhu dan bersedekah dengan gandum, namun ia tidak mengganggu tetangganya.” Beliau bersabda,
هِيَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Dia adalah dari penduduk surga.”

Dalil Lain tentang Memuliakan Tetangga

خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ ، وَخَيْرُ الْـجِيْرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِـجَارِهِ
“Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap tetangganya” (HR. At Tirmidzi dan Abu Daud)


وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ ، وَاللهِ لَا يُؤْمِنُ . قِيْلَ: وَ مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: الَّذِيْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya: ‘Siapa itu wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: ‘Orang yang tetangganya tidak aman dari bawa’iq-nya (kejahatannya)‘” (HR. Bukhari dan Muslim)

لَيْسَ الْـمُؤْمِنُ الَّذيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إلَى جَنْبِهِ
“Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan” (HR. Al-Baihaqi)

إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ ، ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيْرَانِكَ فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوْفٍ
“Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik” (HR. Muslim)


Dalil Lain tentang Memuliakan Tamu

الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ
“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”[]


1 comments:

fajar said...

Izin copas artikel nya Tuan, semoga jadi jariyah untuk anda Tuan