ads
Wednesday, December 18, 2019

December 18, 2019




Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian sampai ia mencintai bagi saudaranya apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)


Biografi Anas bin Malik
Ia adalah Anas bin Malik bin an-Nadhr bin Dhamdham bin Zaid bin Haram bin Jundab bin Amir bin Ghanam bin Adi bin an-Najar al-Anshari al-Khazraji. Nama kun-yah-nya adalah Abu Hamzah.
Ibunya bernama Ummu Sulaim. Malik bin an-Nadhr menceraikan Ummu Sulaim karena sang Istri memilih memeluk Islam, sementara Malik bin an-Nadhr sampai akhir hayatnya memilih tetap dalam kemusyrikan.
Setelah bercerai dari Malik bin an-Nadhr, seorang pemuka Madinah yang kaya raya bernama Abu Thalhah datang melamarnya. Namun, Ummu Sulaim tidak tergoda oleh kekayaan Abu Thalhah. Dengan tegas ia menjawab, “Aku adalah muslimah, sedangkan engkau seorang musyrik. Jika engkau mau memeluk Islam, aku mau menikah denganmu. Cukuplah keislamanmu itu sebagai mas kawinku.” Akhirnya, Abu Thalhah memeluk Islam dan menikah dengan Ummu Sulaim.
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, Anas bin Malik berusia sekira 10 tahun. Ummu Sulaim membawa putranya itu sowan kepada Rasulullah dan menyerahkannya untuk berkhidmah kepada beliau.
“Wahai Rasulullah, berdoalah untuk anakku,” pinta Ummu Sulaim. Kemudian Rasulullah mendoakan Anas bin Malik: “Ya Allah, berikanlah kepadanya harta dan anak yang banyak, serta berkahilah apa yang engkau karuniakan kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berkah doa tersebut, Anas menjadi orang yang kaya raya di kalangan Anshar dan memiliki keturunan lebih dari seratus.
Dalam riwayat Tirmidzi, Anas bin Malik mengisahkan, “Ibu membawaku untuk menemui Rasulullah. Ibuku berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak tersisa seorang pun dari kaum Anshar baik lelaki maupun perempuan, melainkan telah memberikan kenangan untukmu, sementara saya tidak bisa memberikan apa-apa kecuali anakku ini. Karena itu, ambillah dia sebagai pembantumu.’ Lalu aku menjadi pembantu Rasulullah selama 10 tahun, dan selama itu beliau tidak pernah memarahiku, tidak pernah mencelaku, dan tidak pernah pula bermuka masam kepadaku atau memalingkan wajahnya dariku.”

Laa Yu’minu (Tidak Beriman)
Hadits di atas dibuka dengan kalimat laa yu’minu, yang berarti tidak beriman. Hal ini tidak berarti bahwa orang yang tidak mengamalkan hadits di atas dengan serta merta dihukumi kafir. Para ulama menjelaskan bahwa maksud dari laa yu’minu dalam hadits tersebut adalah “tidak sempurna iman (seseorang).”
Ibarat pohon, yang akar keimanannya adalah kalimat laa ilaaha illallah, maka pesan Nabi dalam hadits di atas adalah cabangnya. Apabila cabang ini hilang, tidak serta-merta menjadikan pohonnya tumbang. Berbeda jika akarnya hilang maka pohon tersebut akan tumbang.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (Q.S. Ibrahim [14]: 24)

Jangan Dengki!
Hadits ke-13 ini mengajarkan kita agar memperkuat persaudaraan, saling kasih sayang, saling menolong, dan tidak memendam sifat hasad (dengki/iri hati) atas kenikmatan dan kebaikan apa pun (duniawi maupun ukhrawi) yang diterima oleh saudara kita. Apa yang kita suka untuk diri kita, kita pun suka jika Allah menganugerahkannya kepada orang lain.
Hadits ini semakna pula dengan hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِى يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ
“Siapa yang ingin diselamatkan dari neraka dan ia masuk surga, hendaklah kematian menjemputkanya dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir. Hendaklah pula ia perlakukan orang lain sebagaimana ia ingin diperlakukan oleh orang lain.” (HR. Muslim)
Di antara bahaya terbesar hasad adalah dapat mengurangi bahkan melenyapkan pahala kebaikan, sebagaimana api melahap kayu bakar. Rasulullah bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
"Jauhilah hasad (dengki), karena hasad dapat memakan kabaikan seperti api memakan kayu bakar." (HR. Abu Dawud)[]




0 comments: